Syekh Bentong - Saudagar Muslim & Ulama Asal Cina

Makam Syekh Quro ayah Syekh Bantong bersama Makam Syekh Bentong yang terletak di Karawang
Makam Syekh Quro ayah Syekh Bantong bersama
Makam Syekh Bentong yang terletak di Karawang
Syekh Bentong atau Syekh Bantiong (Kiyai Bah Tong alias Tan Go Wat) adalah seorang saudagar muslim sekaligus seorang ulama, Syekh Bentong putra Syekh Quro putra Syekh Yusuf Siddik yang masih putra Syekh Jamaluddin Akbar al-Husain, datang dari Cina bersama armada angkatan laut Kekaisaran Cina dalam misi persahabatan. Syech Bentong disebut pula dengan nama Panembahan Pulomasigit atau Syech Darugem.

Pada tahun 1416 M, armada angkatan laut Cina mengadakan pelayaran keliling, atas perintah Kaisar Cheng-Hu atau Kaisar Yunglo, Kaisar Dinasti Ming yang ketiga. Armada angkatan laut tersebut dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho alias Sam Po Tay Kam seorang muslim. Dalam rombongan armadanya, terdapat seorang Ulama Islam bernama Syekh Hasanudin berasal dari Campa, bermaksud berdakwah di Jawa. Dalam pelayaran menuju Majapahit, armada Cheng Ho singgah di Pura, Karawang. Ketika armada Cheng Ho singgah di Pura Karawang, Syekh Hasanudin atau Syekh Quro dan pengiringnya turun, di antara pengiringnya adalah putranya yang bernama Syekh Bentong alias Kiyai Bah Tong alias Tan Go Wat.


Kesultan Demak

Syekh Bentong selanjutnya tinggal di Gresik menjadi Saudagar dan da’i. Dari istrinya Siu Te Yo, ia mempunyai seorang puteri diberi nama Siu Ban Ci, puteri ini yang diperistri oleh Prabu Brawijaya V Kertabumi Raja Majapahit. Dari perkawinannya dengan Siu Ban Ci, memperoleh putera yang diberi nama Jin Bun oleh Kakeknya. Jin Bun alias Praba alias Raden Hasan alias Raden Fatah selanjutnya menjadi Senapati Jin Bun Ngabdur Rahman Panembahan Palembang Sajidin Panatagama menjadi Sultan Demak pertama.


Karawang dan Demak

Kembali ke Syekh Hasanudin atau Syekh Quro, setelah beberapa lama tinggal di Pura Karawang, berjodoh dengan Ratna Sondari, puteri penguasa daerah Pura Karawang, yaitu Ki Gedeng Karawang. Dari perkawinannya memperoleh putera yang kemudian dikenal sebagai Syekh Ahmad yang menjadi penghulu (na’ib) pertama di Karawang.

Seijin Ki Gedeng Karawang, juga atas ijin Sang Mahaprabu Niskala Wastu Kancana penguasa kerajaan Sunda Padjadjaran, Syekh Hasanudin beserta pengiringnya mendirikan pesantren yang diberi nama Pondok Quro (diberi nama demikian karena mengutamakan pendidikan Al-Qur’an), sehingga ia pun dikenal dengan Syekh Quro. Pondok Quro menjadi pesantren tertua di Jawa Barat.

Dari kedatangan Syekh Hasanudin di Pura Karawang sekitar tahun 1416 M, dan perjalanan Syekh Bentong yang menjadi bagian gerakan dakwah Sunan Ampel. Bisa disimpulkan gerakan dakwah di wilayah Jawa Timur dan Wilayah Jawa Barat berada pada satu masa yang sama. Pesantren tertua lainnya terletak di kaki Bukit Amparan Jati yang disebut Pondok Quro Amparan Jati, yang didirikan oleh Syekh Datuk Kahfi.

Syekh Datuk Kahfi adalah Cucu dari Syekh Maulana Ishak yang bergelar Syekh Awalul Islam alias Syekh Wali Lanang. Syekh Datuk Kahfi datang ke Cirebon hampir bersamaan waktunya dengan Syekh Hasanudin yaitu sekitar tahun 1400-an. Di antara murid Pondok Quro yang menuntut Ilmu yaitu Pangeran Walangsungsang dan adiknya Rara Santang (cucu Ki Gedeng Tapa, ibu Sunan Gunung Djati) putra Prabu Siliwangi, penguasa Kerajaan Singapura Muara Jati Cirebon. Oleh Syekh Datuk Kahfi, Pangeran Walangsungsang diberi nama panggilan baru Samadullah.

Atas perintah gurunya Samadullah ditugaskan untuk membuka perkampungan baru untuk mengsyi’arkan Islam. Selanjutnya Samadullah pada tahun 1445 M dengan dibantu oleh 52 orang penduduk, membuka perkampungan baru di hutan pantai kebon pesisir yang diberi nama Cirebon Larang atau Cirebon Pesisir. (sekarang tempat itu dikenal dengan desa Lemahwungkuk, Kota Cirebon) Samadullah terpilih menjadi Pangraksabumi dengan julukan Ki Cakrabumi dijuluki pula Pangeran Cakrabuana.

Samadullah menunaikan ibadah haji dan bermukim di Mekah selama 3 bulan berguru kepada Syekh Abdul Yazid, syekh ini memberi nama baru Haji Abdullah Iman. Sekembalinya ke Cirebon Haji Abdullah Iman terpilih menjadi kuwu kedua di Cirebon Larang dan mendirikan keraton yang diberi nama Keraton Pakungwati, serta membentuk tentara kerajaan. Cirebon Larang dengan Keraton Pakungwati menjadi kerajaan Islam pertama di wilayah Kerajaan Pakuan Padjadjaran, dengan Haji Abdullah Iman sebagai raja daerah dengan gelar Sri Mangana. Pada saat Pangeran Cakrabuana alias Ki Samadullah, Keraton Pakungwati Cirebon masih dalam kekuasaan Padjadjaran.


Makam

Syekh Bentong melakukan dakwah Islam di sekitar Pulokalapa hingga akhir hayat. Beliau dimakamkan di Kampung Pulobata, Pulokalapa. Komplek makam Syech Bentong disebut Keramat Pulomasigit berada di sebelah utara komplek makam Syech Qura, tepatnya pada koordinat 06° 15' 022" Lintang Selatan dan 107° 28' 915" Bujur Timur. Makam Syech Bentong berada pada bangunan cungkup berukuran 9 x 12 m.

Sumber:
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Syekh_Bentong
  • http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=166&lang=id