Pernah menduduki kursi Ketua Umum PWI Pusat (1955-1970), di bidang jurnalistik ini ia meraih popularitasnya sebagai penulis esai kelas wahid di Indonesia. Ia pernah menjadi kolumnis tetap di Tempo dan Kompas. Ciri khas tulisannya adalah humor, kreativitas berbahasa, serta mampu menyajikan persoalan dengan sederhana.
Ia juga menulis novel "Dari Hari ke Hari", serta "Angin Musim". Tahun 1974 "Dari Hari ke Hari" meraih penghargaan Roman Terbaik dari Dewan Kesenian Jakarta.
Awal
Mahbub Junaidi lahir di Jakarta pada 27 juli 1933. Ia adalah anak pertama dari 13 Saudara kandungnya. Ayahanya, H. Djunaidi adalah tokoh NU dan pernah jadi anggota DPR hasil Pemilu 1955. Keluarganya harus mengungsi ke Solo karena kondisi yang belum aman pada saat awal kemerdekaan. Di Solo, ia menempuh pendidikan di Madrasah Mambaul Ulum. Di tempat itu Mahbub diperkenalkan tulisan-tulisan Mark Twain, Karl May, Sutan Takdir Alisjahbana, dan lain-lain.
Pada tahun 1948, saat Belanda menduduki Solo, Mahbub Junaidi dan keluarganya kembali ke Jakarta. Di sana ia kemudian melanjutkan pendidikannya, masuk ke SMA Budi Utomo. Di sekolah barunya bakat menulis yang dimilikinya semakin terasah. Ia sering menulis sajak, cerpen, dan esei. Tulisan-tulisannya banyak dimuat majalah Siasat, Mimbar Indonesia, Kisah, Roman dan Star Weekly. Bakatnya ini terus berlanjut hingga ia menjadi mahasiswa, organisatoris, kolumnis, sastrawan, jurnalis, agawaman, poltisi dan sebagainya.
Kepiawaiannya dalam menulis pernah teruji saat dirinya menerjemahkan buku 100 Tokoh Yang Berpengaruh di Dunia karangan Michael H. Hart. Selain itu, dalam menulis kolom, Mahbub sangat terkenal dengan bahasa satire dan bahasanya yang humoris. Bahkan, Bung Karno samapai terkesan dengan tulisan beliau, karena Mahbub mengatakan Pancasila lebih agung dari Declaration of Independence.
Pada sebuah pertemuan wartawan di Vietnam, Mahbub menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi kendati ia cukup fasih berbahasa Inggris atau Prancis. Inilah sikap nasionalismenya.
Salah satu ciri dari tulisan Mahbub adalah kepandaiannya dalam memasukkan unsur humor. Humor adalah cara dari Mahbub untuk mengajak seseorang masuk kedalam suatu masalah, karena salah satu kebiasaan dari orang Indonesia adalah suka tertawa, maka untuk mengkritik dengan cara yang enak adalah lewat humor.
Sebagai kolumnis, tulisan Mahbub Junaidi kerap dimuat harian Kompas, Sinar Harapan, Pikiran Rakyat, Pelita, dan TEMPO. Akibat tulisannya yang tajam, Ia pernah ditahan selama satu tahun di tahun 1978. Jeruji besi dan gelapnya penjara tak menghambat nalar menulisnya di dalam penjara ia menerjemahkan Road to Ramadhan, karya Heikal, dan menulis sebuah novel Maka Lakulah Sebuah Hotel. Jaya pada tahun 1975.
Ketua PMII Tiga Periode
Dalam kariernya sebagai aktivis mahasiswa, Haji Mahbub Junaidi bersama sahabat-sahabatnya membentuk Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) pada 17 April 1960, dan pada saat itu juga Mahbub Junaidi terilih sebagai ketua umum. Jabatannya sebagai Ketua Umum PP.PMII diembannya selama tiga periode, yaitu periode 1960–1961, hasil Musyawarah Mahasiswa Nahdliyin pada saat PMII pertama kali didirikan di Surabaya Jawa Timur. Periode 1961-1963, Hasil Kongres I PMII di Tawangmangu Jawa Barat. Dan Periode 1963-1967, hasil Kongres PMII II di Kaliurang Yogjakarta.
Meninggal dunia
H. Mahbub Junaidi, seorang penulis yang memulai karier menulisnya ketika Ia duduk di bangku Sekolah, sebagai Redaktur majalah Sekolah Dasar di Solo, meninggal di Bandung pada 1 Oktober 1995. Ia dimakamkan di Jalan Soekarno - Hatta Gang Assalam No.41, Babakan Ciparay, Kota Bandung, Jawa Barat 40223.
Sumber:
- www.nu.or.id , "Mahbub Junaidi, Sang Pendekar Pena"
- pojokmahbubdjunaidi.blogspot.co.id, "Koleksi esai-esai H. Mahbub Djunaidi di pelbagai media massa"