Biografi - Opu Daeng Risadju Pahlawan Nasional dari Sulawesi Selatan

Opu Daeng Risadju
Opu Daeng Risadju
Alias : Fammajah
Agama : Islam
Tempat Lahir : Palopo
Tanggal Lahir : Minggu, 0 -1 1880
Warga Negara : Indonesia

Suami : Muhammad Daud
Anak : Abdul Kadir Daud
Opu Daeng Risadju adalah pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Kerajaan Luwu. Ia lahir di Palopo, Sulawesi Selatan pada tahun 1880; dan meninggal di Palopo, Sulawesi Selatan pada tanggal 10 Februari 1964.

Latar Belakang 

Nama kecil Opu Daeng Risaju adalah Famajjah. Ia dilahirkan di Palopo pada tahun 1880, dari hasil perkawinan antara Opu Daeng Mawellu dengan Muhammad Abdullah to Barengseng. Nama Opu menunjukkan gelar kebangsawanan di kerajaan Luwu. Dengan demikian Opu Daeng Risaju merupakan keturunan dekat dari keluarga Kerajaan Luwu.

Walaupu tidak pernah mendapat pendidikan formal seperti sekolah Belanda, Opu sejak kecil sudah banyak belajar tentang ilmu agama dan budaya. Ia memang seorang yang “buta huruf” latin, namun ia banyak belajar tentang Al-Qur’an, Fiqh, nahwu, shorof, dan balaghah. Karena beliau hidup di lingkungan bangsawan, beliau juga belajar nilai-nilai moral dan tingkah laku.

Aktif di Organisasi PSII

Opu Daeng Risaju mulai aktif di oraganisasi Partai Syarekat Islam Indonesia (PSII) melalui perkenalannya dengan H. Muhammad Yahya, seorang pedagang Asal Sulawesi Selatan yang pernah lama bermukim di Pulau Jawa. H. Muhammad Yahya sendiri mendirikan Cabang SI di Pare-Pare.ketika berada di Pare-Pare  Opu Daeng Risaju masuk menjadi anggota SI Cabang Pare-Pare bersama suaminya.

Ketika pulang ke Palopo, Opu Daeng Risaju mendirikan cabang PSII di Palopo. PSII cabang Palopo resmi dibentuk pada tanggal 14 januari 1930 melalui suatu rapat akbar yang bertempat di Pasar Lama Palopo (sekarang Jalan Landau), atas prakarsa Opu Daeng Risaju sendiri yang dikoordinasi oleh orang-orang PSII. Rapat ini dihadiri oleh aparat pemerintah Kerajaan Luwu, pengurus PSII pusat, pemuka masyarakat dan masyarakat umumnya. Hadir pengurus PSII pusat yaitu Kartosuwiryo. Ketika berada di Palopo, Kartosuwiryo menginap di rumah Opu Daeng Risaju. Kedatangan Kartosuwiryo diundang langsung oleh Opu Daeng Risaju.

Opu Daeng Risaju dalam rapat akbar tersebut terpilih sebagai ketua, sedangkan Mudehang seorang gadis yang masih saudara Opu Daeng Risaju terpilih sebagai sekretaris. Mudehang terpilih sebagai sekretaris merupakan kebutuhan organisasi karena dia seorang wanita tamatan sekolah dasar lima tahun yang tentu saja mampu membaca dan menulis.

Mendapat Tekanan

Setelah resmi PSII berdiri di Palopo, Opu Daeng Risaju kemudian menyebarkan sayap perjuangannya. Cara penyebaran yang ia lakukan yaitu melalui keluarganya yang terdekat kemudian kepada rakyat kebanyakan. Dalam merekrut anggota PSII di masyarakat dilakukan dengan cara menyebarkan kartu anggota yang bertuliskan lafadz “Ashadu Alla Ilaaha Illallah”. Dengan menggunakan kartu tersebut aspek ideologi tertanam dalam diri anggota, siapa yang memiliki kartu tersebut (menjadi anggota PSII) berarti dia seorang muslim. Dengan cara seperti ini, perjuangan PSII yang dilakukan oleh Opu Daeng Risaju mendapatkan dukungan yang sangat besar dari rakyat. Selain itu, dukungan dari rakyat ini timbul karena status Opu Daeng Risaju sebagai seorang bangsawan yang cukup kharismatis di mata masyarakat.

Karena dukungan dari rakyat yang sangat besar, pihak Belanda mulai menahan Opu agar tidak melanjutkan perjuangannya di PSII. Pihak Belanda yang bekerja sama dengan controleur afdeling Masamba menganggap Opu menghasut rakyat dan melakukan tindakan provolatif agar rakyat tidak lagi percaya kepada pemerintah. Akhirnya, Opu diadili dan dicabut gelar kebangsawanannya. Tidak hanya itu, tekanan juga diberikan kepada suami dan pihak keluarga Opu agar menghentikan kegiatannya di PSII.  Setelah berbagai ancaman dari pihak Belanda untuk Opu agar ia menghentikan kegiatan di PSII, Opu akhirnya dipenjara selama 14 bulan pada tahun 1934.

Tertangkap oleh Belanda

Opu kembali aktif pada masa Revolusi. Opu dan pemuda Sulawesi Selatan berjuang melawan NICA yang kembali ingin menjajah Indonesia.  Karena keberaniannya dalam melawan NICA, Opu menjadi buronan nomor satu selama NICA  di Sulawesi Selatan. Akhirnya Opu pun tertangkap di Lantoro sehingga ia dibawa ke Watampone dengan berjalan 40 km.

Akibat penyiksaan dari Belanda dan Ketua Ditrik Bajo (Ludo Kalapita) saat itu, Opu Daeng Risaju menjadi tuli seumur hidup. Seminggu kemudian Opu dikenakan tahanan luar dan beliau tinggal di rumah Daeng Matajang. Tanpa diadili Opu dibebaskan dari tahanan sesudah menjalaninya selama 11 bulan dan kembali ke Bua kemudian menetap di Belopa.

Setelah pengakuan kedahulatan RI tahun 1949, Opu Daeng Risaju pindah ke Pare-Pare mengikuti anaknya Haji Abdul Kadir Daud yang waktu itu bertugas di Pare-Pare. Sejak tahun 1950 Opu Daeng Risaju tidak aktif lagi di PSII, ia hanya menjadi sesepuh dari organisasi itu. Pada tanggal 10 Februari 1964, Opu Daeng Risaju meninggal dunia. Beliau dimakamkan di pekuburan raja-raja Lokkoe di Palopo, tanpa ada upacara kehormatan sebagaimana lazimnya seorang pahlawan yang baru meninggal.

Atas segala jasa-jasanya, oleh pemerintah Opu Daeng Risadju dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 3 November 2006 melalui Keppres No. 85/TK/2006.