Biografi Nh. Dini - Sastrawan, Novelis, dan Feminis Indonesia

Nh. Dini
Profil dan Biodata Nh. Dini 
  • Nama Lengkap: Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin
  • Alias: NH Dini
  • Profesi: Sastrawan
  • Agama: Islam
  • Tempat Lahir: Semarang, Jawa Tengah
  • Tanggal Lahir: Sabtu, 29 Februari 1936
  • Ayah: Saljowidjojo
  • Ibu: Kusaminah
  • Suami: Yves Coffin
  • Anak: Marie Claire Lintang, Pierre Louris Padang

Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin atau lebih dikenal dengan nama NH Dini adalah sastrawan,
novelis, dan feminis Indonesia.


Sejarah hidup

NH Dini lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada tahun Kabisat yakni 29 Februari 1936 dari pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah. Ia anak bungsu dari lima bersaudara, ulang tahunnya dirayakan empat tahun sekali.

NH Dini mengaku mulai tertarik menulis sejak kelas tiga SD. Buku-buku pelajarannya penuh dengan tulisan yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaannya sendiri. Ia sendiri mengakui bahwa tulisan itu semacam pelampiasan hati. Ibu Dini adalah pembatik yang selalu bercerita padanya tentang apa yang diketahui dan dibacanya dari bacaan Panji Wulung, Penyebar Semangat, Tembang-tembang Jawa dengan Aksara Jawa dan sebagainya. Baginya, sang ibu mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk watak dan pemahamannya akan lingkungan.

Sekalipun sejak kecil kebiasaan bercerita sudah ditanamkan, sebagaimana yang dilakukan ibunya kepadanya, ternyata Dini tidak ingin jadi tukang cerita. la malah bercita-cita jadi sopir lokomotif atau masinis. Tapi ia tak kesampaian mewujudkan obsesinya itu hanya karena tidak menemukan sekolah bagi calon masinis kereta api.

Kalau pada akhirnya ia menjadi penulis, itu karena ia memang suka cerita, suka membaca dan kadang-kadang ingin tahu kemampuannya. Misalnya sehabis membaca sebuah karya, biasanya dia berpikir jika hanya begini saya pun mampu membuatnya. Dan dalam kenyataannya ia memang mampu dengan dukungan teknik menulis yang dikuasainya.

Dini ditinggal wafat ayahnya semasih duduk di bangku SMP, sedangkan ibunya hidup tanpa penghasilan tetap. Mungkin karena itu, ia jadi suka melamun. Bakatnya menulis fiksi semakin terasah di sekolah menengah. Waktu itu, ia sudah mengisi majalah dinding sekolah dengan sajak dan cerita pendek. Dini menulis sajak dan prosa berirama dan membacakannya sendiri di RRI Semarang ketika usianya 15 tahun. Sejak itu ia rajin mengirim sajak-sajak ke siaran nasional di RRISemarang dalam acara Tunas Mekar.

Karya-karya yang telah ditelurkan oleh perempuan yang konon berdarah Bugis ini antara lain adalah puisi, kumpulan cerpen, novel, dan biografi.

Dini telah menjadi pengarang selama hampir 60 tahun, akan tetapi ia baru menerima royalti honorarium yang bisa menutupi biaya hidup sehari-hari baru-baru ini. Tahun-tahun sebelumnya ia mengaku masih menjadi parasit dan sering dibantu oleh teman-temannya untuk menutupi biaya makan dan pengobatan. Dini pernah sakit keras, hepatitis-B, selama 14 hari. Gubernur Jawa tengah saat itu, Mardiyanto, membantu biaya pengobatan Dini.

Dini sempat menikah dengan Yves Coffin, Konsul Prancis di Kobe, Jepang, pada 1960 dan beberapa kali berpindah tempat tinggal dari negara satu ke negara yang lain. Dari pernikahan itu ia dikaruniai dua anak, Marie-Claire Lintang dan Pierre Louis Padang. Setelah bercerai, Dini kembali ke Indonesia dan tidak berhenti berkarya. Anak sulung Dini kini menetap di Kanada, dan anak bungsunya menetap di Prancis. Sementara Dini tinggal di Panti Wredha Langen Wedharsih, Ungaran.


Masa senja

Berdasarkan wawancara CNN Indonesia dengan keluarga NH Dini, sang novelis tidak sama dengan orang tua lain yang tinggal di panti. Kalau lainnya dititipkan, ia menitipkan diri sendiri. Alasannya, tak ingin merepotkan orang lain. Bahkan soal keuangan, NH Dini masih sangat mandiri.

Ia masih membimbing skripsi, mengisi acara seminar, bahkan bolak-balik ke Jakarta jika ada undangan seni di Taman Ismail Marzuki. Usia senja tak menghalanginya naik pesawat dan bepergian sendiri. Jika butuh bantuan, ia sendiri yang menghubungi maskapai untuk meminta kursi roda.

NH Dini juga masih menulis. Namun, keluarga tak tahu detail apa yang sedang digarapnya. Yang jelas pada 2003 ia masih menelurkan buku Dari Parangakik ke Kampuchea yang masih diminati.


Karya

Beberapa bukunya yang terkenal di antaranya:
  • Pada Sebuah Kapal
  • Hati yang Damai
  • Padang Ilalang di Belakang Rumah
  • Sekayu
  • Pertemuan Dua Hati
  • Keberangkatan
  • La Barka
  • Monumen
  • Istri Konsul
  • Sebuah Lorong di Kotaku
  • Kemayoran
  • Tirai Menurun
  • Langit dan Bumi Sahabat Kami
  • Namaku Hiroko
  • Argenteuil
  • Dari Rue Saint Simon ke Jalan Lembang
  • Dua Dunia, buku kumpulan cerita pendek

Pendidikan
  • SD di Semarang, 1950
  • SMP di Semarang. 1953 -SMA di Semarang, 1956
  • Kursus Pramugari GIA di Jakarta, 1956
  • Kursus B 1, Sejarah, 1957-1959

Karir
  • Pramugari GIA (Garuda Indonesia Airways) (1950-1960)
  • Anggota Wahana Lingkungan Hidup
  • Anggota Forum Komunikasi Generasi Muda Keluarga Berencana

Penghargaan
  • Penghargaan Sastra Terbaik dari Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)
  • SEA Write Award bidang sastra dari Pemerintah Thailand

Sumber: