Biografi Ibnu Masarrah - Filsuf Muslim Andalusia (Spanyol)

Masjid Kordoba
Muhammad bin Abdullah bin Masarrah bin Najih al-Qurtubi atau lebih dikenal dengan nama Ibnu Masarah adalah seorang seorang filosof muslim Andalusia (Spanyol) dan juga seorang sufi yang mengambil ajaran-ajaran neo-platonik Yunani dan sekaligus mengembangkannya, dimana ia memadukan pemikiran filsafat dan tasawuf. Ia merupakan pendahulu dari Ibnu ‘Arabi dan Imam al-Syadzili. Ibnu Masarrah sebagai pendahulu dalam gerakan filosof Islam di Spanyol, mengikuti al-Kindi yang alim dan sezaman dengan ar-Razi yang radikal.


Biografi

Ibn Masarah lahir tahun 269 H/ 883 M di Cordova, Andalusia (Spanyol). Ayahnya adalah seorang pedagang yang berkesempatan mempelajari madzhab Mu’tazilah di Basrah dan temannya adalah salah seorang tokoh Mu’tazilah Andalusia yaitu Kkholil al-Guflah. Pada saat itu ide-ide Mu’tazilah, ilmu kalam dan filsafat sangat terkenal dan sangat berharga bagi para pemikir Andalusia.

Ibnu Masarrah mempelajari ilmu agama dan filsafat Muktazilah dari ayahnya. Ayahnya meninggal tahun 286 H/ 899 M, pada saat itu Ibnu Masarrah berumur 7 tahun, dan pada usia yang begitu dini ia sudah menjadi zahid dan sering menyendiri (i’tizal) bersama beberapa teman-temannya dan para pengikutnya di gunung Cordova.

Ia mengajarkan gagasan-gagasan mu’tazilah tentang paham qadariyah, dan mengajarkan pula bahwa kenikmatan surga dan siksa neraka tidaklah berkaitan dengan jasmani, tetapi berkaitan dengan jiwa. Ajaran-ajarannya ini mendapatkan kecaman dan tantangan dari ahli madzhab Maliki yang bernama Ahmad bin Khalid al-Habbab, ia membuat buku untuk menentang pendapat Ibnu Masarrah.

Karena banyaknya tantangan dan kecaman, Ibnu Masarrah keluar dari Andalusia untuk menunaikan ibadah haji bersama dua muridnya yaitu Muhammad bin al-Madini dan Ibnu Suqail al-Qurtubi. Mereka singgah di Kairouan, kemudian setelah itu melanjutkan perjalanan ke Mekkah, dan disini mereka singgah di rumah Abi Sa’id bin al-‘Arabi (w. 341 H), yang merupakan salah seorang murid al-Junaid, tetapi Aba Sa’ad tidak setuju dengan gagasan-gagasan Ibnu Masarrah, maka ia membuat buku yang menentang Ibnu Masarrah. Dari perjalanannya ini Ibnu Masarrah telah mendapatkan banyak manfaat ilmu dari bermacam-macam madzhab teologi dan ajaran-ajaran sufi.

Setelah perjalanannya yang cukup panjang, Ibnu Masarrah kembali ke Cordova, ia ber’itizal sekali lagi di gunung dan mengajari murid-muridnya secara sembunyi-sembunyi. Ia beserta murid-muridnya ingin membuktikan kepada para ahli Fiqih bahwa ajaran mereka tidaklah bertentangan dengan agama, Ibnu Masarrah meninggal dunia tahun 319 H / 931 M, pada usia hampir 50 tahun.


Ajaran-ajaran tasawuf Ibn Masarrah

Jalan menuju keselamatan jiwa adalah menyucikan jiwa,  zuhud dan mahabbah yang merupakan asal dari semua kejadian.

Di antara pemikiran ibn masarrah adalah bahwa jalan keselamatan adalah penyucian diri, kezuhudan, tindakan mempriotaskan akal atas panca indera dan berusaha kembali kepada cinta merupakan pokok utama kehadiran manusia di alam semesta. Sebab, dengan cara itu, berbagai unsur kejadiannya akan bersatu satu sama lainnya, sehingga terbentuklah suatu kesatuan (al-wahdah) atau seluruh maujud akan berkumpul dalam kecintaan, kebencian, kasih sayang, dan keterpaksaan seperti asalnya.


Penakwilan ala phylum atau aliran ismailiyyah terhadap ayat-ayat al-qur’an

Di antara pemikiran yang di anggap ciri khas ibn masarrah adalah berpegang teguh pada prinsip penakwilan (ta’wil) sejalan dengan pemikiran philon  iskandar atau sekte ismailiyyah. Ibn masarrah sangat banyak melakukan penakwilan atas ayat-ayat al-qur’an dengan corak penakwilan sekte kebatinan. Ia menolak kebangkitan jasmani di akhirat, menafikan pengetahuan Allah SWT tentang hal-hal particular kecuali bila sudah terjadi.


Siksa neraka bukanlah dalam bentuk yang hakikat.

Selain dari ketiga ajaran di atas, menurut ibn hazm, kebanyakan pengikut ibn masarrah menyebutkan bahwa ibn masarrah berpendapat kenabian adalah sebuah maqam yang bisa dicapai dengan usaha. Orang yang telah mencapai puncak kesalihan dan kesucian jiwa, bisa mendapatkan maqam kenabian. Menurutnya, kenabian pada dasarnya bukanlah sesuatu yang istimewa.


Penutup

Ibnu Masarrah merupakan salah satu sufi yang menganut tasawuf filsafi. Ibnu Masarrah lebih banyak disebut-sebut sebagai filosof dari pada sufi. Tasawuf filsafi adalah tasawuf yang berdasarkan pada pemaduan intuisi para sufi dengan cara pandangan rasional mereka. Tasawuf filsafi ini tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional mereka, serta menggunakan tema-tema filsafat dari berbagai macam sumber untuk mengungkapkan tasawufnya. Bisa dikatakan bahwa tasawuf ini kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat yang rasional.

Di dalam tasawuf filsafi ini metode pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf salafi dan tasawuf sunni. Dalam tasawuf filsafi ini lebih menonjolkan dari segi teoritis sehingga dalam konsep-konsep tasawuf ini lebih mengedepankan asas rasio dengan pendekatan-pendekatan filosofis yang sulit diaplikasikan kedalam kehidupan sehari-hari bagi orang awam.


Karya- karya ibnu masarah
diantaranya adalah buku – buku yang memuat teori iluminasi adalah kitab yang berjudul:
  • Tauhid al- Muqinin: Dalam kitab ini, beliau menuliskan tentang sifat tuhan yang menyatakan bahwa Tuhan bukan zat.
  • Kitab al- tabsirat( buku pengajaran)
  • Kitab al- huruf ( lambing-lambang huruf).
Sumber:
http://fitrotunnidak.blogspot.com/2013/04/artikel-makalah-tasawuf.html
http://ahmadkhaerudien.blogspot.com/2013/04/ahlak-tasawuf.html