Biografi Goenawan Mohamad - Jurnalis dan Sastrawan Indonesia
Profil dan Biodata Goenawan Soesatyo Mohamad
Lahir: 29 Juli 1941, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Hindia Belanda
Suku: Jawa
Pendidikan
Media sosial: twitter.com/gm_gm, facebook.com/pages/Goenawan-Mohamad/48854093323
Goenawan Soesatyo Mohamad adalah seorang Jurnalis dan sastrawan Indonesia terkemuka. Ia juga salah seorang pendiri Majalah Tempo. Ia merupakan adik Kartono Mohamad, seorang dokter yang menjabat sebagai ketua IDI. Dalam Periodisasi Sastra Indonesia ia dikelompokkan ke dalam Sastrawan angkatan 1966-1970an.
Goenawan Mohamad adalah seorang intelektual yang memiliki pandangan yang liberal dan terbuka. Seperti kata Romo Magniz-Suseno, salah seorang koleganya, lawan utama Goenawan Mohamad adalah pemikiran monodimensional.
Goenawan lahir di Batang, 29 Juli 1941. Sejak di kelas 6 SD, ia mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI. Kemudian kakaknya yang dokter, Kartono Mohamad, ketika itu berlangganan majalah Kisah asuhan H.B Jassin. Ia menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson.
Goenawan yang biasanya dipanggil Goen, belajar psikologi di Universitas Indonesia, ilmu politik di Belgia, dan menjadi Nieman Fellow di Harvard University, Amerika Serikat. Ia juga pernah menerima penghargaan Louis Lyons Award untuk kategori Consience in Journalism dari Nieman Foundation, 1997. Secara teratur, selain menulis kolom Catatan Pinggir untuk Majalah Tempo, ia juga menulis kolom untuk harian Mainichi Shimbun (Tokyo).
Pada masa mudanya, Goenawan lebih dikenal sebagai seorang penyair. Ia menikah dengan Widarti Djajadisastra dan memiliki dua anak.
Mendirikan majalah Tempo
Pada tahun 1971, bersama rekan-rekannya, Goenawan mendirikan Majalah Mingguan Tempo, sebuah majalah yang mengusung karakter jurnalisme majalah Time. Di sana ia banyak menulis kolom tentang agenda-agenda politik di Indonesia. Jiwa kritisnya membawa dia untuk mengkritik rezim Soeharto yang pada waktu itu menekan pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Tempo dianggap sebagai oposisi yang merugikan kepentingan pemerintah sehingga dihentikan penerbitannya pada 1994. Namun, setelah Soeharto lengser, Tempo kembali terbit dan melakukan banyak perubahan tanpa menurunkan kualitasnya.
Goenawan kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), asosiasi jurnalis independen pertama di Indonesia. Ia juga turut mendirikan Institut Studi Arus Informasi (ISAI) yang bekerja mendokumentasikan kekerasan terhadap dunia pers Indonesia. ISAI juga memberikan pelatihan bagi para jurnalis tentang bagaimana membuat surat kabar yang profesional dan berbobot. Goenawan juga melakukan reorientasi terhadap majalah mingguan D&R, dari tabloid menjadi majalah politik.
Pada tahun 2007, Goenawan menulis buku berjudul Tuhan dan Hal Hal yang Tak Selesai, berisi 99 esai liris pendek, di mana edisi bahasa Inggrisnya berjudul On God and Other Unfinished Things diterjemahkan oleh Laksmi Pamuntjak. Hingga kini, selain menulis Goenawan juga banyak menghadiri konferensi baik sebagai pembicara, narasumber maupun peserta. Salah satunya, ia mengikuti konferensi yang diadakan di Gedung Putih pada 2001 di mana Bill Clinton dan Madeleine Albright menjadi tuan rumahnya.
Karya Sastra:
Sumber:
Lahir: 29 Juli 1941, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Hindia Belanda
Suku: Jawa
Pendidikan
- SR Negeri Parakan Batang, (1953)
- SMP Negeri II Pekalongan, (1956)
- SMA Negeri Pekalongan, (1959)
- Fakultas Psikologi UI Jakarta, (tidak selesai)
- Redaktur Harian KAMI (1969-1970)
- Redaktur Majalah Horison (1969-1974)
- Pemimpin Redaksi Majalah Ekspres (1970-1971)
- Pemimpin Redaksi Majalah Swasembada (1985)
- Pemimpin Redaksi Majalah TEMPO (1971-1993 dan 1998-1999)
- Anugerah Hamengku Buwono IX bidang kebudayaan dari Universitas Gadjah Mada.
- Penghargaan Professor Teeuw dari Leiden University Belanda (1992)
- Louis Lyons dari Harvard University Amerika Serikat (1997)
- Internasional Editor (International Editor of the Year Award) dari World Press Review, Amerika Serikat (Mei 1999)
- Internasional dalam Kebebasan Pers (International Press Freedom Award) oleh Komite Pelindung Jurnalis (Committee to Protect Journalists) (1998)
- Wertheim Award (2005)
- Anugerah sastra Dan David Prize (2006)
- Pekerjaan terkenal: Majalah Tempo, beberapa buku
- Agama: Islam
- Pasangan: Widarti Djajadisastra
- Anak: Paramita Mohamad
- Kerabat: Kartono Mohamad
- Bintang Budaya Parama Dharma
- Wertheim Award.
- Anugerah sastra Dan David Prize.
Media sosial: twitter.com/gm_gm, facebook.com/pages/Goenawan-Mohamad/48854093323
Goenawan Soesatyo Mohamad adalah seorang Jurnalis dan sastrawan Indonesia terkemuka. Ia juga salah seorang pendiri Majalah Tempo. Ia merupakan adik Kartono Mohamad, seorang dokter yang menjabat sebagai ketua IDI. Dalam Periodisasi Sastra Indonesia ia dikelompokkan ke dalam Sastrawan angkatan 1966-1970an.
Goenawan Mohamad adalah seorang intelektual yang memiliki pandangan yang liberal dan terbuka. Seperti kata Romo Magniz-Suseno, salah seorang koleganya, lawan utama Goenawan Mohamad adalah pemikiran monodimensional.
Goenawan lahir di Batang, 29 Juli 1941. Sejak di kelas 6 SD, ia mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI. Kemudian kakaknya yang dokter, Kartono Mohamad, ketika itu berlangganan majalah Kisah asuhan H.B Jassin. Ia menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson.
Goenawan yang biasanya dipanggil Goen, belajar psikologi di Universitas Indonesia, ilmu politik di Belgia, dan menjadi Nieman Fellow di Harvard University, Amerika Serikat. Ia juga pernah menerima penghargaan Louis Lyons Award untuk kategori Consience in Journalism dari Nieman Foundation, 1997. Secara teratur, selain menulis kolom Catatan Pinggir untuk Majalah Tempo, ia juga menulis kolom untuk harian Mainichi Shimbun (Tokyo).
Pada masa mudanya, Goenawan lebih dikenal sebagai seorang penyair. Ia menikah dengan Widarti Djajadisastra dan memiliki dua anak.
Mendirikan majalah Tempo
Pada tahun 1971, bersama rekan-rekannya, Goenawan mendirikan Majalah Mingguan Tempo, sebuah majalah yang mengusung karakter jurnalisme majalah Time. Di sana ia banyak menulis kolom tentang agenda-agenda politik di Indonesia. Jiwa kritisnya membawa dia untuk mengkritik rezim Soeharto yang pada waktu itu menekan pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Tempo dianggap sebagai oposisi yang merugikan kepentingan pemerintah sehingga dihentikan penerbitannya pada 1994. Namun, setelah Soeharto lengser, Tempo kembali terbit dan melakukan banyak perubahan tanpa menurunkan kualitasnya.
Goenawan kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), asosiasi jurnalis independen pertama di Indonesia. Ia juga turut mendirikan Institut Studi Arus Informasi (ISAI) yang bekerja mendokumentasikan kekerasan terhadap dunia pers Indonesia. ISAI juga memberikan pelatihan bagi para jurnalis tentang bagaimana membuat surat kabar yang profesional dan berbobot. Goenawan juga melakukan reorientasi terhadap majalah mingguan D&R, dari tabloid menjadi majalah politik.
Pada tahun 2007, Goenawan menulis buku berjudul Tuhan dan Hal Hal yang Tak Selesai, berisi 99 esai liris pendek, di mana edisi bahasa Inggrisnya berjudul On God and Other Unfinished Things diterjemahkan oleh Laksmi Pamuntjak. Hingga kini, selain menulis Goenawan juga banyak menghadiri konferensi baik sebagai pembicara, narasumber maupun peserta. Salah satunya, ia mengikuti konferensi yang diadakan di Gedung Putih pada 2001 di mana Bill Clinton dan Madeleine Albright menjadi tuan rumahnya.
Karya Sastra:
- Parikesit (1969)
- Interlude (1971)
- Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972)
- S3ks, Sastra, dan Kita (1980)
Sumber: