Profil MR. Sutan Mohammad Amin Nasution -Pahlawan Nasional dari Sumatra Utara

Mr. Sutan Mohammad Amin Nasution, juga dikenal dengan nama lahirnya Krueng Raba Nasution (22 Februari 1904 – 16 April 1993) adalah seorang pengacara dan politikus keturunan Mandailing. Lahir di Aceh dari orangtua yang bersuku Mandailing, Nasution menjadi pengacara setelah menyelesaikan studinya di Sekolah Tinggi Hukum di Batavia. Setelah kemerdekaan Indonesia, ia terlibat dalam gerakan kemerdekaan, terutama menjabat sebagai kepala provinsi Sumatera Utara, meskipun dengan nama yang berbeda. Ia juga menjabat sebagai Gubernur Riau pertama.

Sutan Mohammad Amin Nasution telah memperjuangkan semangat “etnonasionalisme” menjadi “nasionalisme” di kalangan pemuda dengan memprakarsai fusi berbagai organisasi pemuda kedaerahan (Jong Sumatra Bond, Jong Java, Jong Ambon, Jong Batak, Jong Minahasa dan sebagainya).  Bersama Muhammad Yamin dan tokoh muda lainnya, ia berperan penting dalam penandatanganan naskah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. 

SM Amin terlibat dalam persiapan ikrar Sumpah Pemuda yang menjadi hasil dari Kongres Pemuda II tahun 1928.  Ia turut menjadi peserta bersama 700 orang lainnya yang hadir dalam kongres tersebut. Setelah kemerdekaan, SM Amin dilantik sebagai Gubernur Muda Sumatera Utara.  Semasa menjabat sebagai gubernur muda, SM Amin mencetak uang daerah untuk Provinsi Sumatera Utara, yaitu Uang Republik Indonesia Sumatera Utara. Kebijakan ini diterapkan SM Amin untuk memperbaiki perekonomian saat itu.  Uang tersebut kemudian resmi keluar pada 1 Maret 1949 dengan tanda tangan SM Amin di atasnya.

Profil MR. Sutan Mohammad Amin Nasution -Pahlawan Nasional dari Sumatra Utara

Pendidikan

Sutan Muhammad Amin Nasution atau SM Amin lahir di Lhok Ngah, Aceh, 22 Februari 1904, ia memiliki nama kecil, yaitu Krueng Raba Nasuton. SM Amin adalah putra dari Muhammad Taif dan Siti Madinah. Pada 1912, SM Amin belajar di Europeesche Lagere School (ELS) atau sekolah dasar Eropa di Sabang. Tiga tahun kemudian, tahun 1915, ia pindah ke ELS di Solok.  Lalu, pada 1916, SM Amin kembali pindah sekolah ke ELS di Sibolga dan ELS Tanjung Pinang. SM Amin lulus pada 1918.  Setelah lulus, SM Amin melanjutkan pendidikannya di sekolah kedokteran atau STOVIA di Batavia pada 1919.  Selama di STOVIA, SM Amin aktif dalam gerakan kemahasiswaan. Ia bergabung dengan Jong Sumatranen Bond.  SM Amin kemudian memutuskan keluar dari STOVIA pada 1921. Ia lanjut sekolah di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO, Sekolah Menengah Pertama).  Berkat prestasinya, ia diterima di Algemeene Middelbare School (AMS) di Yogyakarta. SM Amin lulus dari AMS pada pertengahan tahun 1927.  Kemudian, SM Amin melanjutkan sekolahnya di Rechtschoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia.  Selama bersekolah di sana, SM Amin menjadi salah satu pendiri organisasi Pemuda Indonesia. Organisasi tersebut yang kemudian menggelar Kongres Pemuda Kedua di Batavia.


Karier

Setelah lulus dengan gelar Meester in de Rechten (Magister Hukum), pada 16 Juli 1934, ia memulai kariernya sebagai pengacara di Kutaraja, Aceh. Tujuh tahun kemudian, pasukan Jepang datang menduduki Aceh. Selama masa pendudukan Jepang ini, SM Amin bekerja sebagai hakim di Sigli. Setahun setelah menjadi hakim, SM Amin dipindahkan sebagai diresktur Sekolah Menengah Atas Kutaraja. Selama waktu tersebut, ia menjadi anggota Partai Indonesia Raya (Parindra).  Kemudian, setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945, pemerintah Indonesia segera membentuk provinsi dan mengangkat gubernur untuk menjabat di provinsi tersebut. Provinsi Sumatera sendiri terdiri dari beberapa karesidenan, salah satunya Sumatera Utara. SM Amin lantas ditunjuk oleh Gubernur Sumatera, Teuku Muhammad Hasan, untuk menjadi Gubernur Muda Sumatera Utara. Ia dilantik pada 14 April 1947.


Peran

Suatu waktu, SM Amin mendatangi rumah ibunya di Desa Mandailing, Siantar. Namun, saat ia sampai di sana, rumah sang ibu telah dikepung oleh tentara Belanda. Akhirnya, SM Amin ditangkap. Ia dibawa ke Medan dan dimasukkan ke dalam tahanan rumah milik seorang pria bernama Yusuf.

Selama menjadi tahanan rumah, SM Amin ikut mengamati persiapan pembentukan Negara Sumatera Timur. Empat puluh hari kemudian, SM Amin melarikan diri dari rumah tempat ia ditahan. Ia meninggalkan Medan dan pergi ke Penang. Setelah beberapa hari di Penang, SM Amin kembali ke Aceh.

Pada 17 Januari 1948, ia diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai Gubernur Muda Utara. Namun, dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1948, pada 15 April 1948, Provinsi Sumatera dihapuskan dan karesidenan Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan menjadi provinsi. SM Amin kemudian dilantik oleh Presiden Soekarno sebagai Gubernur Sumatera Utara pada 19 Juni 1948.

Semasa jabatannya ini, SM Amin mencetak uang daerah untuk Provinsi Sumatera Utara, yaitu Uang Republik Indonesia Sumatera Utara. Kebijakan ini diterapkan SM Amin untuk memperbaiki perekonomian. Uang tersebut kemudian resmi keluar pada 1 Maret 1949 dengan tanda tangan SM Amin berada di atasnya. SM Amin menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara tidak hanya satu periode saja. Ia juga menjabat pada 1 Juni 1948 hingga 17 Mei 1949. Kemudian, ia kembali menjadi Gubernur Sumut pada 23 Oktober 1953 hingga 12 Maret 1956.


Wafat

Pukul 12.15 tanggal 16 April 1993, Nasution meninggal dunia di Rumah Sakit Angkatan Laut Indonesia di Jakarta. Ia dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir pada pukul 12:00 siang tanggal 17 April 1993. Untuk menghargai perjuangannya, pada 10 November 2020, Presiden Joko Widodo menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional Indonesia.  (Sumber: Wikipedia, Kompas.com)