Ida Anak Agung Gde Agung - Pahlawan Nasional dari Bali

Ida Anak Agung Gde Agung
Ida Anak Agung Gde Agung
Menteri Luar Negeri RI ke-8
Masa jabatan: 12/8/1955 – 24/3/1956

Informasi pribadi
Lahir: 24 Juli 1921 Gianyar, Bali, 
Hindia Belanda
Meninggal: 22 April 1999
Kebangsaan: Indonesia
Profesi: Diplomat
Agama: Hindu
Dr. Ide Anak Agung Gde Agung adalah ahli sejarah dan tokoh politik Indonesia. Ia lahir di Gianyar, Bali pada 24 Juli 1921 dan meninggal pada 22 April 1999 pada umur 77 tahun. Di Bali ia juga berposisi sebagai raja Gianyar, menggantikan ayahnya Anak Agung Ngurah Agung. Anaknya, Anak Agung Gde Agung, adalah Menteri Masalah-masalah Kemasyarakatan pada Kabinet Persatuan Nasional.

Sarjana hukum (Mr.) diraihnya di Jakarta dan gelar doktor diperolehnya di Universitas Utrecht, Belanda, di bidang sejarah. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri maupun Menteri Luar Negeri pada era pemerintahan Presiden Soekarno. Selain itu ia pernah menjabat pula sebagai Dubes RI di Belgia (1951), Portugal, Perancis (1953), dan Austria.

Pada tanggal 9 November 2007, almarhum dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.[Wikipedia]

Pemerintah memberi gelar pahlawan kepada Ida Anak Agung Gde Agung berkat jasanya pada tahun 1948 mendirikan dan menjadi penggerak utama Pertemuan Musyawarah Federal (PMF), paguyuban negara-negara dan wilayah federal di Indonesia yang ditujukan untuk menghimpun kekuatan politik guna menanggulangi berbagai perundingan Belanda-RI.

Pada tahun 1949 Anak Agung Gde Agung memimpin delegasi Negara Indonesia Timur dan PMF ke Konferensi Meja Bundar di Den Haag, juga merupakan pemrakarsa Pertemuan Antar Indonesia untuk menyatukan presepsi unsur federal dengan pemerintah RI dalam menghadapi langkah politik lawan di Konferensi Meja Bundar.[tajuk tajuk]

Mulai zaman Hindia Belanda hubungan antara Puri Agung Gianyar dan golongan tertentu dari Gianyar bagian barat kurang harmonis yang mengarah untuk mengambil alih posisi jabatan Raja Gianyar. Juga disebutkan upaya untuk menjatuhkan Raja Gianyar terjadi pada zaman Jepang tatkala Raja Gianyar Anak Agung Ngurah Agung difitnah sehingga beliau diasingkan ke Lombok Timur. Harapan untuk mengganti Raja Gianyar menjadi sirna, karena Minseibu Cokan di Singaraja Tuan Shimizu mengangkat Ida Anak Agung Gde Agung sebagai Syutjo (identik dengan bupati).

Upaya kelompok-kelompok tertentu terus berlanjut dengan menculik Ida Anak Agung Gde Agung 20 September 1945 di  Tegallalang dibawa ke Badung. Berkat intervensi I Gusti Ngurah dan Ida Cokorda Ngurah Gde Pemecutan, Ida Anak Agung Gde Agung dibebaskan.

Kelompok dari Gianyar bagian barat yang pada umumnya anggota PRI berupaya menculik Ida Anak Agung Gde Agung awal November 1945 di Batubulan, tatkala dalam perjalanan menuju Denpasar untuk menghadiri paruman agung. Di pinggir jalan Batubulan telah siap puluhan pemuda PRI, melihat lajunya mobil, terdengar teriakan: ''Ini dia, tangkap dia, jangan sampai lepas, terus dibunuh''. Sopirnya Pak Berata mohon agar Ida Anak Agung Gde Agung tenang dan terus berdoa. Terdengar teriak stop ke arah mobil. Pak Berata menjawab, sabar dahulu, mobil sedang saya pinggirkan, sambil berjalan pelan-pelan... dengan tiba-tiba berbalik dan tancap gas, sehingga Ida Anak Agung Gde Agung selamat.

Karena sudah jelas upaya pembunuhan terhadap Ida Anak Agung Gde Agung terjadi, maka atas permufakatan keluarga besar Puri Agung Gianyar, November 1945 dibentuk PPN (Pemuda Pembela Negara) berfungsi untuk melindungi keutuhan keluarga besar Puri Agung Gianyar khususnya atas keselamatan Ida Anak Agung Gde Agung dan keluarganya. PPN dipimpin oleh Pak Djelada.

Terjadi bentrokan antara PRI dan PPN. Disebutkan satu Kompi TKR bersenjata lengkap hendak menyerang Gianyar dipimpin Cokorda Ngurah Brengos untuk membebaskan Pak Widjakusuma dan Pak Regog dari kurungan PPN sekitar November 1945. Pak Widjakusuma minta agar membatalkan menyerang Gianyar.

Tentang permintaan menambah pasukan militer Belanda ke Bali adalah permintaan Cokorda Gde Raka Sukawati kepada pemerintah Belanda di Den Haag dengan surat kawat tertanggal 15 September 1947, (Kabinet van de Leger Commandant in Indonesie, Inv.no.30/3 Doos 7 Bundel 107 MvD/CAD), Sukawati kepada Dr.H.J. Van Book ''Toepassing Standrecht voor Bali'', 16 Oktober 1947, memo. arsip Residen Boon. Dengan demikian Ida Anak Agung Gde Agung tidak pernah meminta tambahan pasukan Belanda ke Bali untuk menumpas pejuang di Bali. [Bali Post] 

Berdasarkan Keppres Nomor 066/TK/2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada beberapa tokoh nasional di antaranya kepada Ida Anak Agung Gde Agung, karena jasa-jasanya dalam perjuangan Kemerdekaan Indonesia.