Biografi H. Ilyas Yacoub - Pahlawan Nasional dari Sumatera Barat

H. Ilyas Yacoub
Ilyas Yacoub
H. Ilyas Yakoub atau ada juga yang menyebut dengan Ilyas ya'kub (lahir di Asam Kumbang, Bayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, 1903 – wafat di Koto Barapak, 2 Agustus 1958) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia dari Sumatera Barat. Ia ditetapkan sebagai pahlawan melalui Surat Keputusan Presiden No. 074/TK/1999 bertanggal 13 Agustus 1999.

H. Ilyas Yacoub juga tercatat dan dikenal dengan sepak terjangnya dalam menggerakan Kemerdekaan Republik Indonesia. Sebagai wartawan dan politikus Islam pada masa pergerakkan kemerdekaan Indonesia, sepak terjangnya memperlihatkan karakteristik radikal positif justru mengangkat martabat dan integritas dirinya sebagai tokoh Islam dan nasionalis yang kuat menentang penjajah Belanda.

Di wilayah Sumatra Barat, nama H. Ilyas Yacoub bisa disebut mendarah daging dengan nafas kehidupan masyarakat Sumbar sebagai salah seorang pahlawan kebanggaan mereka. Sayangnya, tidak banyak lembaran sejarah yang menyisakan tinta untuk mencatat masa kecil pahlawan besar ini kecuali kuatnya latar belakang pendidikan agama yang diterima dari Syeikh Abdurrahman, kakek sekaligus salah satu tokoh pendidikan Islam di wilayah Sumatra.


Latar Belakang Keluarga

Ilyas Yakoub adalah putra ketiga dari empat bersaudara dari pasangan suami-isteri Haji Ya’kub – Siti Hajir, sejak kecil Ilyas Ya’kub belajar ilmu agama dengan kakeknya Syeikh Abdurrahman. Saat itu Bayang (daerah kelahirannya) masih merupakan sentra pendidikan Islam. Sebab sejak dahulu Bayang termasuk basis pengembangan Islam di Pantai Barat Sumatera berpusat di surau tua didirikan (awal 1666) oleh Syeikh Buyung Muda Puluikpuluik, salah seorang dari 6 ulama pengembang Islam di Indonesia seangkatan Syeikh Burhanuddin Ulakan Pariaman belajar dengan Syeikh Abdul Rauf Singkel di Aceh. Sa’at berkobarnya Perang Pauh (mulai 28 April 1666) surau ini juga menjadi basis perjuangan melawan Belanda.

Ayah Ilyas Ya’kub seorang pedagang kain dan hidup di lingkungan ulama, cukup memberi peluang dana dan motivasi bagi Ilyas Ya’kub untuk mengecap pendidikan lebih baik. Pertama ia mendapat pendidikan di Gouvernements Inlandsche School. Tamat sekolah ia bekerja sebagai juru tulis selama dua tahun (1917 – 1919) di perusahaan tambang batu bara Ombilin Sawahlunto Sijunjung. Ia keluar dari perusahaan itu sebagai protes terhadap pimpinan perusahaan asing yang imperialisme dan kolonialisme yang kasar terhadap kaum buruh pribumi.

Sebagai konvensasi Ilyas Ya’kub memperdalam ilmu agama Ilyas Ya’kub kemudian belajar dengan Syekh Haji Abdul Wahab. Gurunya (juga ayah dari isterinya Tinur) ini melihat Ilyas Ya’kub berbakat, lalu dibawa ke Mekah. Ketika berada di tanah suci itu, selesai menunaikan ibadah haji, Ilyas berminat untuk menetap di sana guna memperdalam ilmu agamanya. Tahun 1923 ia punya kesempatan ke Mesir. Di sana ia memasuki sebuah universitas mulanya sebagai thalib mustami’ (mahasiswa pendengar).

Usai menamatkan pendidikan pada Gouvernements Inlandsche School, Yacoub bekerja sebagai juru tulis selama 1917 – 1919 pada pertambangan batu bara milik Belanda di kawasan Ombilin, Sawahlunto, Sijunjung. Dua tahun bekerja dengan pemerintah kolonial sudah cukup mematri dan memicu semangat kebangsaan Ilyas Yacoub yang menjadi saksi hidup kesewenang-wenangan pejabat perusahaan asing terhadap buruh pribumi.

Kobaran semangat yang sama membuat Yacoub memutuskan berhenti bekerja dan seterusnya memperdalam ilmu agama di Mesir. Pada masa inilah ia banyak berkenalan dengan dunia organisasi politik seperti Hizb al-Wathan dan Perkumpulan Mahasiswa Indonesia dan Malaysia (PMIM). Aktivitas politik Yacoub semakin meningkat ketika ia dilantik sebagai wakil ketua organisasi sosial politik, Jam’iyat al-Khairiyah, dan ketua organisasi politik, Difa` al-Wathan. Tentu saja, Yacoub sangat menyadari peran media sebagai salah satu pelantang paling efektif dalam dunia politik. Dan ketajaman gagasan serta kelihaian kritik terhadap prilaku dan kebijakan pemerintah kolonial pada masa itu tak urung membuat gerah para pejabat sipil maupun militer Belanda.

Pada tahun 1930  Ilyas Yacoub mendirikan partai Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) bersama salah seorang karibnya yakni Mukhtar Luthfi. Bak pintu yang terbuka lebar, aktivitas Yacoub dalam dunia politik makin merisaukan pemerintah Hindia Belanda, terlebih melalui kerja sama partainya dengan PERTINDO yang dibidani langsung dari tangan Ir. Soekarno, Presiden pertama Indonesia. Puncak kegalauan pemerintah Belanda makin tak terbendung dan serta merta menghentikan segala bentuk perjuangan Ilyas Yacoub yang memerdekakan banyak wilayah di Indonesia melalui hukuman pengasingan ke Digul, Irian Jaya.

Setelah dikumandangkannya kemerdekaan Indonesia, Yacoub diangkat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Tengah (DPRST) dan koordinator partai politik se-Sumatera Tengah. Meski sosok dan perjuangannya telah menjadi panutan tetap bagi rakyat Sumatra, Ilyas Yacoub memilih menolak pencalonan dirinya sebagai Gubernur Sumatera Tengah kala itu, dan memilih menjadi sekedar Ilyas Yacoub yang membumi bersama rakyat Sumatra.


Wafat

H. Ilyas Yakoub wafat pada 2 Agustus 1958 jam 18.00 wib, ia meninggalkan 11 orang anak, antara lain putranya Anis Sayadi, Fauzi (satu di antaranya yang menulis riwayat hidup singkat tokoh ini). Ilyas Yacoub dimakamkan di Masjid Raya Kapencong, Pesisir Selatan, Sumatra Barat dan namanya diabadikan untuk menyebut nama sebuah Taman Makam Pahlawan di wilayah yang sama.

Pada tahun 2012, tepatnya hari Minggu tanggal 4 Desember 2012 Makam H. Ilyas Yakoub pindah dari Masjid Al-Munawarah Nagari Kapelgam Bayang kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) ke lokasi seluas 2000 meter berada di arah sampingnya dengan jarak sekitar 100 meter. Proses Pemindahan dan pemakamam tersebut dilakukan secara Militer oleh TNI dan ditandai dengan letusan kehormatan oleh anggota TNI di lokasi makam Kapelgam, Kecamatan Bayang.

Almarhum juga dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana atas jasanya mempertahankan prinsip-perinsip kemerdekaan dari ancaman kolonialisme Belanda sekaligus menggerakkan kemerdekaan RI di samping memperjuang Partai dan Pendidikan Islam. Kebesarannya dihargai Negara, dan oleh Pemerintahan Kabupaten setiap bulan diberikan bantuan kesejahteraan sejumlah uang tunai kepada keluarga pahlawan nasional ini, yang ditetapkan dengan SK-Bupati Nomor 400-134/BPT-PS/2005 tanggal 2 Januari 2005.

Kepahlawanan Ilyas Ya’kub juga diabadikan dengan pemberian namanya kepada gedung olahraga dan jalan, serta dibangun sebuah patung di perapatan jalan di gerbang kota Painan, Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Indonesia).