Jeremy Bentham - Filsuf Pendiri Utilitarianisme
Masa kecil
Jeremy Bentham lahir di London, Inggris pada 15 Februari 1748. Waktu kecil, ia seolah menjadi seorang anak yang “ajaib” karena suatu saat dia yang masih anak-anak sudah mulai membuka buku tentang sejarah bangsa Inggris. di meja ayahnya dan hal yang paling menajubkan adalah ketika dia mulai mempelajari bahasa Latin semenjak dia berumur tiga tahun. Pada umurnya yang ke- 12 dia menempuh pendidikan di Queen’s College Oxford. Ayahnya yang juga merupakan seorang ahli hukum, yakin bahwa Bentham akan mengikuti jejaknya untuk menjadi seorang ahli hukum.
Latar belakang
Praktek ketidakadilan sosial membuat Bentham, sebagai seorang mahasiswa hukum, sangat berminat tehadap berbagai persoalan yang berkaitan dengan moralitas publik. Ia banyak menulis tentang permasalahan etika, politik dan hukum. dalam rentang usianya yang cukup panjang, Bentham selalu bersemangat untuk menerapkan ide-ide praktisnya. Ia menjadi pemimpin dari sebuah kelompok yang dikenal sebagai Para Radikal Filosofis (Philosophical Radicals) yang menjadi ujung tombak dari gerakan reformasi liberal. Gerakan ini benyak menyoroti persoalan seputar pendidikan, hukum tentang aktivitas s3ksual, korupsi dalam institusi-institusi publik, penyensoran, dan pengelolaan penjara.
Universitas baru
Pemikiran Bentham amat dipengaruhi oleh filsuf Prancis sebelum revolusi. Ide mereka dikembangkan lebih lanjut oleh Bentham, yang kemudian memengaruhi sosialisme di Inggris pada abad 19. Bentham dan para pengikutnya yang utama adalah para freethinker (pemikir bebas, tak beragama).
Karena saat itu, para freethinker tidak diperkenankan masuk ke Universitas Oxford ataupun Cambridge, mereka pun mendirikan universitas baru. Namanya adalah University College London, yang berdiri tahun 1826.
Jeremy Bentham terus hadir di kampus itu sampai hari ini (dalam pengertian harafiah). Di aula masuk, jasadnya yang telah dibalsem dipajang dalam sebuah kotak kaca, lengkap dengan pakaian yang biasa dikenakannya.
Keunikan Bentham
Bentham punya kebiasaan unik dalam hal penerbitan. Sebelum satu tulisan selesai, ia sering memulai tulisan lain dan meninggalkan tulisan pertama yang akhirnya tak kunjung purna. Kalaupun ia menyelesaikannya, ia tidak melakukan apa-apa untuk menerbitkannya. Berkat campur tangan sahabat-sahabatnya, tulisan Bentham kemudian diterbitkan dan banyak di antaranya setelah ia wafat. Bahkan yang membuat namanya semakin terkenal justru sebuah terjemahan ke dalam bahasa Perancis yang diterbitkan di Paris pada 1802, pada saat ia telah 10 tahun menjadi warga negara republik Prancis yang baru. Bentham jenis orang yang berkembang belakangan. Tidak seperti kebanyakan orang, ia justru menjadi semakin radikal ketika semakin tua.
Westminister Review
Pada 1824, hanya beberapa tahun sebelum wafatnya pada usia 84, dengan koceknya sendiri Bentham mendirikan Westminister Review. Selama bertahun-tahun forum ini menjadi sebuah sebuah forum yang luar biasa efektif bagi tampilnya ide-ide maju. Misalnya saja tiga dasawarsa kemudian, Westminister Review membuat perhatian dunia tertuju pada filsafat Schopenhauer yang terabaikan selama hampir 35 tahun.
Kebaikan yang terbesar
Sebagai prinsip pedoman bagi kebijakan publik, Bentham mengambil sebuah pepatah yang telah dikemukakan sejak awal abad 18 oleh seorang filsuf Skotlandia-Irlandia bernama Francis Hutcheson. Pepatahnya: "Tindakan yang terbaik adalah yang memberikan sebanyak mungkin kebahagiaan bagi sebanyak mungkin orang". Bentham mengembangkan pepatah ini menjadi sebuah filsafat moral, yang menyatakan bahwa benar salahnya suatu tindakan harus dinilai berdasarkan konsekuensi-konsekuensi yang diakibatkannya.
Konsekunsi yang baik adalah konsekuensi yang memberikan kenikmatan kepada seseorang. Di lain pihak, konsekuensi yang buruk adalah konsekuensi yang memberikan penderitaan kepada seseorang. Dengan demikian, dalam situasi apapun pedoman tindakan yang benar adalah arah memaksimumkan kenikmatan dibandingkan penderitaan. Atau dengan kata lain, meminimumkan penderitaan dibandingkan kenikmatan.
Filsafat ini kemudian dikenal sebagai utilitarianisme. Dinamakan demikian karena menilai setiap tindakan berdasarkan utilitasnya, yakni keberagamannya dalam membawakan konsekuensi-konsekuensi. Para pendukung filsafat ini menerapakan prinsip-prinsip tersebut dalam bidang moralitas individu, kebijakan politik, hukum, dan sosial. Filsafat ini sangat terlihat dalam memengaruhi pemerintahan Inggris. The greatest good of the greatest number yang artinya, kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar. Prinsip ini sudah menjadi ungkapan keseharian yang sudah sangat akrab di telinga setiap orang Inggris.
Penutup
Pada tahun 1820 Bentham menjadi figure yang diakui oleh bangsa Inggris dan sebagian belahan dunia. Ide- ide Bentham telah mempengaruhi perubahan administrasi public selama abad ke-19 dan tulisan-tulisannya masih menjadi perdebatan dalam lingkup akademik khususnya tulisannya tentang kebijakan sosial, legal positivism, dan kesejahteraan ekonomi.
Namun, dalam perjalanannya mempelajari ilmu hukum, dia sangat kecewa dengan praktek hukum saat itu. Untuk alasan itu, ia memutuskan untuk mulai menulis pemikiran-pemikiran serta kritisasi nya tentang praktek hukum saat itu. Selain itu, dia juga menuliskan masukan-masukannya untuk peningkatan kualitas hukum. Salah satu tulisannya yaitu Handbook of Political Fallacies yang ditulisa pada tahun 1824. Buku ini menjelaskan tentang logika dan retorika dalam debat politik. Buku lain yang ia hasilkan yaitu On Laws in General yang menjelaskan tentang teori yurispridensi. Dari sekian pemikirannya , “Greatest happiness principle” merupakan yang paling terkenal.
Jeremy Bentham meninggal di London, Inggris pada 06 Juni 1832 (umur 84).
Sumber:
- http://id.wikipedia.org/wiki/Jeremy_Bentham
- http://profil.merdeka.com/mancanegara/j/jeremy-bentham/