Kisah Sahabat Abdullah bin Rawahah - Penyair dan Salah satu dari As-Sabiqun Al-Awwalun
Abdullah bin Rawahah merupakan sahabat Nabi Muhammad SAW yang menjadi salah satu dari dua belas orang pertama yang menyatakan keislaman dari kalangan Anshar sebelum terjadinya Hijrah.
Abdullah bin Rawahah atau yang sering dikenal dengan Abu Muhammad memiliki nama lengkap Abdullah bin Rawahah bin Tsa’labah Al-Anshari Al-Khazraji, ia merupakan paman dari sabahat besar Nu’man bin Basyir. Abu Muhammad merupakan salah satu dari dua belas pemimpin setelah tercapainya Bai’at ‘Aqabah II.
Ibnu Rawahah ikut dalam perang Badar, perang Uhud, perjanjian Hudaibiyah, dan Umrah Al-Qadha’. la pernah ditugaskan Nabi untuk menggantikan Beliau di Madinah, karena Beliau pergi ke luar kota Madinah dalam rangka untuk berperang.
Beliau meiliki kemampuan membuat puisi. Sebagai seorang penulis dan penyair ulung, untaian syair-syairnya begitu kuat dan indah didengar. Tak hanya dikenal sebagai penyair, Abdullah bin Rawahah rupanya sosok yang jujur dan tegas.
Penyair
Suatu ketika Abdullah bin Rawahah sangat berduka dengan turunnya ayat, "dan para penyair, banyak pengikut mereka orang-orang sesat." (QS asy- Syu'ara: 224). Namun, kedukaannya terhibur dengan turunnya ayat lain, "Kecuali orang-orang (penyair) yang beriman, beramal saleh, banyak ingat kepada Allah, dan menuntut bela sesudah mereka dianiaya." (QS asy-Syu'ara: 227).
Menolak Suap
Menurut Bukhari dan Muslim (Abdul Mun'im al-Hasyimi, 2018), suatu ketika Nabi Muhammad SAW. menugaskan Abdullah bin Rawahah datang ke wilayah Khaibar untuk menaksir jumlah kurma yang dimiliki masyarakat sana. Pengecekan itu dimaksudkan untuk keperluan penetapan jumlah jizyah (pajak bagi penduduk non-Muslim). Memang, Khaibar adalah wilayah penduduk Yahudi tinggal. Sesuai kesepakatan, mereka harus membayar pajak (jizyah) karena tinggal di wilayah kekuasaan Islam.
Sesuai dengan perintah Nabi Muham mad SAW, Abdullah bin Rawahah memeriksa jumlah kurma yang masih menggantung di atas pohon. Namun, tidak disangka-sangka, penduduk Khaibar yang notabene Yahudi- mengumpulkan perhiasannya dan menemui Abdullah bin Rawahah. Penduduk Khaibar menyerahkan perhiasan itu kepada Abdullah bin Rawahah dengan harapan utusan Nabi itu mengurangi taksirannya dan memberikan keringanan dalam hal jizyah.
Abdullah bin Rahawah dengan tegas langsung menolak suap yang ditawarkan penduduk Khaibar itu. Dia menegaskan, harta suap adalah haram. Oleh karena itu, dia tidak mau mengambilnya sedikitpun.
Panglima Perang Mutah
Ketika kaum Muslimin terjun ke medan perang demi membela kalimat Allah, Abdullah bin Rawahah turut tampil membawa pedangnya ke medan tempur Badar, Uhud, Khandaq, Hudaibiyah, dan Khaibar. Ia menjadikan kalimat syairnya sebagai slogan perjuangan. "Wahai diri! Seandainya kamu tidak tewas terbunuh dalam perang, maka kamu akan mati juga!"
Abdullah bin Rahawah mengikuti setiap pertempuran dalam membela Islam. Saat Perang Mu'tah melawan balatentara Romawi yang hampir mencapai 200.000 orang, ia berdiri di depan barisan pasukan Muslim.
Waktu itu, Zaid bin Haritsah sebagai panglima perang pertama gugur. Demikian juga dengan panglima perang kedua Ja'far bin Abi Thalib.
Setelah kedua panglima tersebut tewas, Abdullah bin Rahawah meraih panji perang dari tangan Ja'far dan terus memimpin pasukan. Ia terus menerjang barisan tentara musuh.
Abdullah bin Rahawah gugur dalam pertempuran Mu'tah. Posisinya sebagai panglima perang kemudian digantikan oleh Khalid bin Walid atas persetujuan seluruh anggota pasukan dalam pertempuran Mu'tah.
Referensi:
keteladanan abdullah bin rawahah, karakter abdullah bin rawahah, semboyan abdullah bin rawahah, nilai nilai keteladanan abdullah bin rawahah, karakter dan nilai-nilai keteladanan abdullah bin rawahah, hikmah dari kisah abdullah bin rawahah, sahabat yang menggantikan abdullah bin rawahah memimpin perang mu'tah adalah, hikmah yang dapat diambil dari kisah abdullah bin rawahah