Artikel "Kisah Nabi Nuh as - Rasul Pertama Yang Diutus ke Bumi" adalah bagian dari seri "Kisah 25 Nabi dan Rasul Islam"
Nuh ( Arab: نوح) (sekitar 3993-3043 SM) adalah seorang rasul pertama yang diceritakan dalam Al-Quran. Nuh diangkat menjadi nabi sekitar tahun 3650 SM. Diperkirakan ia tinggal di wilayah Selatan Irak modern. Namanya disebutkan sebanyak 43 kali dalam Al-Quran. Nuh mendapat gelar dari Allah dengan sebutan Nabi Allah dan Abdussyakur yang artinya “hamba (Allah) yang banyak bersyukur”.
Dalam agama Islam, Nuh adalah nabi ketiga sesudah Adam, dan Idris. Ia merupakan keturunan kesembilan dari Adam. Ayahnya adalah Lamik (Lamaka) bin Metusyalih|Mutawasylah (Matu Salij) bin Idris bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Anusyi bin Syits bin Adam. Antara Adam dan Nuh ada rentang 10 generasi dan selama periode kurang lebih 1642 tahun.
Nuh hidup selama 950 tahun. Ia mempunyai istri bernama Wafilah, sedangkan beberapa sumber mengatakan istri Nuh adalah Namaha binti Tzila atau Amzurah binti Barakil dan memiliki empat orang putra, yaitu Kanʻān, Yafith, Syam dan Ham.
Nuh adalah Rasul pertama yang diutus ke atas bumi ini, sedangkan Adam, Syits dan Idris yang diutus sebelumnya hanyalah bertaraf Nabi saja, bukan sebagai Rasul karena mereka tidak memiliki umat atau kaum.
Dakwah Nabi Nuh 'alaihissalam
Nabi Nuh as diutus oleh Allah SWT untuk mengajak kaumnya menyembah Allah SWT. Dan, selama lebih dari 900 tahun berdakwah kepada tiga generasi dari kaumnya, Nabi Nuh AS hanya mendapatkan pengikut sebanyak 70 orang dan delapan anggota keluarganya.
Dakwah nabi Nuh kepada umatnya
“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan yang berhak disembah bagimu selain Dia. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (QS. Al A’raaf: 59)
Nabi Nuh AS berdakwah siang dan malam, namun kaumnya tak juga mau menerima kehadirannya sebagai pesuruh Allah SWT. Hingga akhirnya, ia memohon kepada Allah agar kaumnya yang suka membangkang itu diberikan pelajaran agar mereka mau menyembah Allah. Doanya pun dikabulkan oleh Allah SWT. Ia diperintahkan untuk membuat sebuah kapal sebagai persiapan bila siksa Allah telah datang berupa banjir. Di dalam kapal tersebut, nantinya diikut sertakan pula semua spesies binatang secara berpasang-pasangan.
Membuat bahtera
Bersama para pengikutnya, Nuh mengumpulkan paku dan menebang kayu besar dari pohon yang ia tanam selama 40 tahun. Melalui wahyu-Nya, Allah membimbing Nuh membuat bahtera yang kuat untuk menghadapi serangan topan dan banjir. Bahtera Nuh dianggap merupakan alat angkutan laut pertama di dunia. Pada saat itu kaum nabi Nuh banyak yang mencemoohnya karena pembuatan perahu dilakuakn di atas bukit, umumnya pembuatan perahu dilakukan daerah yang dekat dengan air seperti pantai atau danau.
Sesuai dengan wahyu Allah. Nabi Nuh mengajak kaumnya memasuki kapal yang telah selesai dibuat. Nabi Nuh juga rnembawa berbagai pasang binatang (hanya binatang yang biasa ada di wilayah sekitar) dalam kapalnya itu. Tidak berapa lama sesudah Nabi Nuh dan pengikutnya yang beriman memasuki kapal maka langit yang tadinya cerah berubah menjadi hitam. Mendung tampak tebal sekali diiringi angin kencang yang mulai berhembusan. Bersamaan dengan turunnya hujan lebat, air dari dalam bumi memancar pula ke permukaan. Hujan pun turun dengan lebatnya. Belum pernah ada hujan turun selebat itu. Bagaikan dicurahkan dari atas langit. Rumah-rumah mulai terendam air, angin kencang dan badai menambah kepanikan semua orang.
Nuh pun berkata, “Dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Huud: 41)
Dari kejauhan Nabi Nuh melihat salah seorang putranya yaitu Kan'an sedang berlari-lari menuju puncak gunung. Nabi Nuh memanggil anaknya itu. “Wahai anakku! Naiklah bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” (QS. Huud : 42)
Tetapi anaknya menolak ajakannya dan berkata, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari banjir besar!”
Nuh berkata, “Tidak ada yang melindungi pada hari ini dari azab Allah selain Allah Yang Maha Penyayang.”
"Gelombang pn menjadi penghalang antara keduanya; maka anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Huud : 43)
Kan'an dengan sombongnya terus berlari. Ia tak menghiraukan panggilan dari ayahnya sendiri. Ia mengira banjir itu hanya bencana alam biasa yang akan segera reda, maka ia terus berlari mendaki puncak gunung. Pada akhirnya kan'an pun tenggelam ke dalam lautan tanpa sempat bertaubat.
Ketika diketahui oleh Nuh ‘alaihissalam anaknya termasuk orang-orang yang ditenggelamkan, Nuh ‘alaihissalam berkata:n: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.” (QS. Huud : 45)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, sesungguhnya perbuatannya tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu agar kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (QS. Huud : 46)
Nuh pun berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tidak mengetahuinya. Dan sekiranya Engkau tidak memberikan ampun kepadaku, serta menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Huud : 47)
Setelah banjir telah reda, kapal Nabi Nuh kemudian terdampar (berlabuh) di sebuah bukit yang tinggi (al-Judy). Peristiwa ini secara lengkap terdapat dalam Alquran Surah Nuh ayat 1-28 dan Hud (11) ayat 25-33, 40-48, dan 89. Cerita serupa juga terdapat dalam berbagai surah lainnya dalam Alquran.
Setelah Nabi Nuh dan para pengikutnya turun dan melepaskan hewan-hewan yang diangkutnya, maka mulailah Beliau dan para pengikutnya menjalani hidup yang baru, Beliau berdakwah kepada kaum mukmin dan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama, Beliau banyak melakukan dzikrullah, shalat dan berpuasa hingga Beliau wafat dan menghadap Allah ‘Azza wa Jalla.
Kapal Nabi Nuh menurut Al-Quran
Tentang Bahtera Nabi Nuh as ini sesungguhnya Allah swt telah meninggalkannya sebagai salah satu dari tanda kebesaran-Nya dan agar orang-orang yang datang setelahnya dapat mengambil pelajaran dari kejadian yang dialami oleh Nuh dan orang-orang yang bersamanya yang kemudian diselamatkan dengan bahtera itu sementara orang-orang yang kafir terhadapnya ditenggelamkaan oleh Allah swt, sebagaimana firman-Nya :
وَلَقَد تَّرَكْنَاهَا آيَةً فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ ﴿١٥﴾
فَكَيْفَ كَانَ عَذَابِي وَنُذُرِ ﴿١٦﴾
Artinya : “Dan Sesungguhnya telah kami jadikan kapal itu sebagai pelajaran, Maka Adakah orang yang mau mengambil pelajaran? Maka alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku.” (QS. Al Qomar : 15 – 16)
Sedangkan keberadaan bahteranya setelah Allah swt menyelamatkannya serta orang-orang yang bersamanya juga telah disebutkan didalam firman-Nya :
وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءكِ وَيَا سَمَاء أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاء وَقُضِيَ الأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ وَقِيلَ بُعْداً لِّلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Artinya : “Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan Hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Jud!, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim .” (QS. Huud : 44)
Menurut Al Qur'an, bahtera Nuh telah mendarat di Bukit Jud! dan banyak perbedaan pendapat mengenai Bukit Jud! tersebut, baik dari para ulama maupun temuan arkeolog. Ada pendapat yang menunjukkan suatu gunung di wilayah Kurdi atau tepatnya di bagian selatan Armenia, ada pendapat lain dari Wyatt Archeological Research, bukit tersebut terletak di wilayah Turkistan Iklim Butan, Timur laut pulau yang oleh orang-orang Arab disebut sebagai Jazirah Ibnu Umar (Tafsir al-Mishbah).
Perlu diketahui bahwa banjir besar yang terjadi pada masa nabi Nuh as tidaklah terjadi di seluruh muka bumi melainkan pada wilayah yang terdapat kaum nabi Nuh as saja, seperti yang tercantum dalam AlQur'an:
“ Dan tidaklah Rabbmu membinasakan kota-kota sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezhaliman." (Surat Al-Qashash ayat59)
Untuk lebih jelasnya silahkan simak dalam artikel "Kaum nabi Nuh" karya Harun Yahya.