Biografi Bernard Wilhelm Lapian - Pejuang Tiga Zaman
Bernard Wilhelm Lapian (lahir di Kawangkoan, 30 Juni 1892 – meninggal di Jakarta, 5 April 1977 pada umur 84 tahun) adalah seorang pejuang nasionalis berasal dari Minahasa, Sulawesi Utara. Perjuangannya dilakukan dalam pelbagai bidang dan dalam rentang waktu sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda, pendudukan Jepang, sampai pada zaman kemerdekaan Indonesia.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, di mana semua gereja Kristen berada di bawah naungan satu institusi Indische Kerk yang dikendalikan oleh pemerintah, B.W. Lapian bersama tokoh-tokoh lainnya mendeklarasikan berdikarinya Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) tahun 1933, yaitu suatu gereja mandiri hasil bentukan putra-putri bangsa sendiri yang tidak bernaung di dalam Indische Kerk.
Pada masa revolusi kemerdekaan B.W. Lapian sebagai pimpinan sipil saat itu berperan besar pada momen heroik Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 di Manado. Peristiwa merebut tangsi militer Belanda di Teling Manado. Ia memimpin pasukan pemuda bersama Letkol Ch Taulu dan Serda SD Wuisan merobek bagian biru bendera Belanda hingga berkibar bendera merah putih.
Dalam catatan sejarah, semasa ia bekerja di Batavia, Lapian menulis di surat kabar Pangkal Kemadjoean yang memperlihatkan sikap nasionalisme untuk membebaskan warga Indonesia dari kolonialisme.
Pada 1930 hingga 1934, Lapian menjadi anggota Dewan Minahasa dan memperjuangkan pembangunan fasilitas publik, infrastruktur, rumah sakit, dan lainnya bagi kepentingan rakyat. Semasa pendudukan Jepang, Lapian pernah menjadi Gunco (Kepala Distrik) dan pada 1945 menjadi Wali Kota Manado.
Karena menolak mengembalikan kekuasaan pemerintah kepada Nederlandsch Indië Civil Administration (NICA), ia pernah dijebloskan ke dalam penjara di Teling, Manado.
Pada 1947 dipindahkan ke penjara Cipinang, Jakarta dan pada 1948 dipindahkan lagi ke penjara Sukamiskin, Bandung, sebelum akhirnya dibebaskan pada 20 Desember 1949.
Karena ketokohannya, ia pada masa kemerdekaan dipercayai untuk menjabat sebagai Gubernur Sulawesi pada tahun 1950 sampai dengan 1951, yang berkedudukan di Makassar. Saat itu, Lapian bertugas menyelesaikan masalah perlawanan pemberontak Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan secara damai.
B.W. Lapian diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada hari Kamis 5 Nopember 2015 di Istana Negara oleh Presiden RI Joko Widodo Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 116-TK-Tahun 2015-4 November 2015.
Sumber:
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, di mana semua gereja Kristen berada di bawah naungan satu institusi Indische Kerk yang dikendalikan oleh pemerintah, B.W. Lapian bersama tokoh-tokoh lainnya mendeklarasikan berdikarinya Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) tahun 1933, yaitu suatu gereja mandiri hasil bentukan putra-putri bangsa sendiri yang tidak bernaung di dalam Indische Kerk.
Pada masa revolusi kemerdekaan B.W. Lapian sebagai pimpinan sipil saat itu berperan besar pada momen heroik Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 di Manado. Peristiwa merebut tangsi militer Belanda di Teling Manado. Ia memimpin pasukan pemuda bersama Letkol Ch Taulu dan Serda SD Wuisan merobek bagian biru bendera Belanda hingga berkibar bendera merah putih.
Dalam catatan sejarah, semasa ia bekerja di Batavia, Lapian menulis di surat kabar Pangkal Kemadjoean yang memperlihatkan sikap nasionalisme untuk membebaskan warga Indonesia dari kolonialisme.
Pada 1930 hingga 1934, Lapian menjadi anggota Dewan Minahasa dan memperjuangkan pembangunan fasilitas publik, infrastruktur, rumah sakit, dan lainnya bagi kepentingan rakyat. Semasa pendudukan Jepang, Lapian pernah menjadi Gunco (Kepala Distrik) dan pada 1945 menjadi Wali Kota Manado.
Karena menolak mengembalikan kekuasaan pemerintah kepada Nederlandsch Indië Civil Administration (NICA), ia pernah dijebloskan ke dalam penjara di Teling, Manado.
Pada 1947 dipindahkan ke penjara Cipinang, Jakarta dan pada 1948 dipindahkan lagi ke penjara Sukamiskin, Bandung, sebelum akhirnya dibebaskan pada 20 Desember 1949.
Karena ketokohannya, ia pada masa kemerdekaan dipercayai untuk menjabat sebagai Gubernur Sulawesi pada tahun 1950 sampai dengan 1951, yang berkedudukan di Makassar. Saat itu, Lapian bertugas menyelesaikan masalah perlawanan pemberontak Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan secara damai.
B.W. Lapian diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada hari Kamis 5 Nopember 2015 di Istana Negara oleh Presiden RI Joko Widodo Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 116-TK-Tahun 2015-4 November 2015.
Sumber: