Biografi Lafran Pane - Pendiri HMI

Lafran Pane
Lafran Pane adalah salah satu tokoh pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada tanggal 5 Februari 1947, yang mendapat gelar pahlawan nasional dari pemerintah tahun 2017. Beliau dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden RI Nomor 115/TK/TAHUN 2017 tanggal 6 November 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.


Silsilah Keluarga

Lafran Pane lahir di Padang Sidempuan, 5 Februari 1922. Menurut berbagai tulisan sebelumnya, disebutkan bahwa Lafran Pane lahir pada 12 April 1923 di Kampung Pangurabaan, Kecamatan Sipirok, sebuah kecamatan yang terletak di kaki Gunung Sibualbuali, 38 kilo meter ke arah utara dari "kota salak" Padang Sidempuan, ibu kota Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Wafat pada tanggal 24 Januari 1991, orang akhirnya tahu, setelah kematiannya, Lafran ternyata lahir 5 Februari 1922, bukan 12 April 1922 seperti yang kerap ia gunakan dalam catatan resmi.

Lafran Pane adalah anak keenam keluarga Sutan Pangurabaan Pane dari istrinya yang pertama, Lafran adalah bungsu dari enam bersaudara, yaitu: Nyonya Tarib, Sanusi Pane, Armijn Pane, Nyonya Bahari Siregar, Nyonya Hanifiah, Lafran Pane, dan selain saudara kandung, ia juga memiliki dua orang saudara tiri dari perkawinan kedua ayahnya, yakni: Nila Kusuma Pane dan Krisna Murti Pane. Ayah Lafran Pane adalah seorang guru sekaligus seniman Batak Mandailing di Muara Sipongi, Mandailing Natal. Keluarga Lafran Pane merupakan keluarga sastrawan dan seniman yang kebanyakan menulis novel, seperti kedua kakak kandungnya yaitu Sanusi Pane dan Armijn Pane yang juga merupakan sastrawan dan seniman. Sutan Pangurabaan Pane termasuk salah seorang pendiri Muhammadiyah di Sipirok pada 1921. Sedangkan Kakek Lafran Pane adalah seorang ulama Syekh Badurrahman Pane, maka pendidikan keagamaannya didapat sebelum memasuki bangku sekolah.


Riwayat pendidikan

Pendidikan sekolah Lafran Pane dimulai dari Pesantren Muhammadiyah Sipirok (kini dilanjutkan oleh Pesantren K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Setia dekat Desa Parsorminan Sipirok. Dari jenjang pendidikan dasar hingga menengah Lafran Pane ini mengalami perpindahan sekolah yang sering kali dilakukan, hingga pada akhirnya Lafran Pane meneruskan sekolah di kelas 7 (Tujuh)di HIS Muhammadiyah, menyambung hingga ke Taman Dewasa Raya Jakarta sampai pecah Perang Dunia II, pada saat itu ibu kota pindah ke Yogyakarta dan Sekolah Tinggi Islam (STI) yang semula di Jakarta juga ikut pindah ke Yogyakarta. Wawasan dan intelektual Lafran berkembang saat proses perkuliahan yang membawa pengaruh pada diri Lafran Pane yang ditandai dengan semakin banyaknya buku-buku Islam yang ia baca. Sebelum tamat dari STI, Lafran pindah ke Akademi Ilmu Politik (AIP) pada April 1948 Universitas Gajah Mada (UGM) yang kemudian di Negerikan pada tahun 1949. Tercatat dlam sejarah Universitas Gajah Mada (UGM), Lafran Pane termasuk salah satu mahasiswa yang pertama kali lulus mencapai gelar sarjana,yaitu tanggal 26 Januari 1953. Dengan sendirinya, Drs. Lafran Pane menjadi salah satu sarjana ilmu politik pertama di Indonesia, selanjutnya Lafran Pane lebih tertarik di lapangan pendidikan dan keluar dari Kementerian Luar Negeri dan masuk kembali ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.


Riwayat Pekerjaan
  • Direktur Kursus B I dan B II Negeri Yogyakarta yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan & Kebudayaan, dan Kemudian menjadi Fakultas Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Gajah Mada (UGM). kemudian, Fakultas Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Gajah Mada UGM dengan Institut Pendidikan Guru (IPG) dilebur menjadi Institut Keguruan & Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta, kini Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
  • Dosen Fakultas Ilmu Sosial (FKIS) IKIP Yogyakarta.
  • Dosen Fakultas Sosial dan politik Universitas Gajah Mada (UGM), dosen Universitas Islam Indonesia (UII), dosen Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
  • Dosen Akademi Tabligh Muhammadiyah (ATM), Kemudian menjadi FIAD Muhammadiyah, kini Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
  • Pernah menjadi dosen IAIN Sunan Kalijaga Yogykarta (sekarang Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (UIN)), hingga terjadi peristiwa 10 Oktober 1963. Sepuluh tahun kemudian, atas permintaan Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mulai tahun 1973 Prof. Drs. Lafran Pane mulai kembali mengajar di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai Guru Besar Ilmu Tata Negara.
  • Dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia, sejak tanggal 1 Desember 1966, Lafran Pane dianggat menjadi guru besar (profesor) dalam mata kuliah Ilmu Tata Negara.


Pendirian Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

Lafran dikenal sebagai salah satu pendiri HMI pada 5 Februari 1947 yang ditetapkan lewat Kongres XI HMI di Bogor pada 1974. Perihal perannya dalam HMI, Kongres XI HMI tahun 1974 di Bogor menetapkan Lafran Pane sebagai pemrakarsanya berdirinya HMI dan disebut sebagai pendiri HMI. Selain dirinya, ada beberapa nama lain yang disebut sebagai pendiri HMI, antara lain: Kartono Zarkasy (Ambarawa), Dahlan Husein (Palembang), Siti Zainah (Palembang), Maisaroh Hilal (cucu pendiri Muhammadiyah KH.Ahmad Dahlan, Singapura), Soewali (Jember), Yusdi Gozali (Semarang, juga pendiri PII), M. Anwar (Malang), Hasan Basri (Surakarta), Marwan (Bengkulu), Tayeb Razak (Jakarta), Toha Mashudi (Malang), Bidron Hadi (Kauman-Yogyakarta), Sulkarnaen (Bengkulu), dan Mansyur. Lafran Pane sendiri menolak untuk dikatakan sebagai satu-satunya pendiri HMI.


Karya-karya Lafran Pane

Data-data tentang Lafran Pane tidak banyak berubah sejak 1947. Karya tulisnya pun terbatas. berikut ini merupakan judul karya-karya Lafran Pane dengan bentuk artikel bebasnya:
  • Keadaan dan Kemungkinan Kebudayaan Islam di Indonesia
  • Wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
  • Kedudukan Dekret Presiden
  • Kedudukan Presiden
  • Kedudukan Luar Biasa Presiden
  • Kedudukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
  • Tujuan Negara
  • Kembali ke Undang-undang Dasar 1945
  • Memurnikan Pelaksanaan Undang-undang Dasar 1945
  • Memurnikan Pelaksanaan Undang-undang Dasar 1945
  • Perubahan Konstitusional
  • Menggugat Eksistensi HMI


Penghargaan

Presiden Joko Widodo secara resmi menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional untuk Lafran Pane. Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional tersebut melalui Keputusan Presiden RI Nomor 115/TK/TAHUN 2017 tanggal 6 November 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

Selain Lafran Pane, 3 tokoh lainnya mendapat anugerah yang sama sebagai Pahlawan Nasinal. Ketiga tokoh tersebut adalah TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dari Nusa Tenggara Barat (NTB), Laksamana Malahayati dari Provinsi Aceh, dan Sultan Mahmud Riayat Syah dari Kepulauan Riau.


Sumber: id.wikipedia.org