Kisah Profesor Jackie Ying - Sang Mualaf Penemu Alat Uji Covid-19 Tercepat (Rapid test) 2020
Jackie Yi-Ru Ying adalah ilmuwan nanoteknologi Amerika dan direktur eksekutif pendiri Institut Bioteknologi dan Nanoteknologi di Singapura. Profesor Jackie Ying adalah yang menemukan alat uji covid-19 (Rapid test) tercepat.
Pendidikan
Ying lahir di Taiwan pada 1966. Ayahnya seorang dosen Sastra China, di Nanyang University. Pada usia 7 tahun, ia dan keluarganya pindah ke Singapura.
Jackie Ying pindah ke Singapura bersama keluarganya pada tahun 1973, di sana dia studi di Sekolah Dasar Rulang dan Sekolah Raffles Girls. Keluarganya pindah ke New York ketika dia berusia 15 tahun. Dia mendapat gelar B.Eng. Lulus summa cum laude dari Cooper Union pada tahun 1987. Ia kemudian kuliah di Universitas Princeton, menerima gelar MA pada tahun 1988 dan gelar PhD pada tahun 1991, keduanya dalam bidang teknik kimia. Dia menghabiskan satu tahun sebagai Humboldt Fellow di Institute for New Materials di Saarbrücken dan meneliti bahan nanocrystalline dengan Herbert Gleiter.
Ying menjadi profesor di Departemen Teknik Kimia di Massachusetts Institute of Technology (MIT) pada 1992. Dia diangkat menjadi profesor penuh pada 2001; pada usia 35 ia adalah salah satu profesor penuh termuda MIT.
Ying kembali ke Singapura pada tahun 2003 untuk melayani sebagai direktur eksekutif pertama di Institut Bioteknologi dan Nanoteknologi, sebuah divisi dari Badan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Penelitian (A * STAR). Penelitiannya berkaitan dengan aplikasi biomedis dan katalitik sistem dan bahan berstruktur nano.
Penghargaan
Pada bulan Maret 2018, Ying mengundurkan diri dari posisinya sebagai Direktur Eksekutif di Institut Bioteknologi dan Nanoteknologi untuk memimpin labnya sendiri, laboratorium NanoBio. Ying adalah seorang Muslim yang taat, setelah masuk agama Islam pada usia awal 30-an.
Masuk Islam
Sejak kecil, ia sangat menyukai ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kimia. Namun, informasi soal kehidupan pribadinya tidak tersentuh.
Namun, dalam beberapa kali, profesor Ying mengisi program inspirasi di mana, ia berbagi pengalaman tentang perubahan dan prestasi. Termasuk bagaimana ia memilih Islam. Profesor Ying mengakui awalnya, selain bekerja hanya sedikit hal yang ia lakukan. Seperti mengajak putrinya ke taman.
Seiring perjalanan waktu, ada perubahan dalam hidupnya. Ia mengenal agama melalui teman baiknya saat belajar di Raffles Girls School. Barulah, pada usia 30 tahun, ia mulai membaca soal agama Islam. Dalam kesimpulannya, Islam menurut Profesor Ying merupakan agama yang sederhana dan masuk akal.
Ketika menjadi Muslim, Profesor Ying mengakui tak ada reaksi negatif. Namun, koleganya tidak menghiraukan perubahan itu. Yang pasti, koleganya tidak lagi melihat sosok Profesor Ying yang tidak percaya dengan adanya Sang Pencipta dibalik sistematika biologis kehidupan. Namun, seorang yang meyakini ada sesuatu yang Maha Besar di balik sistem kehidupan.
Setelah menjadi Muslim, Profesor Ying akhirnya bisa melaksanakan umroh. Sepulangnya dari umroh, ia mulai mengenakan jilbab.
Sejak menjadi Muslim, Profesor Jackie Ying sangat aktif berdakwah di Yayasan Mandaki. Yayasan ini memiliki tujuan membantu pengembangan sumber daya komunitas Muslim Melayu di Singapura.
Kini, ia menjadi salah satu mentor di bawah Mendaki Project Anak didik yang dia akan mentor pemuda Muslim inspirasi yang berniat masuk ke bidang Sains, memberi mereka kesempatan untuk membenamkan diri dalam proyek-proyek penelitian yang dilakukan di laboratoriumnya.
Sumber: https://republika.co.id/berita/qav493430/kisah-mualaf-ying-penemu-rapid-test-putuskan-memakai-jilbab
Pendidikan
Ying lahir di Taiwan pada 1966. Ayahnya seorang dosen Sastra China, di Nanyang University. Pada usia 7 tahun, ia dan keluarganya pindah ke Singapura.
Jackie Ying pindah ke Singapura bersama keluarganya pada tahun 1973, di sana dia studi di Sekolah Dasar Rulang dan Sekolah Raffles Girls. Keluarganya pindah ke New York ketika dia berusia 15 tahun. Dia mendapat gelar B.Eng. Lulus summa cum laude dari Cooper Union pada tahun 1987. Ia kemudian kuliah di Universitas Princeton, menerima gelar MA pada tahun 1988 dan gelar PhD pada tahun 1991, keduanya dalam bidang teknik kimia. Dia menghabiskan satu tahun sebagai Humboldt Fellow di Institute for New Materials di Saarbrücken dan meneliti bahan nanocrystalline dengan Herbert Gleiter.
Ying menjadi profesor di Departemen Teknik Kimia di Massachusetts Institute of Technology (MIT) pada 1992. Dia diangkat menjadi profesor penuh pada 2001; pada usia 35 ia adalah salah satu profesor penuh termuda MIT.
Ying kembali ke Singapura pada tahun 2003 untuk melayani sebagai direktur eksekutif pertama di Institut Bioteknologi dan Nanoteknologi, sebuah divisi dari Badan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Penelitian (A * STAR). Penelitiannya berkaitan dengan aplikasi biomedis dan katalitik sistem dan bahan berstruktur nano.
Penghargaan
- Pada 2008, ia dinobatkan sebagai "100 Insinyur Era Modern" oleh American Institute of Chemical Engineers. Ying terpilih sebagai Hall of Fame Wanita Singapura pada tahun 2014.
- Pada Desember 2015, diumumkan bahwa dia adalah salah satu penerima Penghargaan Mustafa 2015 yang diberikan oleh Yayasan Sains dan Teknologi Mustafa.
- Pada tahun 2017, Ying dinobatkan sebagai Anggota Akademi Penemu Nasional Amerika Serikat (NAI)
Pada bulan Maret 2018, Ying mengundurkan diri dari posisinya sebagai Direktur Eksekutif di Institut Bioteknologi dan Nanoteknologi untuk memimpin labnya sendiri, laboratorium NanoBio. Ying adalah seorang Muslim yang taat, setelah masuk agama Islam pada usia awal 30-an.
Masuk Islam
Sejak kecil, ia sangat menyukai ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kimia. Namun, informasi soal kehidupan pribadinya tidak tersentuh.
Namun, dalam beberapa kali, profesor Ying mengisi program inspirasi di mana, ia berbagi pengalaman tentang perubahan dan prestasi. Termasuk bagaimana ia memilih Islam. Profesor Ying mengakui awalnya, selain bekerja hanya sedikit hal yang ia lakukan. Seperti mengajak putrinya ke taman.
Seiring perjalanan waktu, ada perubahan dalam hidupnya. Ia mengenal agama melalui teman baiknya saat belajar di Raffles Girls School. Barulah, pada usia 30 tahun, ia mulai membaca soal agama Islam. Dalam kesimpulannya, Islam menurut Profesor Ying merupakan agama yang sederhana dan masuk akal.
Ketika menjadi Muslim, Profesor Ying mengakui tak ada reaksi negatif. Namun, koleganya tidak menghiraukan perubahan itu. Yang pasti, koleganya tidak lagi melihat sosok Profesor Ying yang tidak percaya dengan adanya Sang Pencipta dibalik sistematika biologis kehidupan. Namun, seorang yang meyakini ada sesuatu yang Maha Besar di balik sistem kehidupan.
Setelah menjadi Muslim, Profesor Ying akhirnya bisa melaksanakan umroh. Sepulangnya dari umroh, ia mulai mengenakan jilbab.
Sejak menjadi Muslim, Profesor Jackie Ying sangat aktif berdakwah di Yayasan Mandaki. Yayasan ini memiliki tujuan membantu pengembangan sumber daya komunitas Muslim Melayu di Singapura.
Kini, ia menjadi salah satu mentor di bawah Mendaki Project Anak didik yang dia akan mentor pemuda Muslim inspirasi yang berniat masuk ke bidang Sains, memberi mereka kesempatan untuk membenamkan diri dalam proyek-proyek penelitian yang dilakukan di laboratoriumnya.
Sumber: https://republika.co.id/berita/qav493430/kisah-mualaf-ying-penemu-rapid-test-putuskan-memakai-jilbab