Biografi K.H. Ahmad Sanusi - Pimpinan Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII)
Ahmad Sanusi atau dikenal dengan sebutan Kiai Haji Ahmad Sanusi atau Ajengan Cantayan atau Ajengan Genteng atau Ajengan Gunungpuyuh adalah tokoh Sarekat Islam dan pendiri Al-Ittahadiyatul Islamiyah (AII), sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial kemasyarakatan dan ekonomi. Pada awal Pemerintahan Jepang, AII dibubarkan dan secara diam-diam ia mendirikan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII). Ia juga pendiri Pondok Pesantren Syamsul Ulum, Sukabumi. Selain itu, Kiai Sanusi juga pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tahun 1945.
Kiai Sanusi lahir 18 September 1888 di Desa Cantayan, Under Distrik Cikembar, Distrik Cibadak, Under Afdeling Sukabumi. Beiau adalah putera dari Ajengan Haji Abdurrahim bin Yasin, pengasuh Pesantren Cantayan di Sukabumi. Sebagai putera seorang ajengan (kiai), ia telah belajar ilmu-ilmu keislaman sejak ia masih kanak-kanak, selain ia juga banyak belajar dari para santri Senior di pesantren ayahnya.
Menginjak usia dewasa, Kiai Sanusi mulai mengaji di beberapa pesantren di Jawa Barat. Pada usia 20 tahun, ia menikah dengan Siti Juwariyah binti Haji Afandi yang berasal dari Kebon Pedes, Baros, Sukabumi. Setelah menikah, ia dikirim ayahnya ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus memperdalam ilmu-ilmu keislaman. Ia belajar di Mekah selama tujuh tahun. Disana Kiai Sanusi mendapat gelar imam besar Masjidil Haram. ia berguru kepada ulama-ulama terkenal, khususnya dari kalangan al-Jawi (Melayu).
Mendirikan pesantren
Pada tahun 1915, sepulang belajar dari Mekah, Kiai Sanusi kembali ke Indonesia untuk membantu ayahnya mengajar di Pesantren Cantayan. Setelah tiga tahun membantu ayahnya, ia mulai merintis pembangunan pondok pesantrennya sendiri yang terletak di Kampung Genteng, sebelah utara desa Cantayan, sehingga ia kemudian dikenal dengan sebutan Ajengan Genteng. Pesantrennya tersebut ia beri nama Pondok Pesantren Babakan Sirna Genteng.
Ketika belajar di Mekah, Kiai Sanusi telah mengenal ide-ide pembaharuan dari Syeikh Muhammad 'Abduh, Syeikh Muhammad Rasyid Ridla, dan Jamaluddin al-Afghani, melalui buku-buku dan majalah aliran pembaharuan di Mesir, sehingga pengaruh tersebut menjadikannya ulama pembaharu ketika pulang ke Indonesia. Namun demikian, ia tetap tidak meninggalkan mahzabnya, ia tetap mengikuti mazhab Syafi'i sebagaimana yang dilakukan kedua gurunya, Syeikh Ahmad Khatib dan Syeikh Mukhtar at-Tarid. Bahkan dalam bidang ilmu fikih yang juga merupakan keahliannya, Kiai Sanusi terkenal sangat kritis terhadap dalam menentukan hukum Islam.
Dalam bidang ilmu al-Qur'an, Kiai Sanusi berpendapat bahwa terdapat empat kategori hukum dalam al-Qur'an, yaitu:
Meningal dunia
Ahmad Sanusi atau dikenal dengan sebutan Kiai Haji Ahmad Sanusi atau Ajengan Cantayan atau Ajengan Genteng atau Ajengan Gunungpuyuh meninggal tahun 1950 di Sukabumi pada tanggal 31 Juli 1950 (dalam usia 62 tahun).
Kiai Sanusi lahir 18 September 1888 di Desa Cantayan, Under Distrik Cikembar, Distrik Cibadak, Under Afdeling Sukabumi. Beiau adalah putera dari Ajengan Haji Abdurrahim bin Yasin, pengasuh Pesantren Cantayan di Sukabumi. Sebagai putera seorang ajengan (kiai), ia telah belajar ilmu-ilmu keislaman sejak ia masih kanak-kanak, selain ia juga banyak belajar dari para santri Senior di pesantren ayahnya.
Menginjak usia dewasa, Kiai Sanusi mulai mengaji di beberapa pesantren di Jawa Barat. Pada usia 20 tahun, ia menikah dengan Siti Juwariyah binti Haji Afandi yang berasal dari Kebon Pedes, Baros, Sukabumi. Setelah menikah, ia dikirim ayahnya ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus memperdalam ilmu-ilmu keislaman. Ia belajar di Mekah selama tujuh tahun. Disana Kiai Sanusi mendapat gelar imam besar Masjidil Haram. ia berguru kepada ulama-ulama terkenal, khususnya dari kalangan al-Jawi (Melayu).
Mendirikan pesantren
Pada tahun 1915, sepulang belajar dari Mekah, Kiai Sanusi kembali ke Indonesia untuk membantu ayahnya mengajar di Pesantren Cantayan. Setelah tiga tahun membantu ayahnya, ia mulai merintis pembangunan pondok pesantrennya sendiri yang terletak di Kampung Genteng, sebelah utara desa Cantayan, sehingga ia kemudian dikenal dengan sebutan Ajengan Genteng. Pesantrennya tersebut ia beri nama Pondok Pesantren Babakan Sirna Genteng.
Ketika belajar di Mekah, Kiai Sanusi telah mengenal ide-ide pembaharuan dari Syeikh Muhammad 'Abduh, Syeikh Muhammad Rasyid Ridla, dan Jamaluddin al-Afghani, melalui buku-buku dan majalah aliran pembaharuan di Mesir, sehingga pengaruh tersebut menjadikannya ulama pembaharu ketika pulang ke Indonesia. Namun demikian, ia tetap tidak meninggalkan mahzabnya, ia tetap mengikuti mazhab Syafi'i sebagaimana yang dilakukan kedua gurunya, Syeikh Ahmad Khatib dan Syeikh Mukhtar at-Tarid. Bahkan dalam bidang ilmu fikih yang juga merupakan keahliannya, Kiai Sanusi terkenal sangat kritis terhadap dalam menentukan hukum Islam.
Dalam bidang ilmu al-Qur'an, Kiai Sanusi berpendapat bahwa terdapat empat kategori hukum dalam al-Qur'an, yaitu:
- Berkaitan dengan keimanan dan kebebasan beragama dalam memilih dan menjalankan ketentuan-ketentuan agama
- Berkaitan dengan rumah tangga dan pergaulannya seperti pernikahan dan perceraian, keturunan dan kewarisan
- Berkaitan dengan prinsip kerjasama antar sesama umat manusia seperti jual-beli, sewa-menyewa, gadai dan lain-lain
- Berkaitan dengan pemeliharaan kehidupan, yaitu berupa peraturan pidana dan perdata untuk menghukum di antara sesama manusia yang melakukan kesalahan
Meningal dunia
Ahmad Sanusi atau dikenal dengan sebutan Kiai Haji Ahmad Sanusi atau Ajengan Cantayan atau Ajengan Genteng atau Ajengan Gunungpuyuh meninggal tahun 1950 di Sukabumi pada tanggal 31 Juli 1950 (dalam usia 62 tahun).