Biografi Ali al-Qali - Sang Pakar Bahasa
Ismail ibn Qasim bin Aidhun Abu Ali, atau lebih dikenal dengan Al-Qali (901-967) adalah seorang lelaki kelahiran Manazgrid, Armenia yang dikenal sebagai ahli atau pakar bahasa pada masa kalifah Bani Umayyah. Sebagai ilmuwan muslim beliau menguasai hampir seluruh aspek kajian bahasa. Dari gramatika, sastra, tata bahasa, serta dua ilmu baru, yakni filologi dan leksikografi atau teknik penyusunan kamus.
Al-Qali telah merasakan perantauan sejak dini. Pada usia 15 tahun, beliau sudah menjejakkan kaki di Baghdad, Irak. Dahaga ilmu pengetahuan yang dari awal ia rasakan, dipuaskan di sana. Kegigihan, mengantarkannya menjadi sosok penting dalam ranah intelektual, terutama kajian bahasa.
Pada masanya, kajian ini mengalami perkembangan pesat untuk memenuhi kebutuhan umat Islam serta mualaf yang ingin mempelajari dan mengkaji Alquran. Minat ini juga dipicu kesenjangan antara bahasa klasik Alquran dan bahasa percakapan sehari-hari, sebab dalam praktiknya telah bercampur dengan bahasa Suriah, Persia, dan bahasa lain.
Nama Al-Qali sejajar dengan nama besar lainnya dalam bidang perbahasaan, di antaranya, Ibnu Duraid, al-Azhari atau Abu Amr Shamir ibnu Hamdawaih. Menurut John A Haywood dalam History of Arabic Lexicography, sejumlah figur berpengaruh juga pernah menjadi gurunya. Seperti, al-Harawi dalam bidang hadis, Ibnu Darastawih, salah seorang ahli tata bahasa dan sastarawan terkemuka.
Nama lain yang disebutkan Haywood adalah Zujaj, Akhfash, Ibnu Siraj, Ibnu al-Anbariy, Ibnu Abi al-Azhar, dan Ibnu Qutaybah. Dan kegigihannya selama 25 tahun tidaklah sia-sia karena ia menguasai banyak ilmu dan akhirnya menjadi rujukan. ‘’Dia telah mencapai tingkat tertinggi dalam bidang yang ditekuninya,’’ puji sejarawan Ibnu Khallikan.
Sayang, Baghdad tampaknya hanya menjadi tempatnya untuk menimba ilmu. Baghdad, tak memberinya penghargaan yang layak atas kepintarannya dalam kajian bahasa. Di kota itu, ia juga dibalut kemiskinan. Bahkan pernah, ia terpaksa hendak menjual salah satu koleksi yang paling berharga, yaitu Jamhara, karya Ibnu Duraid, demi sesuap nasi.
Akhirnya, ia memutuskan untuk meninggalkan Baghdad. Ia merantau, mengadu peruntungan di Kordoba, ibu kota Andalusia. Saat itu, usianya telah mencapai 40 tahun. Ia melihat, Kordoba sedang dalam suasana gempita seiring kemajuan serta pencapaian luar biasa di berbagai bidang. Dan di sinilah, al-Qali dapat memaksimalkan keahliannya.
Ali al Qali.merupakan seorang tokoh islam yang sangat terkenal dibidang sastra. Ia dibesarkan dengan mencari dan belajar ilmu Hadits, bahasa, sastra, Nahwu dan sharaf dari ulama-ulama terkenal di Baghdad. Pada masa tahun tahun 330/941 al Nashir mengundang beliau untuk menetap di Cordova dan sejak saat itu Ali mengembangkan ilmu Islam sampai wafatnya (358/696). Banyak karya tulisnya mengenai sastra arab salah satunya yang bernilai tinggi, diantaranya adalah al Amalî dan al Nawâdir.
Sumber: https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/17/04/07/oo12xo313-mengenal-alqali-sang-pakar-bahasa
Al-Qali telah merasakan perantauan sejak dini. Pada usia 15 tahun, beliau sudah menjejakkan kaki di Baghdad, Irak. Dahaga ilmu pengetahuan yang dari awal ia rasakan, dipuaskan di sana. Kegigihan, mengantarkannya menjadi sosok penting dalam ranah intelektual, terutama kajian bahasa.
Pada masanya, kajian ini mengalami perkembangan pesat untuk memenuhi kebutuhan umat Islam serta mualaf yang ingin mempelajari dan mengkaji Alquran. Minat ini juga dipicu kesenjangan antara bahasa klasik Alquran dan bahasa percakapan sehari-hari, sebab dalam praktiknya telah bercampur dengan bahasa Suriah, Persia, dan bahasa lain.
Nama Al-Qali sejajar dengan nama besar lainnya dalam bidang perbahasaan, di antaranya, Ibnu Duraid, al-Azhari atau Abu Amr Shamir ibnu Hamdawaih. Menurut John A Haywood dalam History of Arabic Lexicography, sejumlah figur berpengaruh juga pernah menjadi gurunya. Seperti, al-Harawi dalam bidang hadis, Ibnu Darastawih, salah seorang ahli tata bahasa dan sastarawan terkemuka.
Nama lain yang disebutkan Haywood adalah Zujaj, Akhfash, Ibnu Siraj, Ibnu al-Anbariy, Ibnu Abi al-Azhar, dan Ibnu Qutaybah. Dan kegigihannya selama 25 tahun tidaklah sia-sia karena ia menguasai banyak ilmu dan akhirnya menjadi rujukan. ‘’Dia telah mencapai tingkat tertinggi dalam bidang yang ditekuninya,’’ puji sejarawan Ibnu Khallikan.
Sayang, Baghdad tampaknya hanya menjadi tempatnya untuk menimba ilmu. Baghdad, tak memberinya penghargaan yang layak atas kepintarannya dalam kajian bahasa. Di kota itu, ia juga dibalut kemiskinan. Bahkan pernah, ia terpaksa hendak menjual salah satu koleksi yang paling berharga, yaitu Jamhara, karya Ibnu Duraid, demi sesuap nasi.
Akhirnya, ia memutuskan untuk meninggalkan Baghdad. Ia merantau, mengadu peruntungan di Kordoba, ibu kota Andalusia. Saat itu, usianya telah mencapai 40 tahun. Ia melihat, Kordoba sedang dalam suasana gempita seiring kemajuan serta pencapaian luar biasa di berbagai bidang. Dan di sinilah, al-Qali dapat memaksimalkan keahliannya.
Ali al Qali.merupakan seorang tokoh islam yang sangat terkenal dibidang sastra. Ia dibesarkan dengan mencari dan belajar ilmu Hadits, bahasa, sastra, Nahwu dan sharaf dari ulama-ulama terkenal di Baghdad. Pada masa tahun tahun 330/941 al Nashir mengundang beliau untuk menetap di Cordova dan sejak saat itu Ali mengembangkan ilmu Islam sampai wafatnya (358/696). Banyak karya tulisnya mengenai sastra arab salah satunya yang bernilai tinggi, diantaranya adalah al Amalî dan al Nawâdir.
Sumber: https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/17/04/07/oo12xo313-mengenal-alqali-sang-pakar-bahasa