Biografi Imam Muslim - Ulama Ahli Hadits

Masjid Raya Bandung, Jawa Barat
Masjid Raya Bandung, Jawa Barat
Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, atau sering dikenal sebagai Imam Muslim adalah seorang ulama ahli hadits yang hidup di abad-3 Hijriah yang merupakan abad keemasan bagi sejarah Islam dalam hal penulisan karya-karya ilmiyah terutama di bidang hadits. Imam Muslim termasuk diantara sederetan para ulama di zaman itu yang memiliki saham besar dalam pengembangan bidang disiplin ilmu hadits dan itu dibuktikan dengan hasil karya dalam bidang ilmu hadits yang jumlahnya cukup banyak. Di antaranya ada yang sampai kepada kita dan sebagian lagi ada yang tidak atau belum sampai.


Kelahiran

Dalam penentuan tahun kelahiran beliau para ulama berbeda pendapat; sebagian mereka diantaranya Imam Ibnu Katsir dan Al Hafizh Ibnu Hajar berpendapat bahwa tahun kelahirannya adalah tahun 204 Hijriah, adapun Abu Abdillah Al Hakim An Naisaburi berpendapat bahwa kelahiran beliau pada tahun 206 Hijriah. Beliau memiliki kunyah Abul Husain. Beliau mempunyai perawakan yang tegap, berambut dan berjenggot putih, serta mengulurkan ujung surbannya diantara dua punggungnya. Menurut Imam Dzahabi beliau memiliki sifat yang keras dan tegas. Imam Muslim juga dikenal sebagai seorang saudagar kain yang kaya lagi dermawan di Naisabur.


Nasab:

1. Al Qusyairi; merupakan nisbah kepada kabilah besar Al Qusyairi, mayoritas ulama diantaranya Ibnu Sholah dan Nawawi mengatakan bahwa beliau merupakan suku asli dari kabilah tersebut dan ada juga yang berpendapat bahwa nisbah kepada Qusyair merupakan nisbah perwalian saja
2. An Naisaburi; merupakan nisbah yang ditujukan kepada negeri tempat beliau tinggal, yaitu Naisabur . Satu kota besar yang terletak di daerah Khurasan dan merupakan kota terindah serta yang paling istimewa di wilayah Khurasan.


Menuntut ilmu

Imam Muslim lahir dan tumbuh di lingkungan yang memberikannya peluang yang sangat luas untuk menuntut ilmu yang bermanfaat, karena Naisabur pada saat itu merupakan negeri yang penuh dengan peninggalan ilmu-ilmu sunnah. Semua itu terjadi karena banyaknya orang-orang yang giat untuk memperoleh ilmu dan mentransfer ilmu, maka besar kemungkinan bagi orang yang terlahir di lingkungan masyarakat seperti ini akan tumbuh dengan ilmu juga. Kesempatan yang terhampar luas di hadapan Imam Muslim kecil ini tidak di sia-siakannya untuk memetik dan menikmati buah-buah ilmu syariat.

Saat masih berusia dua belas atau empat belas tahun, beliau mendengar hadits di negerinya sendiri pada tahun 218 Hijriah dari gurunya Yahya bin Yahya At Tamimi. Para ulama telah menceritakan bahwa ayah beliau yang bernama Al Hajjaj termasuk dari kalangan orang yang memiliki perhatian terhadap ilmu syar’i.

Setelah beberapa lama beliau menimba ilmu di negerinya maka muncul keinginan besar untuk menambah perbendaharaan ilmu syar’i beliau dengan cara rihlah (mengadakan perjalanan). Rihlah dalam rangka menuntut hadits merupakan syi’ar ahlul hadits pada abad-abad pertama karena berpencarnya para pengusung sunnah dan riwayat-riwayat di berbagai belahan negeri Islam yang sangat luas. Maka Imam Muslim pun tidak ketinggalan untuk ambil bagian dalam meniti jalan ini, karenanya dalam sejarah beliau tertulis rihlah ilmiahnya, diantaranya:

Rihlah pertama; Muslim berkesempatan mengadakan perjalanan hajinya pada tahun 220 Hijriah. Pada saat itu beliau masih muda belia, beliau berjumpa dengan syaikhnya Abdullah bin Maslamah al Qa’nabi di Makkah, dan mendengar hadits darinya, sebagaimana beliau juga mendengar hadits dari Ahmad bin Yunus dan beberapa ulama hadits yang lainnya ketika di tengah perjalanan di daerah Kufah. Kemudian setelah itu beliau kembali lagi ke negerinya dan tidak memperpanjang rihlahnya pada saat itu.

Rihlah kedua; rihlah kedua ini waktunya lebih lama dan lebih meluas karena beliau menjelajah ke negeri Islam lainnya. Rihlah ini dimulai sebelum tahun 230 Hijriah. Beliau berkeliling dan memperbanyak mendengar hadits, hingga beliau mendengar dari banyak ahli hadits, dan mengalami banyak kemajuan di bidang ilmu hadits yang mengantarkan beliau kepada derajat seorang imam.

Di Khurasan, ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu `Ansan. Di Irak ia belajar hadis kepada Imam Ahmad dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz belajar kepada Sa`id bin Mansur dan Abu Mas`Abuzar; di Mesir berguru kepada `Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan kepada ulama ahli hadis yang lain.

Beliau berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadis, dan kunjungannya yang terakhir pada 259 H, di waktu Imam Bukhari datang ke Naisabur, beliau sering datang kepadanya untuk berguru, sebab ia mengetahui jasa dan ilmunya. Dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az-Zihli, ia bergabung kepada Bukhari, sehingga hal ini menjadi sebab terputusnya hubungan dengan Az-Zihli. Muslim dalam Sahihnya maupun dalam kitab lainnya, tidak memasukkan hadis-hadis yang diterima dari Az-Zihli padahal ia adalah gurunya. Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari. Ia tidak meriwayatkan hadis dalam Sahihnya, yang diterimanya dari Bukhari, padahal iapun sebagai gurunya. Nampaknya pada hemat Muslim, yang lebih baik adalah tidak memasukkan ke dalam Sahihnya hadis-hadis yang diterima dari kedua gurunya itu, dengan tetap mengakui mereka sebagai guru.

Beberapa negeri yang beliau masuki:

  • Khurasan dan daerah sekitarnya; di sini beliau belajar dari Yahya bin Yahya dan Ishaq bin Rahuyah 
  • Ar Ray; di sini beliau belajar dari Muhammad bin Mihran dan Abu Ghassan 
  • Iraq; beliau mengunjungi Kufah, Bashrah dan Baghdad. Beliau sangat sering mengunjungi daerah ini dan kunjungan terakhir beliau di daerah tersebut di tahun 259 H, di daerah ini beliau belajar dari Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah 
  • Hijaz; beliau mengunjungi Makkah dan Madinah. Di kedua kota suci ini beliau belajar dari Said bin Manshur dan Abu Mush’ab. 
  • Negeri Syam; Imam Khattabi, Ibnu Asakir dan As Sam’ani menyebutkan bahwa Imam Muslim sempat mengunjungi Syam namun hal itu diingkari oleh Imam Dzahabi dengan dalih Imam Muslim hanya belajar dari seorang guru yang merupakan penduduk Damasqus sehingga boleh jadi beliau hanya sekadar menemuinya pada saat musim haji
  • Mesir; di negeri ini beliau belajar dari ‘Amru bin Sawad dan Harmalah bin Yahya

Guru-guru beliau
Perjalanan ilmiah yang dilakukan imam Muslim menyebabkan beliau mempunyai banyak guru dari kalangan ahlul hadits. Al Hafizh Adz Dzahabi telah menghitung jumlah guru yang diambil riwayatnya oleh imam Muslim dan dicantumkan di dalam kitab shahihnya, jumlah mereka mencapai 220 orang, dan masih ada lagi selain mereka yang tidak di cantumkan di dalam kitab shahihnya.

Muhaddits Medinah Asy Syaikh Abdul Muhsin al Abbad hafizhahulloh menukil dari Tahdzib at Tahdzib karya al Hafizh Ibn Hajar al Asqalani sepuluh nama guru imam Muslim yang memiliki riwayat terbanyak dalam kitab shohih Muslim. Berikut kami sebutkan nama-nama mereka sesuai urutan jumlah periwayatannya :
  1. Abu Bakar bin Abu Syaibah; jumlah riwayatnya 1540 hadits
  2. Abu Khaitsamah Zuhair bi Harb An Nasaai; jumlah riwayatnya 1281 hadits
  3. Muhammad bin Mutsanna, yang digelar dengan az Zamin; jumlah riwayatnya 772 hadits
  4. Qutaibah bin Said; jumlah riwayatnya 668 hadits
  5. Muhammad bin Abdullah bin Numair; jumlah riwayatnya 573 hadits
  6. Abu Kuraib Muhammad bin al ‘Alaa bin Kuraib; jumlah riwayatnya 556 hadits
  7. Muhammad bin Basysyar, yang dikenal dengan gelar Bundaar; jumlah riwayat beliau 460 hadits
  8. Muhammad bin Rafi’ an Naisaburi; jumlah riwayatnya 362 hadits
  9. Muhammad bin Hatim, yang dikenal dengan as Samiin; jumlah riwayatnya 300 hadits
  10. Ali bin Hujr as Sa’di; jumlah riwayatnya 188 hadits

Kesepuluh guru imam Muslim yang disebutkan di atas juga merupakan guru imam Bukhari. Imam Abu ‘Amr ibn ash Sholah berkata, “Walaupun imam Muslim belajar dan mengambil faidah dari imam Bukhari akan tetapi beliau menyertai imam Bukhari dalam berguru kepada beberapa ulama”.

Selain kesepuluh guru yang disebutkan di atas masih banyak guru imam Muslim yang beliau mengambil ilmu dari mereka akan tetapi beliau tidak menyebutkan periwayatannya dalam kitab Shohih Muslim kecuali sedikit bahkan ada yang tidak disebutkan sama sekali.

Diantara guru-guru beliau yang paling menonjol selain yang telah disebut di atas, adalah:
  1. Abu Abdirrahman Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab Al Qa’nabi Al Haritsi Al Bashri (wafat tahun 221 H); Beliau adalah guru imam Muslim yang tertua.
  2. Abu Zakariyya Yahya bin Yahya bin Bakr bin Abdurrahman at Tamimi an Naisaburi (wafat tahun 226 H); Beliau adalah seorang imam yang tsiqoh lagi disayangi oleh penduduk Naisabur.
  3. Abu Utsman Said bin Manshur bin Syu’bah al Khurasani (wafat tahun 227 H); Beliau bermukim di Mekkah, penulis kitab as Sunan dan seorang imam yang terkenal dengan kekuatan hafalannya sehingga dikatakan bahwa beliau tidak pernah rujuk ke kitabnya karena sangat yakin dengan hafalannya.
  4. Abu Zakariyya Yahya bin Ma’in bin ‘Aun al Ghatafani Maulaahum al Baghdadi (wafat tahun 233 H); seorang tsiqoh, hafizh dan imam masyhur dalam ilmu al jarhu wa at ta’dil.
  5. Abul Hasan Ali bin Abdullah bin Ja’far bin Najih as Sa’di Maulaahum, beliau lebih dikenal dengan Ali ibn al Madini (wafat tahun 234 H); beliau seorang yang sangat ahli dalam ilmu ‘ilal di zamannya sehingga mendapat pujian yang sangat banyak dari para ulama, imam Bukhari bahkan pernah berkomentar, “Aku tidak pernah memandang diriku kecil kecuali jika di hadapan Ali ibn al Madini”
  6. Abu Muhammad Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad al Hanzholi al Marwazi, beliau lebih dikenal dengan panggilan Ibn Rahuyah (wafat tahun 238 H); Beliau seorang imam yang faqih, mujtahid dan rekan dari Imam Ahmad
  7. Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal asy Syaibani al Marwazi (wafat tahun 241 H); Beliau seorang muhaddits besar yang tsiqoh dan merupakan hujjah, beliau digelar dengan Imamnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah
  8. Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman bin al Fadhl bin Bahram as Samarqandi ad Darimi (wafat tahun 255 H); seorang imam hafizh, tsiqoh dan penulis kitab yang dikenal dengan sunan ad Darimi
  9. Muhammad bin Yahya bin Abdullah bin Kholid bin Faris bin Dzuaib adz Dzuhli an Naisaburi (wafat tahun 258 H); seorang imam yang tsiqoh dan hafizh yang mulia
  10. Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il Al Bukhari (wafat tahun 256 H); Beliau adalah Amirul Mukminin dalam bidang hadits dan penulis kitab hadits yang paling diakui keshohihannya.

Imam Bukhari adalah guru imam Muslim yang paling menonjol dan paling berpengaruh dalam membentuk kepribadian dan mengasah bakat serta kemampuan imam Muslim dalam bidang hadits. Ketika imam Bukhari datang ke Naisabur di tahun 250 H maka imam Muslim bermulazamah kepadah beliau dan mengambil manfaat sebesar-besarnya terutama di bidang ilmu ‘Ilal Hadits yang merupakan cabang ilmu hadits yang paling pelik dan membutuhkan ketelitian yang luar biasa.

Al Hafizh Abu Bakar al Khathib al Baghdadi pada saat menceritakan biografi imam Muslim, beliau berkata, “Imam Muslim hanyalah mengikuti jejak imam Bukhari dan meniti ilmunya…”

Al Hafizh Ibnu Hajar al ‘Asqalani ketika menjelaskan sisi-sisi yang menguatkan pendapat mayoritas ulama bahwa Shohih Bukhari lebih utama dari Shohih Muslim, beliau berkata, “…para ulama telah sepakat bahwa Bukhari lebih mulia dari Muslim dan lebih menguasai ilmu hadits, Muslim adalah murid dan alumni madrasah Bukhari dan beliau senantiasa mengambil manfaat darinya serta mengikuti jejaknya hingga imam Daraquthni menegaskan, “Seandainya bukan karena Bukhari maka tentu Muslim tidak akan datang dan pergi”

Akan tetapi walaupun imam Muslim banyak belajar dan mengambil manfaat dari imam Bukhari, tidak satu pun hadits dari periwayatan imam Bukhari yang dicantumkan imam Muslim dalam kitabnya Shohih Muslim. Hal itu disebabkan tiga kemungkinan:
  1. Hasrat untuk mendapatkan sanad yang tinggi; sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa kebanyakan guru imam Bukhari juga guru imam Muslim sehingga nampaknya beliau memandang tidak perlu pada saat meriwayatkan dari guru-guru tersebut melalui perantaraan imam Bukhari, karena para ahli hadits sangat mementingkan yang namanya sanad yang tinggi. 
  2. Imam Muslim sangat terganggu dan bersedih melihat kenyataan di zaman itu dimana begitu banyak kitab hadits yang mencampurkan antara shohih dan lemah tanpa membedakannya. Atas dasar itulah beliau bertekad untuk menyusun kitab hadits yang khusus mengumpulkan hadits-hadits shohih sebagaimana yang telah dilakukan oleh imam Bukhari, dengan demikian apa yang beliau telah riwayatkan dari imam Bukhari maka beliau pandang tidak perlu beliau cantumkan ke dalam kitabnya. 
  3. Permasalahan yang terjadi antara kedua guru beliau yaitu Muhammad bin Yahya adz Dzuhli dan imam Bukhari; dimana adz Dzuhli menuduh bahwa Bukhari mengatakan,”Lafazhku ketika membaca al Quran adalah makhluk”. Tentu saja imam Bukhari terjaga dan selamat dari apa yang dituduhkan tersebut dan cukuplah kitab yang beliau tulis Khalqu Af’aalil ‘Ibaad sebagai bukti akan hal itu. Imam Muslim sepakat kepada imam Bukhari dan lebih cenderung kepadanya yang menyebabkan imam adz Dzuhli marah kepadanya hingga beliau pada suatu hari dikeluarkan dari majelisnya. Sebagian ulama menyebutkan demi menjaga perasaan kedua gurunya yang berselisih itu akhirnya imam Muslim memutuskan untuk tidak meriwayatkan hadits dari keduanya dalam kitab Shohih Muslim,wallohu a’lam.

Murid-murid beliau
  1. Abu Abdirrahman Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab Al Qa’nabi Al Haritsi Al Bashri (wafat tahun 221 H); Beliau adalah guru imam Muslim yang tertua.
  2. Abu Zakariyya Yahya bin Yahya bin Bakr bin Abdurrahman at Tamimi an Naisaburi (wafat tahun 226 H); Beliau adalah seorang imam yang tsiqoh lagi disayangi oleh penduduk Naisabur.
  3. Abu Utsman Said bin Manshur bin Syu’bah al Khurasani (wafat tahun 227 H); Beliau bermukim di Mekkah, penulis kitab as Sunan dan seorang imam yang terkenal dengan kekuatan hafalannya sehingga dikatakan bahwa beliau tidak pernah rujuk ke kitabnya karena sangat yakin dengan hafalannya.
  4. Abu Zakariyya Yahya bin Ma’in bin ‘Aun al Ghatafani Maulaahum al Baghdadi (wafat tahun 233 H); seorang tsiqoh, hafizh dan imam masyhur dalam ilmu al jarhu wa at ta’dil.
  5. Abul Hasan Ali bin Abdullah bin Ja’far bin Najih as Sa’di Maulaahum, beliau lebih dikenal dengan Ali ibn al Madini (wafat tahun 234 H); beliau seorang yang sangat ahli dalam ilmu ‘ilal di zamannya sehingga mendapat pujian yang sangat banyak dari para ulama, imam Bukhari bahkan pernah berkomentar, “Aku tidak pernah memandang diriku kecil kecuali jika di hadapan Ali ibn al Madini”
  6. Abu Muhammad Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad al Hanzholi al Marwazi, beliau lebih dikenal dengan panggilan Ibn Rahuyah (wafat tahun 238 H); Beliau seorang imam yang faqih, mujtahid dan rekan dari Imam Ahmad
  7. Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal asy Syaibani al Marwazi (wafat tahun 241 H); Beliau seorang muhaddits besar yang tsiqoh dan merupakan hujjah, beliau digelar dengan Imamnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah
  8. Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman bin al Fadhl bin Bahram as Samarqandi ad Darimi (wafat tahun 255 H); seorang imam hafizh, tsiqoh dan penulis kitab yang dikenal dengan sunan ad Darimi
  9. Muhammad bin Yahya bin Abdullah bin Kholid bin Faris bin Dzuaib adz Dzuhli an Naisaburi (wafat tahun 258 H); seorang imam yang tsiqoh dan hafizh yang mulia
  10. Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il Al Bukhari (wafat tahun 256 H); Beliau adalah Amirul Mukminin dalam bidang hadits dan penulis kitab hadits yang paling diakui keshohihannya.

Pujian para Ulama
  1. Guru beliau yang bernama Muhammad bin Abdul Wahhab Al Farra` berkata; “(Muslim) merupakan ulama manusia, lumbung ilmu, dan aku tidak mengetahui darinya kecuali kebaikan.”
  2. Ahmad bin Salamah An Naisaburi yang merupakan murid serta teman perjalanan imam Muslim pada saat rihlah, menuturkan; “Saya melihat Abu Zur’ah dan Abu Hatim selalu mengutamakan Muslim bin al-Hajjaj dalam perkara pengetahuan tentang hadits shahih ketimbang para masyayikh di zamannya”.
  3. Ishak bin Mansur al Kusaj pernah berkata kepada imam Muslim: “Sekali-kali kami tidak akan kehilangan kebaikan selama Allah menghidupkan engkau bagi kaum muslimin.”
  4. Muhammad bin Basysyar Bundar berkata; “Huffazh dunia itu ada empat; Abu Zur’ah di ar Ray, Muslim di An Naisabur, Abdullah Ad Darimi di Samarqand, dan Muhammad bin Isma’il di Bukhara.”
  5. Ibnu Abi Hatim mengatakan: ” Saya menulis hadits darinya di Ray, dan dia merupakan orang yang tsiqah dari kalangan huffazh, memiliki pengetahuan yang mendalam dalam masalah hadits. Ketika ayahku ditanya tentang dia, maka dia menjawab; (Muslim) Shaduuq.”
  6. Maslamah bin Qasim al Andalusi berkata, ”Tsiqah, mempunyai kedudukan yang agung, termasuk dari kalangan para imam.”
  7. Al Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ya’qub ibn al Akhram berkata, “Kota kami hanya menghasilkan tiga ulama hadits, yaitu Muhammad bin Yahya, Ibrahim bin Abu Tholib dan Muslim
  8. Ibnu ‘Uqdah menyatakan, “Sangat jarang imam Muslim terjatuh dalam kesalahan dalam persoalan rijal hadits…”
  9. Abu Bakar ibn al Jarudi berkata, “Muslim bin Hajjah telah menyampaikan hadits kepada saya dan beliau termasuk lumbung ilmu”
  10. Al Khatib Al Baghdadi berkata, “Dia merupakan salah seorang imam dan penghafal hadits.”
  11. As Sam’ani menuturkan, “Termasuk salah seorang imam dunia.”
  12. Ibnul Atsir berkata, “Termasuk salah seorang dari para imam penghafal hadits.”
  13. Nawawi mengatakan, “Para ulama telah ijma’ akan kemuliannya, keimamahannya, ketinggian derajatnya, kecerdasannya dalam bidang ini, beliau yang dikedepankan dan pendalamannya sangat matang dalam hadits”
  14. Adz Dzahabi berkata, ” Abul Husain an Naisaburi seorang hafizh dan salah satu dari rukun hadits”
  15. Ibnu Katsir berkata, “Termasuk salah seorang dari para imam penghafal hadits.”

Hasil karya

Imam Nawawi dalam kitabnya Tahdzib al Asmaa wa al Lughat menyebutkan beberapa kitab yang telah ditulis oleh Imam Muslim sebagai berikut :
  1. Al Musnad ash Shahih; ini adalah karya terbesar imam Muslim yang beliau wariskan kepada ummat ini, kitab ini lebih dikenal dengan Shohih Muslim
  2. Al Musnad al Kabir ‘Ala ar Rijal. Imam Hakim berkata, “Menurut saya tidak ada yang sempat mendengarkan dari beliau kitab tersebut”
  3. Al Jami’ al Kabir ‘alal Abwaab
  4. Al ‘Ilal
  5. Awhaamul Muhadditsin
  6. At Tamyiz; kitab ini telah dicetak di Maktabah al Kautsar-Riyadh dan ditahqiq oleh asy Syaikh Prof.DR. Muhammad Mushtafa al A’zhami
  7. Man Laysa Lahu Illa Rowin Wahid; kitab ini lebih dikenal dengan nama Al Munfaridaat wa al Wuhdan
  8. Thabaqaat at Tabi’in
  9. Kitab al Mukhadhramin
  10. Imam adz Dzahabi dalam kitabnya Tadzkiratul Huffazh menyebutkan beberapa tambahan kitab lain yang belum disebutkan di atas, diantaranya :
  11. Al Asma’ wa Al Kuna ; kitab ini telah dicetak oleh Darul Fikr di Damaskus dalam 4 jilid.
  12. Al Afraad
  13. Al Aqraan
  14. Su`alaat Muslim li Ahmad bin Hanbal
  15. Hadits ‘Amru bin Syu’aib
  16. Al Intifaa’ biuhubi as Sibaa’
  17. Masyayikhu Malik
  18. Masyayikhu Ats Tsauri
  19. Masyayikhu Syu’bah
  20. Awladu ash Shahabah
  21. Afraadu Asy Syamiyyin

Wafatnya beliau

Imam Muslim wafat pada Minggu sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad, salah satu daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H / 5 Mei 875. dalam usia 55 tahun.