Beranda | 25 Nabi | Tokoh Militer | Tokoh Muslim | Tokoh Wanita

Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib

Masjid di Xian, China
Masjid di Xian, China. [Foto: Helen Kuyper
Ali Zainal Abidin
 (Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Hussein bin Ali bin Abi Thalib) / Ali bin Husain

Kunyah: Abu Muhammad

Lahir: 15 Jumadil awal 38 H ˜ 658 Masehi ( 6 Januari 658 M, Madinah, Arab Saudi)

Meninggal: 25 Muharram 95 H ˜ 713 Masehi (20 Oktober 713 M, Madinah, Arab Saudi)

Tempat lahir: Madinah

Dikuburkan: Jannatul Baqi, Madinah

Masa hidup: 

Sebelum Imamah: 37 tahun (38 - 75 H)
- 2 tahun bersama kakeknya Imam Ali
- 12 tahun bersama pamannya Imam Hasan
- 23 tahun bersama ayahnya Imam Husain

Imamah: 20 tahun (75 - 95 H)

Gelar: 
Las-Sajjad (Arab: ahli sujud)
Zainal Abidin (Arab: hiasan para ahli ibadah)

Istri: Fatimah binti Hasan
Ayah: Husain
Ibu: Syahzanan

Keturunan

11 anak laki-laki: 
Muhammad al-Baqir, ibunya adalah Ummu Abdullah binti al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Merupakan Imam selanjutnya menurut Imamiyah.
Abdullah al-Bahir
al-Hasan
al-Husain al-Akbar
Zaid, imam pengganti menurut Zaidiyah.
al-Husain al-Asghar
Abdurrahman
Sulaiman
Muhammad al-Asghar atau Qaim
Umar al-Asyraf
Ali, merupakan anak bungsu

4 anak perempuan
Khadijah, saudara seibu dengan Ali
Fatimah
Aliyah
Ummu Kultsum

Ali bin Husain adalah imam ke-4 dalam tradisi Syi'ah. Ia anak dari Husain bin Ali dan cicit dari Nabi Muhammad SAW. Ia dikenal oleh Syi'ah dengan julukan Zainal Abidin karena kemuliaan pribadi dan ketakwaannya dan as-Sajjad sebagai tanda "orang yang terus melakukan sujud dalam ibadahnya". Beliau juga dipanggil dengan nama Abu Muhammad, bahkan kadang ditambah dengan Abu al-Hasan.


Kelahiran

Ali bin Husain dilahirkan di Madinah pada tahun 38 H/658-659 M menurut mayoritas riwayat yang ada, riwayat lainnya menyatakan ia dilahirkan pada tanggal 15 Jumadil Ula 36 H. Dua tahun tinggal bersama kakeknya, Ali bin Abi Thalib, 12 tahun tinggal bersama pamannya, al-Hasan, 23 tahun tinggal bersama ayahnya, al-Husain.


Ibu

Ada beberapa riwayat yang menyatakan tentang siapa ibu dari Ali Zainal Abidin, antara lain:

Riwayat pertama menyatakan bahwa ibunya bernama Syahzanan putri dari Yazdigard bin Syahriyar bin Choesroe. Selain itu disebut juga ia bernama Syahrbanawaih. Khalifah Ali bin Abi Thalib mengangkat Huraits bin Jabir al-Hanafi untuk menangani urusan bagian provinsi-provinsi timur, Huraits memberikan kepada Ali dua putri Yazdigard bin Syahriyar bin Choesroe. Salah satu putri Yazdigard ini yang bernama Syahzanan diberikan Ali kepada putranya yang bernama al-Husain. Syahzanan kemudian memberikan anak lelaki kepada al-Husain. Anak lelaki ini bernama Zainal Abidin. Ali memberikan putri Yazdigard yang satunya lagi kepada Muhammad bin Abu Bakar, yang melahirkan seorang anak lelaki bernama al-Qasim.

Riwayat lainnya menyatakan bahwa ibunya bernama Syahrbanu, putri Yazdigird, kaisar terakhir Sasaniyah, Persia. Oleh karena itu Ali Zainal Abidin dijuluki pula Ibn al-Khiyaratyn, yaitu anak dari dua yang terbaik, yaitu Quraisy di antara orang Arab dan Persia di antara orang non-Arab. Menurut riwayat itu ibunya dibawa ke Madinah sebagai tahanan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab yang hendak menjualnya. Namun Ali bin Abi Thalib menyarankan sebaiknya Syahrbanu terlebih dahulu diberi pilihan untuk menjadi istri salah seorang Muslim, dan mas kawinnya diambil dari Baitul Mal. Khalifah Umar menyetujuinya, dan akhirnya Syahrbanu memilih putra Ali bin Abi Thalib yaitu Husain. Konon Syahrbanu wafat tak lama setelah melahirkan anak semata wayangnya ini.


Riwayat hidup

Setelah kejadian "karbala", Ali Zainal Abidin menjadi pengganti al-Husein sebagai pemimpin umat dan sebagai penerima wasiat Rasul yang ke-empat. Ketika Imam Ali bin Abi Thalib memegang tapak pemerintahan, beliau menikahkan al-Husein dengan seorang pultri Yazdarij, anak Syahriar, anak kisra, raja terakhir kekaisaran Persia yang bernama Syahar Banu. Dari perkawinan yang mulia inilah Imam Ali Zainal Abidin dilahirkan.

Pada usia dua tahun pertama di masa kecilnya, beliau diasuh oleh kakeknya, Ali bin Abi Thalib. Dan setelah kakeknya berpulang ke rahmatullah beliau diasuh pamannya al-Hasan, selama delapan tahun. Beliau mendapat perlakuan yang sangat istimewa dari pamannya.

Sejak masa kecilnya beliau telah menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang terpuji. Keutamaan budi, ilmu dan ketaqwaan telah menyatu dalam dirinya. al-Zuhri berkata: "Aku tidak menjumpai seorang pun dari Ahlul Bait nabi s.a.w yang lebih utama dari Ali bin Husein.

Beliau dijuluki as-sajjad, karena banyaknya bersujud. Sedang gelar Zainal Abidin (hiasannya orang-orang ibadah) karena beliau selalu beribadah kepada Allah SWT. Bila akan shalat wajahnya pucat, badannya gemetar. Ketika ditanya: Mengapa demikian? Jawabannya: "Kamu tidak mengetahui di hadapan siapa aku berdiri shalat dan kepada siapa aku bermunajat".

Setelah kesyahidan al-Husein beserta saudara-saudaranya, beliau sering kali menangis. Tangisannya itu bukanlah semata-mata hanya karena kematian keluarganya, namun karena perbuatan umat Muhammad s.a.w yang durjana dan aniaya, yang hanya akan menyebabkan kesengsaraan mereka di dunia dan di akhirat. Bukankah Rasulullah s.a.w tidak meminta upah apapun kecuali agar umatnya mencintai keluarganya. Sebagaimana firman Allah (as-Syura 23). "Dan bukti kecintaan kita kepada keluarganya adalah dengan mengikuti mereka."

Di saat keluarganya telah dibantai, sementara penguasa setempat sangat memusuhinya, misalnya di zaman Yazid bin Muawiyah beliau dirantai dan dipermalukan di depan umum, di zaman Abdul Malik raja dari Bani Umayyah beliau dirantai lagi dan dibawa dan Damaskus ke Madinah lalu kembali lagi ke Madinah, Akhirnya beliau banyak menyendiri serta selalu bermunajat kepada khaliqnya.

Amalannya dilakukan secara tersembunyi. Setelah wafat, barulah orang-orang mengetahui amalannya. Sebagaimana datuknya, Ali bin Abi Thalib, beliau memikul tepung dan roti dipunggungnya guna dibagi-bagikan kepada keluarga-keluarga fakir miskin di Madinah.

Dalam pergaulannya, beliau sangat ramah bukan hanya kepada kawannya saja melainkan juga kepada lawannya. Dalam bidang ilmu serta pengajaran, meskipun yang berkuasa saat itu al-Hajjaj bin Yusuf As-Tsaqofi seorang jiran yang kejam yang tidak segan-segan membunuh siapapun yang membela keluarga Rasulullah s.a.w, beliau masih sempat memberikan pengajaran dan menasehati para penguasa.


Wafatnya

Ali bin Husain meninggal di kota Madinah pada tanggal 25 Muharram 95 H/713 M (dalam usia 57 tahun), ada pula yang menyatakan wafat pada 25 Muharram 95 H. Disemayamkan di pekuburan Baqi’, dekat makam dari pamannya, Al-Imam Hasan, yang disemayamkan di qubah Al-Abbas. Beliau wafat dengan meninggalkan 11 orang putra dan 4 orang putri.

Sumber: 
  • http://alraudahalridho.tripod.com/id17.html
  • Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy
  • Wikipedia