Artikel "Kisah nabi Harun 'alaihissalam" adalah bagian dari seri "Kisah 25 Nabi dan Rasul Islam"
Nabi Harun alaihissalam (sekitar 1531-1408 SM) adalah salah seorang nabi yang telah diminta oleh Nabi Musa pada Allah dalam membantu menegakkan agama Allah. Kisahnya tidak bisa lepas dari kisah Nabi Musa, karena ia adalah juru bicara Nabi Musa ketika menghadapi Fir’aun ataupun umat Nabi Musa sendiri, Bani Israil di Sina. Kisahnya dimulai ketika Nabi Musa berhasil membawa umatnya keluar dari Mesir dan selamat dari kejaran Fir’aun yang ingin membunuh mereka. Namanya disebutkan sebanyak 19 kali di dalam Al-Quran dan wafat di Tanah Tih. Ia menikah dengan dua orang wanita yang bernama Elisheba dan Miriam.
Nabi Harun lahir pada tahun ketika anak-anak tidak dibunuh, sedangkan Musa lahir pada tahun terjadinya pembunuhan. Nabi Harun alaihissalam adalah kakak kandung (kakak satu ibu) dari Musa, maka silsilahnya adalah sebagai berikut Harun bin Imran bin Qahits bin Lawi bin Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim. Menurut situs web scribd.com, silsilahnya adalah sebagai berikut, Harun bin Imran bin Fahis bin 'Azir bin Lawi bin Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim bin Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh.
Kisah Nabi Musa dan Harun
Nabi Musa dan Harun hidup di negeri Mesir yang dipimpin oleh raja yang zalim dan kejam dikenal dengan sebutan “Fir’aun,” ia memperbudak kaumnya dan menindas mereka, bersikap sewenang-wenang di bumi, dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka dan mempekerjakan mereka dengan kerja paksa. Mereka yang tertindas adalah bani Israil; suatu kaum yang nasab mereka sampai kepada Nabi Ya’qub ‘alaihissalam. Bani Israil menempati negeri Mesir ketika Nabi Yusuf ‘alaihissalam menjabat sebagai menterinya.
Suatu ketika Fir’aun bermimpi, bahwa ada sebuah api yang datang dari Baitul Maqdis lalu membakar negeri Mesir selain rumah-rumah Bani Israil. Kemudian ia meminta peramal dan pesihir untuk mentakwilkan mimpinya itu, lalu mereka memberitahukan bahwa akan lahir seorang anak dari kalangan Bani Israil yang akan menjadi sebab binasanya penduduk Mesir. Maka Fir’aun merasa takut terhadap mimpi tersebut, ia pun memerintahkan untuk menyembelih anak-anak laki-laki Bani Israil karena takut terhadap kelahiran orang tersebut.
Nabi Harun menjaga umat Nabi Musa
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi Musa pergi mendatangi Fir’aun untuk mendakwahinya, akan tetapi sebelum ia berangkat, ia berdoa kepada Tuhannya meminta taufiq dan meminta kepada-Nya bantuan,
Musa berkata, “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku–Dan mudahkanlah untukku urusanku,–Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku,–Agar mereka mengerti perkataanku,–Dan Jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku,–(yaitu) Harun, saudaraku,–Teguhkanlah dengannya kekuatanku,–Dan jadikankanlah dia sekutu dalam urusanku,–agar kami banyak bertasbih kepada Engkau,–dan banyak mengingat Engkau.–Sesungguhnya Engkau adalah Maha melihat (keadaan) kami.” (QS. Thaahaa: 25-35)
Maka Allah mengabulkan permohonannya, lalu Musa ingat bahwa ia pernah membunuh orang Mesir, ia takut kalau nanti mereka membunuhnya, maka Allah menenangkannya, bahwa mereka tidak akan dapat menyakitinya sehingga Musa pun tenang (lihat Al Qashash: 35).
Musa pun melanjutkan perjalanannya ke Mesir dan memberitahukan kepada Harun apa yang terjadi antara dirinya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Harun ikut serta menyampaikan risalah kepada Fir’aun dan kaumnya dan membantunya mengeluarkan Bani Israil dari Mesir, maka Harun pun bergembira atas berita itu, ia pun ikut berdakwah bersama Musa.
Fir’aun adalah seorang yang kejam dan berlaku zalim terhadap Bani Israil, sehingga Nabi Musa dan Nabi Harun berdoa kepada Allah agar menyelamatkan keduanya dari tindakan aniaya dari Fir’aun, lalu Allah Ta’ala berfirman meneguhkan hati keduanya,
“Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat”.–Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dan Katakanlah, “Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan Kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk.–Sesungguhnya telah diwahyukan kepada Kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.” (QS. Thaahaa: 46-48)
Maka ketika Musa dan harun berangkat, mulailah keduanya mengajak mereka kepada Allah dan berusaha membawa Bani Israil dari penindasan Fir’aun, akan tetapi Fir’aun mengejek keduanya dan mengolok-olok apa yang mereka berdua bawa serta mengingatkan Musa, bahwa dirinyalah yang mengurus Musa di istananya dan terus membesarkannya hingga ketika dewasa Musa membunuh orang Mesir dan pergi melarikan diri. Maka Nabi Musa‘alaihissalam berkata, “Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf.–Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul.—Budi baik yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil.” (Lihat Asy Syu’araa: 20-22 dan Asy Syu’araa: 23-29)
Kemudian Nabi Musa menawarkan kepadanya bukti yang membenarkan kerasulannya. Maka Fir’aun meminta ditunjukkan buktinya jika Musa memang benar. Nabi Musa pun melempar tongkatnya dan berubahlah tongkat itu menjadi ular yang besar sehingga orang-orang terkejut dan takut terhadap ular itu. Kemudian Musa menjulurkan tangannya ke ular itu, maka ular itu kembali seperti biasa menjadi tongkat. Kemudian Musa memasukkan tangannya ke leher bajunya, lalu ia keluarkan, tiba-tiba tampak warna putih berkilau.
Perlawanan Nabi Musa ‘Alaihissalam dengan Para Penyihir dan Masuk Islamnya Para Penyihir
Ketika ditunjukkan bukti-bukti itu, Fir’aun malah menuduhnya sebagai penyihir, lalu ia meminta untuk dikumpulkan para penyihirnya dari segenap tempat untuk melawan Musa.
Kemudian para penyihir melempar tali dan tongkat, dan tali tersebut berubah menjadi ular sehingga orang-orang takut, bahkan Nabi Musa dan Harun merasa takut terhadapnya, lalu Alllah memberikan wahyu kepada Musa agar ia tidak takut dan melempar tongkatnya, maka Nabi Musa dan saudaranya (Nabi Harun) tenang karena perintah Allah itu.
Nabi Musa pun melempar tongkatnya, maka tongkat itu berubah menjadi ular yang besar yang menelan tali para penyihir dan tongkat mereka. Ketika para penyihir melihat apa yang ditunjukkan Nabi Musa ‘alaihissalam, maka mereka pun mengakui, bahwa itu adalah mukjizat dari Allah dan bukan sihir. Kemudian Allah melapangkan hati mereka untuk beriman kepada Allah dan membenarkan apa yang dibawa Nabi Musa ‘alaihissalam, mereka pun akhirnya hanya bersujud kepada Allah sambil menyatakan keimanan mereka kepada Tuhan Musa dan Harun.
Nabi Harun ‘Alaihissalam menggantikan Nabi Musa ‘Alaihissalam saat Menerima Taurat
Allah mewahyukan kepada Nabi Musa untuk keluar sendiri ke tempat tertentu untuk menerima syariat yang nanti akan dijadikan rujukan oleh Bani Israil, maka Beliau mengangkat Harun sebagai penggantinya; menasihatinya dan mengingatkannya kepada Allah serta memperingatkannya agar tidak menjadi orang-orang yang berusaha mengadakan kerusakan di bumi.
Beliau pun pergi ke gunung yang Beliau pernah mendapat wahyu pertama kali ketika Beliau pulang dari Madyan ke Mesir dan ketikan itulah diturunkan kepada Beliau kitab Taurat.
Bani Israil Menyembah Patung Anak Sapi
Sepeninggal Musa, ternyata Bani Israil telah disimpangkan oleh seorang yang bernama Samiri, ia mengumpulkan perhiasan dan emas mereka serta membuatkan patung yang berongga dalam bentuk anak sapi, dimana jika angin masuk ke dalamnya dari lubang yang satu dan keluar dari lubang yang lain, maka akan keluar suara yang mirip suara anak sapi, lalu Samiri memberitahukan mereka, bahwa itu adalah tuhan mereka dan tuhan Musa, akhirnya Bani Israil percaya dan menyembah patung tersebut meninggalkan menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka Nabi Harun menasihati dan mengingatkan mereka, tetapi mereka tetap saja di atas kebodohan itu, tidak sadar dan tidak memperhatikan nasihat Harun, bahkan mereka menyanggahnya dan hampir saja membunuhnya. Mereka juga memberitahukan, bahwa mereka tidak akan meninggalkan penyembahan kepada patung itu sampai Musa kembali.
Ketika Nabi Musa ‘alaihissalam kembali, ia mendapati kaumnya dalam keadaan seperti itu, ia pun kecewa bercampur sedih, lalu ia mendatangi Nabi Harun, memegang kepala dan janggutnya sambil menariknya dan berkata,
Musa menegur Harun : “Hai Harun! Apa yang menghalangi ketika kau melihat mereka telah sesat, (Qur'an surat Thaahaa 92)
Untuk mengikutiku ke gunung Sinai bersama-sama dengan orang yang beriman? Apakah engkau sengaja melanggar perintahku?" (Qur'an surat Thaahaa 93)
Harun menjawab, “Wahai putera ibuku! Janganlah direnggut janggut dan rambut di kepalaku! Aku sungguh takut kau akan berkata : “Kau telah memecah belah Bani Israil, dan tak mengindahkan perkataanku lagi.” (Qur'an surat Thaahaa 94)
Beliau juga memberitahukan Nabi Musa bahwa kaumnya hampir saja membunuhnya, maka Musa pun meninggalkannya dan pergi mendatangi Samiri; orang yang membuat patung tersebut dan bertanya tentang alasannya, lalu Samiri memberitahukan alasannya, kemudian Musa membakar patung itu hingga habis dan membuang ampasnya ke laut.
Kemudian Nabi Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku! Sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertobatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima tobatmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (Lihat Al Baqarah: 54)
Kemudian Allah ‘Azza wa Jalla memberitahukan kepada Musa, bahwa Harun telah berlepas diri dari mereka dan ia telah berusaha keras untuk menjauhkan mereka dari menyembah patung anak sapi, maka hati Nabi Musa pun tenang karena ternyata saudaranya tidak ikut serta dalam perbuatan dosa itu, maka Nabi Musa ‘alaihissalam menghadapkan dirinya kepada Allah ‘Azza wa Jalla memintakan ampunan untuk dirinya dan saudaranya,
Beliau berkata, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.”(lihat Al A’raaf: 151)
Kemudian Nabi Musa ‘alaihissalam memilih tujuh puluh orang yang terbaik dari kalangan mereka untuk pergi bersamanya ke sebuah tempat yang ditentukan Allah‘Azza wa Jalla. Pada saat mereka telah sampai di tempat tersebut, mereka malah meminta untuk melihat Allah secara nyata, maka Nabi Musa marah kepada mereka dengan keras, dan Allah menurunkan halilintar yang membinasakan mereka hingga ruh-ruh mereka melayang. Lalu Nabi Musa ‘alaihissalam berdoa kepada Allah dan merendahkan diri kepada-Nya meminta agar Dia memberikan rahmat kepada mereka itu. Maka Allah mengabulkan permohonan Nabi Musa ‘alaihissalam dan Dia menghidupkan mereka yang mati karena tersambar halilintar agar mereka bersyukur kepada Allah ‘Azza wa Jalla karena telah menghidupkan mereka setelah matinya (lihat Al Baqarah: 55-56).
Kemudian Nabi Musa as membawa mereka kembali kepada kaumnya dan membacakan kitab Taurat kepada mereka serta menerangkan nasihat dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Beliau juga mengambil perjanjian dari mereka untuk mau mengamalkan isinya, mereka pun mau berjanji dengan terpaksa setelah Allah mengangkat gunung di atas mereka. Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman:
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman), “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!” Mereka menjawab, “Kami mendengar tetapi tidak mentaati.” Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah, “Sangat jahat perbuatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat).” (QS. Al Baqarah: 93)
Penutup
Nabi Harun hidup selama 122 tahun. Beliau wafat 11 bulan sebelum kematian Musa, di daerah al Tiih, yaitu sebelum Bani Israil memasuki Palestina. Mengenai Bani Israil, mereka memang bandel, banyak permasalahan dan sulit dipimpin, namun dengan kesabaran Musa dan Harun, mereka dapat dipimpin agar mengikuti syariat Allah, seperti terkandung dalam Taurat ketika itu.
Setelah Harun dan Musa meninggal dunia, Bani Israel dipimpin oleh Yusya’ bin Nun. Namun, setelah Yusya’ mati, sebagian besar dari mereka meninggalkan ajaran Taurat. Malah, ada kalangan mereka yang mengubah hukum di dalam kitab tersebut, sehingga menimbulkan perselisihan dan perbedaan pendapat, akhirnya menyebabkan perpecahan Bani Israil.