Awal Kehidupan
Basuki Rahmat lahir pada 4 November 1921 di Tuban, Jawa Timur. Ayahnya, Raden Soenodihardjo Sudarsono, menjadi asisten seorang kepala daerah setempat. Ibunya, Soeratni, meninggal pada Januari 1925 ketika Basuki berusia empat tahun, sepuluh hari setelah melahirkan anak lain. Ketika ia berusia tujuh tahun, Basuki dikirim ke sekolah dasar. Pada tahun 1932 ayahnya meninggal, mengakibatkan penghentian sementara pendidikan Basuki. Dia dikirim untuk tinggal bersama adik ayahnya dan menyelesaikan pendidikannya, lulus dari SMP pada tahun 1939 dan dari Yogyakarta Muhammadiyah sekolah pada tahun 1942, seperti invasi Jepang di Indonesia dimulai.
Karier militer
Pada tahun 1943, Selama pendudukan Jepang di Indonesia, Basuki bergabung dengan Pembela Tanah Angkatan Darat (PETA), sebuah kekuatan tambahan berlari oleh Jepang untuk melatih tentara tambahan dalam kasus invasi Amerika Serikat Jawa. Dalam MAP, Basuki, bangkit untuk menjadi Komandan Kompi.
Pada tanggal 5 Oktober 1945, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, Basuki mendaftar di TKR pada bulan yang sama di kota Ngawi di provinsi asalnya Jawa Timur. Di sana ia ditempatkan di KODAM VII / Brawijaya (kemudian dikenal sebagai Wilayah Militer V / Brawijaya).
Jabatan Basuki dalam militer:
- Komandan Batalyon di Ngawi (1945-1946),
- Komandan Batalyon di Ronggolawe (1946-1950),
- Komandan Resimen ditempatkan di Bojonegoro (1950-1953),
- Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium V / Brawijaya (1953-1956)
- Penjabat Panglima Daerah Militer V / Brawijaya (1956).
Pada tahun 1960 Basuki kembali ke KODAM VII / Brawijaya dan menjabat sebagai Kepala Staf sebelum akhirnya menjadi Panglima tahun 1962.
Sebelum menjadi militer, sebenarnya Basuki muda ingin menjadi guru hingga meneruskan pendidikannya di Sekolah guru Muhammadiyah, Yogyakarta. Akan tetapi jalan hidup membuatnya megikuti pendidikan Pembela Tanah Air. Selepas pendidikan Basuki ditempatkan di Pacitan dengan pangkat shodancho (Komandan Pelopor).
Memasuki era perjuangan kemerdekaan, ia juga turut dalam pembentukan Badan Keamanan Rakyat Maospati, Jawa Timur. Bakat kepemimpinannya yang menonjol membuat ia ditunjuk menjadi Komandan Batalyon 2 Resimen 31 Divisi IV Ronggolawe dan kemudian ditunjuk menjadi Komandan Batalyon 16 Brigade 5 Divisi I Jawa Timur.
Basuki lalu ditunjuk sebagai Panglima Komando Daerah Militer (KODAM) VIII / Brawijaya di Surabaya dengan pangkat Mayor Jendral. dia ikut mengambil peran penting dalam menyadarkan parjurit jajaran Kodam agat tidak terhasut PKI.
Dalam posisi pemerintahan beliau pernah menjabat sebagai Menteri Veteran Letnan dalam Kabinet Dwikora pimpinan Soekarno pada periode 1964-1966. Dia juga merupakan salah satu saksi kunci perisitiwa Supersemar beserta Jenderal Amirmachmud dan Jenderal M. Jusuf. melalui supersemar itu, terjadilah titik balik. PKI yang sebelumnya mulai melancarkan tindak kekerasan, akhirnya bisa dihancurkan. Dalam memulihkan keadaan itu, jasa Basuki Rahmat sangat besar.
Basuki tutup usia di Jakarta pada 8 Januari 1969 akibat penyakit jantung. Dia dimakamkan di taman makam pahlawan Kalibata. Atas jasanya pada negara, Jenderal TNI Anumerta Basuki Rahmat diberi gelar pahlawan nasional pada 9 Januari 1969. Keppres No. 10/TK/1969.
(Sumber: Wikipedia, merdeka.com)