Beranda | 25 Nabi | Tokoh Militer | Tokoh Muslim | Tokoh Wanita

Biografi Syaikh Ahmad Khatib Sambas - Pendiri Tarekat Qadariyah dan Naqsabandiyah (TQN)

Syaikh Ahmad Khatib Sambas memiliki nama lengkap Muhammad Khatib ibn Abd Al-Ghoffar Al-Sambasi Al-Jawi merupakan pendiri tarekat Qadariyah dan Naqsabandiyyah (TQN). 

Syekh Ahmad Khatib Sambas lahir pada tahun 1217 H (1802 M) di Kampung Dagang, Sambas, Propinsi Kalimantan Barat. Beliau merupakan putra dari Abdul Ghaffar bin Abdullah bin Muhammad bin Jalaluddin.

Nama Sambas adalah nisbah atau diambil dari nama suatu tempat/kota yang berada di pantai utara, Kalimantan Barat. Sehingga nama beliau yang semula adalah Ahmad Khatib kemudian ditambah menjadi Ahmad Khatib Sambas.

Biografi Syaikh Ahmad Khatib Sambas - Pendiri Tarekat Qadariyah dan Naqsabandiyah (TQN)

Pendidikan

Syekh Ahmad Khatib Sambas kecil mendapatkan pendidikan agama dari pamannya yang merupakan tokoh agama di Kesultanan Sambas pada waktu itu. Sejak kanak-kanak, Syekh Ahmad Khatib Sambas terkenal sebagai santri cerdas dan memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan teman-teman sebayanya. Beliau menghabiskan masa remajanya untuk mempelajari ilmu-ilmu agama, ia berguru dari satu guru-ke guru lainnya di wilayah kesultanan Sambas. Salah satu gurunya yang terkenal di wilayah tersebut adalah, H. Nuruddin Musthafa, Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas.

Saat Syekh Ahmad Khatib Sambas menginjak usia dewasa. Dikutip dari buku Akulah Debu Di Jalan Al-Musthofa karya Tri Wibowo BS, usia Syekh Ahmad Khatib Sambas saat itu menginjak 19 tahun. Syekh Ahmad Khatib Sambas pergi untuk menuntut ilmu dan berhaji bersama ayahnya. 

Singkat cerita, karena kecerdasannya pengkajian ilmu yang seharusnya ditempuh dalam 30 tahun, namun oleh Syekh Ahmad Khatib Sambas dalam waktu 3 tahun telah terselesaikan.


Bermukim di Mekah

Setelah melaksanakan ibadah haji, Syekh Ahmad Khatib Sambas tidak turut pulang bersama ayahnya. Ia memilih bermukim untuk melanjutkan  pendidikan agamanya. Sejak saat itu juga Syekh Ahmad Khatib Sambas menetap di makkah hingga akhir hayatnya. Syekh Ahmad Khatib Sambas meninggal pada 1872 M. 

Syekh Ahmad Khatib Sambas menetap di Makkah dan menikah dengan seorang wanita Arab keturunan Melayu. Dari penikahannya ini dikaruniai tiga orang anak putra dan putri, yakni Yahya, Siti Khadijah dan Abdul Gaffar. Dari tiga orang anak, Syaikh Ahmad Khatib Sambas ini kemudian mempunyai keturunan dan beranak cucu, hingga di antara keturunanya itu sekarang banyak tinggal di Singkawang, Kalimantan Barat. Sedangkan, mereka yang tinggal di Singkawang diperkirakan keturuan kelima dan keenam.


Mendirikan Tarekat Qadariyah dan Naqsabandiyyah (TQN)

Syekh Ahmad Khatib Sambas adalah seorang ulama sufi yang mendirikan perkumpulan Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah. Perkumpulan thariqah ini merupakan penyatuan dan pengembangan terhadap metode dua thariqat sufi besar yakni Qadiriyah dan Naqsyabandiyah.

Ajaran Syeikh Ahmad Khatib Sambas adalah Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah memiliki ajaran yang diyakini kebenarannya, terutama dalam hal-hal kesufian. Beberapa ajaran yang merupakan pandangan para pengikut tarekat ini bertalian dengan masalah tarekat atau metode untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Metode tersebut diyakini paling efektif dan efisien. Karena ajaran dalam tarekat ini semuanya didasarkan pada al-Qur'an, al-Hadits, dan perkataan para ulama arifin dari kalangan Salafus shalihin.

Thariqat Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah mempunyai peranan penting dalam kehidupan muslim Indonesia. Dan yang sangat penting adalah membantu dalam membentuk karakter masyarakat Indonesia. Bukan karena Syekh Ahmad Khatib Sambas sebagai pendiri adalah orang lokal (Indonesia) tetapi para pengikut kedua Thariqat ini ikut berjuang dengan gigih terhadap imperialisme Belanda dan terus berjuang melalui gerakan sosial-keagamaan dan institusi pendidikan setelah kemerdekaan.


Peranan dalam masa penjajahan Belanda

Perlawanan yang dilakukan oleh suku Sasak, pengikut Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah yang dipimpin oleh Syekh Guru Bangkol juga merupakan bukti yang melengkapi pemberontakan petani Banten, bahwa perlawanan terhadap pemerintahan Belanda juga dipicu oleh keikutsertaan mereka pada perkumpulan Thariqoh yang didirikan oleh Syekh Ahmad Khatib Sambas ini.

Thariqat Qadiriyyah wan Naqshabandiyyah mempunyai peranan penting dalam kehidupan muslim Indonesia, terutama dalam membantu membentuk karakter masyarakat Indonesia. Bukan semata karena Syekh Ahmad Khatib Sambas sebagai pendiri adalah orang dari Nusantara, tetapi bahwa para pengikut kedua Thariqat ini adalah para pejuang yang dengan gigih senantiasa mengobarkan perlawanan terhadap imperialisme Belanda dan terus berjuang melalui gerakan sosial-keagamaan dan institusi pendidikan setelah kemerdekaan.


Wafat

Syekh Ahmad Khatib Sambas wafat di Mekkah pada tahun 1289 H bertepatan pada tahun 1875 M dalam usia 72 tahun. 

Mengenai wafatnya, terdapat beberapa perbedaan mengenai tahun wafat beliau, karena ada yang menyebutkan tahun 1872 M dan ada juga yang mengatakan 1875M, namun tulisan di sini mengambil sumber dari buku "Perkembangan Ilmu Tasawuf dan tokoh-tokohnya di Nusantara".


Karya

Ahmad Khatib Sambas memiliki beberapa karya yang berpengaruh, salah satunya adalah Fath al-'Arifin (kemenangan orang-orang yang Arif) yang menjelaskan unsur-unsur dasar doktrin sufi sebagai janji kesetiaan ( baiat ), mengingat Tuhan ( dzikir ), perenungan ( muraqabah ) , dan rantai atau silsilah spiritual Tarekat Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah.

Murid-murid Ahmad Khatib antara Syekh 'Abd al-Karim al-Banteni (Kiai Agung) yang akan mendukung kepemimpinan Tarekat Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah, juga Kiai Tolhah dari Cirebon dan Kiai Ahmad Hasbullah bin Muhammad dari Madura, tokoh terakhir ini merupakan ilmuwan . Fakta menyimpulkan bahwa ilmuwan melanggar atau bermusuhan dengan tarekat-tarekat.

Murid-murid beliau yang lain adalah Syekh Nuruddin asal Filipina dan Syekh Muhammad Saad dari Sambas yang mengajar tarekat dari kalangan awam. Lalu ada Syekh Haji Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad dari Tasikmalaya yang mendirikan Pondok Pesantren Tasikmalaya pada hari Kamis 7 Rajab 1323 (5 September 1905), dan masih banyak lagi muridnya yang terus mengajar ajaran Tarekat Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah.

Sumber: