Biografi Johannes Abraham Dimara -Pahlawan Nasional

Johannes Abraham Dimara
Johannes Abraham Dimara

Tanggal lahir: 14 April 1916
Tempat lahir: Biak Utara, Papua
Wafat: Jakarta, 20 Oktober 2000

Penghargaan:

Satyalancana 
Perang Kemerdekaan Kesatu

Satyalancana 
Peristiwa Perang Kemerdekaan Kedua
Satyalancana Satya Dharma
Satyalancana Bhakti
Satyalancana Gerakan Operasi Militer III
Satyalancana 
Perintis Pergerakan kemerdekaan

Gelar:

Pahlawan Nasional
Johannes Abraham Dimara adalah Pahlawan Nasional yang berasal dari Papua, ia dilahirkan Biak Utara, Papua, pada 14 April 1916. Johannes Abraham Dimara dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Keppres No. 113/TK/2011.

Waktu kecil Ia bernama Arabei namun setelah diadopsi oleh Elias Mahubesi namanya berganti menjadi Johannes Abraham Dimara. Ia lahir di Biak Utara, pada 14 April 1916, Ayahnya seorang Korano (Kepala Kampung) bernama Willem Dimara. Seperti anak-anak lain, Arabei oleh ayahnya dimasukkan ke sekolah dasar di kampungnya, di bawah asuhan Tuan Guru Simon Soselisa.

Arabei meninggalkan kampung kelahirannya menuju ke dunia barunya Ambon. Selanjutnya Kepala Polisi Mahabesi telah sah menjadi ayah angkatnya. Nama Arabei, diganti dengan nama baptis Johanes Abraham. Nama marga tetap digunakan. Nama barunya menjadi Johanes Abraham Dimara. Johanes menyelesaikan pendidikan setingkat sekolah dasar pada tahun 1930, kemudian dilanjutkan ke sekolah Pertanian Tamat pada 1935. Akhirnya dia menjadi guru sekolah Injil di Kecamatan (Leksula), P. Buru di bawah asuhan seorang Pendeta Belanda.

Pada tahun 1946, ia ikut serta dalam Pengibaran Bendera Merah Putih di Namlea, pulau Buru. Ia turut memperjuangkan pengembalian wilayah Irian Barat ke tangan Republik Indonesia. Pada tahun 1950, ia diangkat menjadi Ketua OPI (Organisasi Pembebasan Irian Barat). Ia pun menjadi anggota TNI dan melakukan infiltrasi pada tahun 1954 yang menyebabkan ia ditangkap oleh tentara Kerajaan Belanda dan dibuang ke Digul, hingga akhhinya dibebaskan tahun 1960.

Ketika Presiden Soekarno mengumandangkan Trikora, ia menjadi contoh sosok orang muda Papua dan bersama Bung Karno ikut menyerukan Trikora di Yogyakarta. Ia juga turut menyerukan seluruh masyarakat di wilayah Irian Barat supaya mendukung penyatuan wilayah Irian Barat ke dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada tahun 1962, diadakanlah Perjanjian New York. Ia menjadi salah satu delegasi bersama Menteri Luar Negeri Indonesia. Isi dari perjanjian itu akhirnya mengharuskan pemerintah Kerajaan Belanda untuk bersedia menyerahkan wilayah Irian Barat ke tangan pemerintah Republik Indonesia. Maka mulai dari saat itu wilayah Irian Barat masuk menjadi salah satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Nasib Dimara yang masih berpangkat Bintara (Pembantu Letnan) mendapat perhatian dari Presiden. Mengingat jasa-jasanya yang luar biasa itu Presiden menaikkan pangkatnya secara luar biasa dari Pembantu Letnan menjadi Mayor. Dalam sejarah TNI barangkali hanya Dimara yang pernah memperoleh penghargaan kenaikan pangkat secara luar biasa. Pelatihannya dilakukan oleh Jenderal Gatot Subroto (Wakil Kepala AD) bertempat di MBAD pada tanggal 28 April 1962.

Ketika pawai 17 Agustus di depan istana (waktu itu belum ada Monas), Dimara mengenakan rantai yang terputus. Bung Karno melihat itu dan terinspirasi membuat patung pembebasan Irian Barat. Maka, dibuatlah patung pembebasan Irian Barat di lokasi yang hanya berjarak tidak sampai 1,5 km dari Istana negara, yakni di Lapangan Banteng. Dimara menceritakan hal itu dalam buku yang ditulis oleh Carmelia Sukmawati berjudul, Fai Do Ma, Mai Do Fa, Lintas Perjuangan Putra Papua,J.A. Dimara (2000).

Johanes Abraham Dimara meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2000. Ia mendapat tanda penghargaan dari pemerintah berupa Satyalancana Perang Kemerdekaan Kesatu dan Satyalancana Bhakti. Atas jasa-jasanya Pemerintah RI menganugerahi Gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keppres No. 113/TK/2011.