Biografi Ranggong Daeng Romo - Pahlawan Nasional Indonesia dari Sulawesi Selatan

Ranggong Daeng Romo
Ranggong Daeng Romo
Agama : Islam
Tempat Lahir : Bone-bone, 
Polongbangkeng, Sulawesi Selatan
Lahir : Senin, 1 1915
Warga Negara : Indonesia

Istri : Bungatubu Daeng Lino

Pendidikan
Pesantren di Cikoang
Hollandsch Inlandsche School
Taman Siswa di Makassar
Barisan Pemuda Seinendan

Karir
Pegawai sebuah perusahaan pembelian 
padi milik pemerintah militer Jepang.
Pemimpin Seinendan di Bontokandatto.
Pemimpin Gerakan Muda Bajeng (GMB) 
bidang kemiliteran.
Pemimpin tertinggi Laskar Lipan Bajeng.
Panglima Laskar Pemberontak Rakyat
Indonesia Sulawesi (Lapris)

Penghargaan
Pahlawan Nasional berdasarkan 
SK Presiden RI No. 109/TK/Tahun 2001
Ranggong Daeng Romo adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia dari Sulawesi Selatan yang  lahir di kampung Bone-Bone, Polongbangkeng, Sulawesi Selatan pada tahun 1915 dan wafat di markas besar Lapris, Langgese, 27 Februari 1947.

Ranggong Daeng Romo adalah Anak pertama dari enam bersaudara, Ia menempuh pendidikan di Hollandsch Inlandsch School dan Taman Siswa di Makassar setelah sebelumnya menimba ilmu agama di salah satu pesantren di Cikoang. Ia menikah dengan Bungatubu Daeng Lino.

Pada saat pendudukan Jepang, Ranggong Daeng Romo sempat bekerja sebagai pegawai sebuah perusahaan pembelian padi milik pemerintah militer Jepang. Namun, karena pada waktu itu pribumi diharuskan untuk menyerahkan hasil bumi pada pemerintah Jepang, Ranggong akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya merasa tak seimbang dengan apa yang ia kerjakan.

Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Ranggong dinobatkan menjadi salah satu orang yang memprakarsai berdirinya organisasi perjuangan di Polombangkeng oleh Karaeng Pajonga Daeng Ngalle, Gerakan Muda Bajeng (GMB). Sebelumnya, Ranggong sempat bergabung dengan barisan pemuda Seinendan dan diangkat menjadi pemimpin Seinendan di Bontokandatto.

Saat bergabung dengan GMB, Ranggong diangkat menjadi komandan barisan pertahanan untuk wilayah Moncokomba dan merangkap sebagai Kepala Wilayah Ko'Mara. Hingga pada 2 April 1946, GMB berubah nama menjadi Laskar Lipan Bajeng dimana tujuan dari organisasi adalah menegakkan, membela, dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Di Laskar Lipan Bajeng diangkat sebagai pimpinan.

Bersama dengan laskar-laskar yang ada di Sulawesi Selatan, melalui satu pertemuan, akhirnya laskar-laskar tersebut bergabung menjadi Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (Lapris) dan Ranggong diberi kepercayaan penuh untuk memimpin dan menjadi panglima.

Untuk pertama kalinya Ranggong memimpin perang pada 21 Februari 1946 dengan kekuatan lebih kurang seratus pasukan menyerang pertahanan Belanda. Serangan tersebut dilakukan di sebelah Selatan Makassar serta menimbulkan kesengitan yang luar biasa di antara kedua belah pihak. Dalam pertempuran tersebut, banyak tokoh Lapris yang meninggal dalam perang termasuk Ranggong yang terbunuh pada 27 Februari 1947.

Ranggong Daeng Romo yang wafat pada 27 Februari 1947,  oleh pemerintah dianugerahi gelar pahlawan nasional pada 3 November 2001 dengan dikeluarkannya SK Presiden RI No. 109/TK/Tahun 2001. Jenazahnya kemudian dikebumikan di Bangkala.