Asal usul
Andi Abdullah Bau Massepe adalah putra dari Andi Mappanyukki (salah satu pahlawan Nasional dari Sulawesi Selatan) dan ibunya Besse Bulo (putri Raja Sidenreng) di daerah Massepe, Kabupaten Sidenreng Rappang. (Massepe dahulunya merupakan salah satu pusat kerajan Addatuang (kerajaan) Sidenreng.
Beliau adalah pewaris tahta dari dua kerajaan besar di Sulawesi Selatan yaitu Kerajaan Bone dan Gowa. Ia juga merupakan pewaris tahta dari lima kerajaan di sebelah barat Danau Sidenreng yaitu Suppa, Allita, Sidenreng Rappang dan Sawito. Ia pernah mengecap pendidikan formal pada Sekolah Rakyat selama 1 tahun (1924), HIS (Hollands Inslander School (selesai 1932).
Semasa hidupnya Bau Massepe tiga kali beristri. Istri yang pertama bernama Andi Maccaya melahirkan putri bernama Andi Habibah, Istri yang kedua bernama Linge Daeng Singara melahirkan seorang putra yang bernama Andi Ibrahim dan seorang putri bernama Bau te’ne. Pada tahun 1933 menikah dengan Andi Soji Petta Kanje’ne yang kemudian dianugerahi putra-putri yang masing-masing bernama: Bau Kuneng, Bau Amessangeng, Bau Dala Uleng dan Bau Fatimah.
Karir keorganisasian
Jabatan/Keorganisasian yang pernah dilakoni oleh Beliau anatara lain; Datu Suppa tahun 1940, Bunken Kanrekan Pare-Pare, Ketua Organisasi SUDARA Pare-Pare, Ketua Pusat Keselamatan Rakyat Penasehat Pemuda/Pandu Nasional Indonesia, Ketua Umum BPRI (Badan Penunjang Republik Indonesia), Kordinator perjuangan bersenjata bagi pemuda didaerah sekitar Pare-Pare.
Andi Abdullah Bau Massepe, adalah seorang Asisten Residen (Ken Kanrikan) yang dibentuk oleh Jepang ketika itu. Asisten Residen ini membawahi lima wilayah Onder Afdeling, Parepare, Sulawesi Selatan,sebagai Kantor Pusat, Pinrang, Barru, Sidrap, dan Enrekang.
Perjuangan melawan Penjajah
Di suatu kesempatan Dr. Ratulangi mendatangi Andi Abdullah Bau Masepe untuk mengadakan dan membentuk Partai Nasional Indonesia (PNI). Perintah Dr. Ratulangi itu, disampaikan ke seluruh anggota Onder Afdeling, agar mereka membentuk PNI. Saat itu semua rakyat yang berumur 15 tahun keatas masuk PNI.
Pada tanggal 21 Agustus 1945 diadakan rapat raksasa dan upacara penaikan Bendera Merah Putih dilapangan La Sinrang dengan maksud memasyarakatkan Sang Merah Putih. Pada saat itu, Andi Abdullah Bau Massepe berpidato menyerukan agar semua rakyat mempertahankan kemerdekaan samai tetes darah penghabisan. Pada rapat-rapat selanjutnya, Andi Bau Massepe selalu menekankan perlunya persatuan dan kesatuan untuk terus berjuang mempertahankan kemerdekaan.Selain itu, Andi Bau Massepe juga menyusun satu kesatuan bersenjata untuk mempertahankan Indonesia.
Tanggal 30 Agustus 1945, Andi Abdullah Bau Massepe bersama Andi Makkasau mengadakan demonstrasi barisan keliling kota Parepare dengan membawa bendera Merah Putih, sekitar 400 orang dari Suppa dengan menggunakan Kopiah berlambang merah putih, bergabung dengan PNI Parepare yang dipimpin Usman Isa yang juga Ketua PNI Parepare. Gerakan itu dilakukan untuk menunjukkan bahwa mereka siap mempertahankan kemerdekaan RI.
Ketika Tentara NICA berkuasa, Andi Abdullah BauMassepe bersama pasukannya terus melakukan perlawanan terhadap tentara NICA. Pasukan dibawah Komando Andi Abdullah Bau Masepe itu melakukan gerakan gerilya dan beberapa kali terjadi kontak senjata dengan tentara NICA. Untuk kebutuhan persenjataan, Andi Bau Massepe melakukan kontak dengan Juli, seorang Komandan Polisi NICA di Balik Papan (Kaltim). Juli mensuplai ratusan senjata dan amunisi yang dikirim melalui pelabuhan Suppa.
Pihak Belanda yang mengetahui gerakan perjuangan Andi Abdullah Bau Massepe memintanya menandatangani surat yang isinya agar Andi Abdullah Bau Massepe mau menyetujui keberadaan Belanda di wilayahnya. Namun tawaran itu ditolak mentah-mentah oleh Andi Abdullah Bau Massepe
Kematian
Beberapa hari kemudian, tentara Belanda menangkap Andi Abdullah Bau Masepe bersama Andi Baso Daeng Erang Sulawatang Suppa, Andi Mojong Pabbicara Suppa dan Syamsuddin Juru tulis Suppa. Kelimanya ditahan Belanda di barak tentara NICA di kampung Kariango. Bulan Desember, Andi AbdullahBau Massepe dan Andi Baso Daeng Erang dibunuh di Palia, yang lainnya ditembak mati di Suppa.
Andi Abdullah Bau Massepe wafat ditembak oleh pasukan Mayor Raymond Westerling -Korps Baret Merah Belanda- pada tanggal 2 Februari 1947 setelah ditahan selama 160 hari. Wafat 10 hari sesudah konferensi Pacekke (tanggal 20 Januari 1947). Makam beliau dapat ditemukan di Taman Makam Pahlawan kota Pare-Pare (110 kilometer utara Kota Makassar).
Andi Abdullah Bau Massepe diakui sebagai pejuang yang teguh pendirian dan berani berkorban demi tegaknya NKRI. Hal ini diakui oleh Westerling yang disampaikan kepada istrinya, A. Soji Petta Kanjenne, dia berkata; “suamimu adalah jantan dan laki-laki pemberani. Ia bertanggung jawab atas semua tindakannya, tidak mau mengorbankan orang lain demi kepentingan sendiri, sikap jantan ini sangat saya hormati.”
Atas segala jasa-jasanya Andi Abdullah Bau Massepe diangkat sebagai pahlawan nasional pada 7 November 2005 dengan Keppres No. 82/TK/2005, yang diberikan saat momen Hari Pahlawan tanggal 10 November 2005 bertempat di Istana Negara Jakarta oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang dihadiri segenap pejabat tinggi negara serta ahli waris, keluarga dan kerabat Andi Abdullah Bau Massepe serta masyarakat SulawesiSelatan sendiri.