Biografi Lengkap Sultan Baabullah - Pahlawan Nasinal dari Ternate

sultan baabullah berasal dari, sultan baabullah dijuluki penguasa 72 kepulauan karena, sejarah sultan baabullah, sultan baabullah mengusir portugis, latar belakang sultan baabullah, perlawanan, sultan baabullah mendapat gelar, kematian sultan baabullah

Biografi Lengkap Sultan Baabullah - Pahlawan Nasinal dari Ternate

Sultan Baabullah atau Babullah, juga dikenali sebagai Baab atau Babu dalam sumber Eropa, merupakan sultan ke-7 dan penguasa ke-24 Kesultanan Ternate di maluku utara yang memerintah antara tahun 1570 dan 1583. Ia dianggap sebagai Sultan teragung dalam sejarah Ternate dan Maluku karena keberhasilannya mengusir penjajah Portugis dari Ternate dan membawa kesultanan tersebut kepada puncak kejayaannya di akhir abad ke-16. Sultan Baabullah juga dikenali dengan gelar "Penguasa 72 Pulau", berdasarkan wilayah kekuasaannya di Indonesia timur, yang mencakup sebagian besar Kepulauan Maluku, Sangihe dan sebagian dari Sulawesi. Pengaruh Ternate pada masa kepemimpinannya bahkan mampu menjangkau Solor (Lamaholot), Bima (Sumbawa bagian timur), Mindanao, dan Raja Ampat. Peran Maluku dalam jaringan niaga Asia meningkat secara signifikan karena perdagangan bebas hasil rempah dan hutan Maluku pada masa pemerintahannya.

Sultan Baabullah dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widododi di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/11). Hal ini dilakukan bertepatan dengan Hari Pahlawan 10 November 2020. Pada saat yang bersamaan anugerah tersebut diberikan juga kepada Macmud Singgirei Rumagesan – Raja Sekar dari Provinsi Papua Barat, Jenderal Polisi (Purn) Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo dari Provinsi DKI Jakarta, Arnold Mononutu dari Provinsi Sulawesi Utara, MR. Sutan Mohammad Amin Nasution dari Provinsi Sumatra Utara, dan Raden Mattaher Bin Pangeran Kusen Bin Adi dari Provinsi Jambi.


Kehidupan Awal

Sultan Baabullah lahir pada 10 Februari 1528. Ia merupakan putra tertua dari Sultan Khairun Jamil (memerintah 1535–1570, lahir pada sekitar tahun 1522 menurut catatan Portugis) dan Boki Tanjung. Kaicili (pangeran) Baab merupakan putra tertua, atau setidaknya salah satu yang tertua, dari Sultan Khairun dan permaisurinya Boki Tanjung, putri Sultan Alauddin I dari Bacan. Menurut satu catatan hikayat yang disusun jauh di kemudian hari oleh penulis Ternate Naidah, Baab juga merupakan anak angkat dari Sultan Bacan.

Sejak kecil, Baabullah sudah diberi pendidikan soal keagamaan oleh sang ayah. Ia diajari untuk berdakwah kepada masyarakat. ia diajari untuk "berdakwah kepada masyarakat", yang ditafsirkan sebagai tanda bahwa ia memiliki pengetahuan yang menyeluruh tentang al-Qur'an. Kaicili Baab dan saudara-saudaranya kemungkinan mendapatkan pemahaman ilmu agama dari mubalig dan ilmu peperangan dari ahli militer.

Ia sudah menemani ayahnya ke mana-mana, termasuk saat Sultan Khairun diasingkan untuk sementara ke Goa pada 1545 sampai 1546. Beranjak dewasa, Baabullah membantu sang ayah menjalankan pemerintahan kesultanan. Ia ikut menandatangani surat perjanjian vasalisasi Ternate kepada Portugis pada 1560, surat tertua Indonesia dengan stempel kesultanan yang masih bertahan.


Konflik

Pemerintahan Ternate menjadi pusat utama perdagangan cengkeh yang memiliki ketergantungan erat pada Portugis sejak mendirikan benteng di sana pada 1522. Awalnya, Ternate menganggap bahwa Portugis memegang kuasa atas bandar persinggahan di Melaka, serta memiliki senjata yang lebih unggul.  Namun, setelah beberapa waktu, perilaku para serdadu Portugis tidak disukai oleh masyarakat. Konflik antara Ternate dan Portugis pun pecah pada 1560-an. Saat itu kaum Muslim di Ambon meminta bantuan dari sultan untuk mencegah orang-orang Eropa yang mencoba mengkristenkan daerah tersebut. Pada 1563, Sultan Khairun mengirim sebuah armada untuk mengepung Desa Kristen Nusaniwi. Namun, usaha pengepungan ini gagal setelah tiga kapal Portugis datang. Setelah 1564, orang-orang Portugis terpaksa meninggalkan Ambon. Tetapi, pada 1569 mereka kembali lagi menetap di sana.

Sejak saat itu, peperangan masih terus berlanjut. Sampai akhrinya, pada 25 Februari 1570, Kapten Diogo Lopes de Mesquita mengajak Sultan Khairun datang ke kediamannya untuk sebuah jamuan.  Ia hendak mengajak sultan mendiskusikan sesuatu hal yang serius. Khairun pun menyanggup permintaan tersebut dan datang seorang diri. Martim Afonso Pimentel, keponakan dari sang kapten, diperintahkan untuk berjaga di sisi dalam gerbang. Saat Khairun hendak keluar, Pimentel langsung menikamnya menggunakan belati. Khairun pun gugur.  Setelah Khairun gugur, Sultan Baabullah pun ditunjuk sebagai penggantinya. Tak lama setelah penobatannya, Sultan Baabullah menyumpahkan permusuhan yang tidak lagi dapat didamaikan oleh orang-orang Portugis.

Guna menguatkan posisinya, Baabullah menikahi saudari Sultan Gapi Baguna dari Tidore. Pengusiran Portugis Sebagai bentuk balasan atas kematian Khairun, Baabullah meminta agar Lopes dibawa ke hadapannya untuk diadili. Benteng-benteng Portugis di Ternate, yaitu Tolucco, Santa Lucia, dan Santo Pedro jatuh dalam waktu yang singkat, menyisakan Sao Joao Baptista (kediaman Lopes) sebagai pertahanan terakhir.

Di bawah komando Baabullah, pasukan Ternate telah mengepung Sao Joao Baptista dan memutuskan hubungan benteng tersebut dengan dunia luar. Selesai pengepungan, pasukannya pun menyerang wilayah-wilayah yang menjadi pusat misi Yesuit, ordo gereja katolik, di Halmahera, pada 1571. Pada 1571, sebuah armada Ternate dengan enam kora-kora besar di bawah pimpinan Kapita Kalasinka menyerbu Ambon. Tentara Portugis yang dikomandoi Sancho de Vasconcellos berusaha susah payah untuk mempertahankan benteng-benteng mereka. Pasukannya pun kehilangan kekuasaan di laut atas perdagangan cengkeh.

Pada 1575, sebagian besar tanah Portugis di Maluku telah diambil alih oleh Ternate. Hanya tersisa Sao Joao Baptista yang masih dalam pengepungan. Oleh sebab itu, Portugis pun menyerah dan pergi meninggalkan Ternate. Sultan Baabullah memegang janjinya dan tidak ada satu pun dari mereka yang dilukai. Ia menyatakan bahwa orang Portugis masih diperbolehkan berkunjung sebagai pedagang, serta harga cengkeh untuk mereka tidak akan berubah.


Kejayaan Ternate

Kejayaan Ternate Selepas kepergian Portugis, Sultan Baabullah mengambil alih Sao Joao Baptista.  Ia memanfaatkan tempat tersebut sebagai benteng sekaligus istana kediamannya. Di bawah kepemimpinan Baabullah, Kesultanan Ternate menggapai masa jayanya. Kombinasi dari pengaruh sosiopolitik agama Islam, imbas dari keberadaan Portugism serta harga cengkeh yang semakin melonjak, memperkuat dan memperluas kekuatan Ternate atas jalur perdagangan rempah. 

Sultan Baabullah mangkat pada bulan Juli tahun 1583. Terdapat versi yang berbeda-beda mengenai penyebab dan tempat kematiannya. Menurut sebuah riwayat meragukan yang muncul jauh di kemudian hari (catatan François Valentijn, 1724), ia diperangkap oleh Portugis dalam kapal mereka dan dibawa ke Goa, tetapi meninggal di perjalanan. Riwayat-riwayat lainnya menyatakan bahwa ia dibunuh ketika berada di kediamannya, entah melalui racun atau sihir. Sampai saat ini, masih belum diketahui dengan pasti penyebab kematian dari Sultan Baabullah sendiri. 

Penerus Baabullah sebagai Sultan adalah putranya Said Barakati (memerintah 1583-1606) alih-alih saudaranya Mandar, walaupun ibunda Mandar memiliki status yang lebih tinggi. Baabullah secara khusus meminta saudaranya yang lain, Kaicili Tulo, untuk mendukung Said sebagai sultan. Sultan Said melanjutkan upaya perlawanan terhadap Portugis dan Spanyol dan terus menjalin hubungan dengan negeri-negeri lainnya.

Referensi: C.F. van Fraassen. (1987). Ternate, de Molukken en de Indonesische Archipel. Leiden: Rijksmuseum te Leiden. Cf. Hubert Jacobs. (1971). A treatise on the Moluccas (c. 1544). Rome: Jesuit Historical Institute. https://id.wikipedia.org/wiki/Baabullah