Syarif Kasim II - Pahlawan Nasional, sultan terakhir Kesultanan Siak

Syarif Kasim II
Syarif Kasim II
Yang Dipertuan Besar Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan Syarif Kasim II adalah sultan ke-12 (sultan terakhir) Kesultanan Siak. Syarif merupakan anak dari Sultan Syarif Hasyim I yang merupakan sultan ke 11 Kerajaan Siak hasil pernikahan dengan permaisuri Tengku Yuk. Syarif Kasim lahir di Siak Sri Indrapura, Riau, 1 Desember 1893 dan meninggal di Rumbai, Pekanbaru, Riau, 23 April 1968 pada umur 74 tahun.

Ia dinobatkan sebagai sultan pada umur 16 tahun menggantikan ayahnya Sultan Syarif Hasyim. Sultan Syarif Kasim II merupakan seorang pendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tidak lama setelah proklamasi dia menyatakan Kesultanan Siak sebagai bagian wilayah Indonesia, dan dia menyumbang harta kekayaannya sejumlah 13 juta gulden untuk pemerintah republik (setara dengan 151 juta gulden atau € 69 juta Euro pada tahun 2011). Bersama Sultan Serdang dia juga berusaha membujuk raja-raja di Sumatera Timur lainnya untuk turut memihak republik.

Sultan Syarif Kasim II dilahirkan di Siak pada tanggal 1 Desember 1893. Setelah ayahnya, Sultan Assyaidin Hasyim I Abdul Jalil Syaifuddin wafat pada 1908, Syarif Kasim II dinobatkan sebagai sultan ketika usianya masih 16 tahun.

Karena belum cukup umur dan tengah menempuh pendidikan di Batavia, maka Syarif Kasim II dinobatkan sebagai Sultan Kerajaan Siak Indrapura pada 13 Maret 1915 dengan gelar Sultan Assyaidis Syarif Kasim Sani Abdul Jalil Syaifuddin.

Di bawah kepemimpinan Sultan Syarif Kasim II, Siak menjadi ancaman bagi Pemerintah Hindia Belanda. Soalnya, dia secara terang-terangan menunjukkan penentangannya terhadap penjajahan.

Dengan lantangnya, Syarif Kasim II menolak Sri Ratu Belanda sebagai pemimpin tertinggi para raja di kepulauan Nusantara, termasuk Siak.

Sultan yang amat menyadari pentingnya pendidikan sebagai tonggak bagi perubahan suatu kaum, mencoba mencerdaskan rakyatnya dengan mendirikan sekolah-sekolah di Siak. Putra-putri Siak yang cerdas dan berprestasi, mendapat beasiswa untuk menempuh pendidikan ke Medan dan Batavia.

Sultan Syarif Kasim II dihormati orang tidak hanya karena kedudukan sebagai raja, tetapi karena satunya kata dengan perbuatan. Beliau tidak hanya mendukung NKRI dengan maklumat dan pernyataan politik saja, tetapi juga dengan menyumbangkan harta miliknya dalam jumlah sangat besar kepada negara.

Dia tidak hanya menyayangi rakyatnya dengan kata dan ungkapan, tetapi juga dengan mencerdaskannya lewat penyediaan sekolah. Syarif mendukung perjuangan lewat seruan di istana, tapi juga hadir dalam kancah perjuangan dengan bantuan yang konkrit.

Pada saat peringatan hari kematiannya atau Haul ke 119, Sultan Syarif Kasim II mendapatkan gelar pahlawan nasional.

Penetapannya tanggal 6 November 1998, melalui keputusan presiden nomor 109/TK/1998, yang di tanda tangani presiden BJ Habibie, Sultan Syarif Kasim II juga mendapat tanda kehormatan bintang Mahaptra Adipradana.

Untuk mengenang jasa jasanya, Pemerintah Provinsi Riau mengabadikan namanya pada Bandara Internasional di Pekanbaru dengan nama Sultan Syarif Kasim II yang semula bernama Bandar Udara Simpang Tiga.

Bandara Simpang tiga ini pertama kali sultan Syarif Kasim melakukan pendaratan perdana dan meresmikannya pada tahun 1943 bersama dengan Permaisuri Tengku Agung Sultanah Latifah dan pembesar pemerintah Belanda.