Biografi William Sang Penakluk
William lahir di Falaise, suatu kota di Normandia, Perancis. William sang Penakluk memimpin penyerangan orang-orang Normandia, Bretagne, Flandria, dan Perancis terhadap Inggris, karena klaimnya bahwa Edward sang Pengaku sebelum meninggal telah menjanjikannya menjadi penerus tahta Inggris. Tetapi Harold Godwindson juga mengklaim tahta tersebut, sehingga menyulut terjadinya pertempuran di Hastings. Pasukan Inggris di bawah pimpinan Harold kalah setelah menang di Stamford Bridge menghadapi Normadia. William pun menjadi Raja Inggris saat ia telah memenangkan Pertempuran Hastings pada 1066.
William menikah dengan Matilda dari Flandria pada 1053. William meninggal saat ia berada di Rouen, Perancis, akibat luka yang dideritanya akibat jatuh dari kuda. Ia digantikan putranya William II dari Inggris.
Awal mula
William lahir pada 1027 atau 1028 di Falaise sebuah kota di Normandia, Perancis, kemungkinan besar menjelang akhir 1028. Dia adalah satu-satunya putra Robert I, Adipati Normandia, putra Duke Richard II. Ibunya, Herleva, adalah putri dari Fulbert of Falaise. Dia mungkin anggota rumah tangga ducal, tapi tidak menikah dengan Robert. Sebaliknya, ia kemudian menikah dengan Herluin de Conteville dan memiliki dua putra yakni Odo dari Bayeux dan Robert dan Pangeran Mortain dan seorang putri yang namanya tidak diketahui. Robert juga memiliki seorang putri, Adelaide Normandy dari perempuan lain.
Meski statusnya bukanlah anak sah dari hasil pernikahan, namun William adalah satu-satunya putera Robert I, Pangeran Normandia. Robert meninggal dunia tahun 1035 tatkala dalam perjalanan pulang berziarah ke Darussalam. Sebelum keberangkatannya dia sudah menunjuk William sebagai ahli warisnya. Jadi, pada umur delapan tahun, William sudah menjadi Pangeran Normandia. Jauh dari jaminan buatnya memperoleh kedudukan yang enak dan mewah, justru pengangkatan tersebut membuat kedudukant William menjadi rumit. Karena dia tak lebih dari seorang anak kecil yang mesti mengepalai orang-orang yang lebih tua dari usianya, maka tak heran jika ambisi orang-orang tersebut lebih menonjol daripada kesetiaannya. Salah satu buktinya adalah, tiga pengawal William dibunuh dengan kejam bahkan guru pribadinya pun dig0r0k batang lehernya. Dengan bantuan Raja Perancis, Henry I (yang sebetulnya tak lebih berstatus lambang belaka) William beruntung bisa terus dapat melihat sinar matahari di tahun-tahun awal hidupnya. Nasibnya belum seburuk pengawal pribadi atau gurunya.
Pertempuran-pertempuran
Tahun 1042, saat Williarn menginjak usia belasan, dia diangkat menjadi perwira militer kehormatan. Semenjak itu dia memiliki peranan pribadi dalam peristiwa-peristiwa politik. Terjadilah serentetan pertempuran melawan para penentang feodal Normandia yang pada akhirnya dapat dimenangkan William yang memantapkan kedudukannya. Tahun 1603 dia berhasil menaklukkan Maine, provinsi tetangganya dan di tahun 1064 dia juga berhasil diakui selaku penguasa Brittania, juga propinsi tetangga yang lainnya.
Dari tahun 1042 hingga 1066, Raja Inggris adalah Edward "Sang Penerima Pengakuan." Karena Edward tak berputera satu pun, banyak rencana gerakan untuk pengganti kedudukan kerajaan Inggris. Dari sudut hubungan darah, tuntutan William menggantikan Edward adalah lemah; ibu Edward adalah adik perempuan kakek William. Tetapi, di tahun 1051, Edward menjanjikan William untuk menjadi penggantinya.
Tahun 1064, Pangeran Harold Goldwin yang paling kuat di Inggris dan sahabat karib serta ipar Edward masuk dalam genggaman William. William memperlakukan Harold sebagaimana mestinya tetapi menahannya sampai dia angkat sumpah untuk dukungan tuntutan William memperoleh mahkota Kerajaan Inggris. Banyak orang beranggapan sumpah model todongan semacam ini tak memiliki legalitas dan ikatan moral, Haroldpun beranggapan demikian. Tatkala Edward meninggal tahun 1066, Harold Goldwin menuntut mahkota Kerajaan Inggris buat dirinya sendiri dan sebuah badan yang namanya "Witan" (badan yang beranggotakan para bangsawan yang lazim ambil bagian dalam pengambilan keputusan siapa-siapa yang jadi pemegang mahkota kerajaan) memilihnya jadi raja baru. William, yang ambisinya berkobar-kobar dan murka kepada Harold karena melanggar sumpah, mengambil keputusan menyerbu Inggris untuk merebut tahta dengan kekerasan senjata.
William menghimpun armada dan angkatan bersenjata di pantai Perancis, dan di awal Agustus 1066 dia sudah siap mengangkat sauh. Tetapi, ekspedisi itu ditunda beberapa minggu menunggu meredanya angin buruk dari utara. Sementara itu, Raja Norwegia Harald Hardraade melancarkan serangan terpisah terhadap Inggris melintasi laut utara. Harold Goldwin menyiagakan pasukannya di sebelah selatan Inggris, siap menghadapi serangan William. Dengan demikian dia harus mengerahkan pasukannya ke sebelah utara Inggris untuk menghadang serangan orang-orang Norwegia. Tanggal 25 September, dalam pertempuran di Stamford Bridge raja Norwegia tewas beserta bala tentara yang kocar-kacir.
Pada tahun 1066, Pangeran William dari Normandia hanya dengan beberapa ribu prajurit di belakangnya menyeberangi selat yang memisah daratan Benua Eropa dengan Inggris, dengan tekad untuk menjadi penguasa Inggris. Niatnyapun berhasil, upaya penghabisan penyerbuan kekuatan asing yang dapat berjalan sebagaimana mestinya, Penaklukan orang Norman ini lebih dari sekedar merebut mahkota Kerajaan Inggris untuk William dan keturunannya. Hal tersebut membawa pengaruh yang mendalam pada seluruh sejarah Inggris selanjutnya dalam berbagai segi dan jenisnya yang tak terbayangkan oleh William sendiri.
Pertempuran Hastings
Dua hari kemudian angin berubah di Selat Kanal dan William bergegas mengerahkan pasukannya ke Inggris. Mungkin, sebaiknya Harold membiarkan William bergerak menuju arahnya atau sedikitnya mengistirahatkan prajuritnya secukupnya sebelum terjun ke medan pertempuran. Tetapi, yang dilakukannya malah kebalikannya. Dia segera menggerakkan pasukannya kembali ke selatan menghadapi William. Kedua angkatan bersenjata bertemu tanggal 4 Desember 1066 dalam sebuah pertempuran terkenal di Hastings. Di ujung hari itu juga pasukan berkuda dan pemanah William sudah mampu memporak-porandakan kekuatan Anglo-Saxon. Menjelang turunnya malam, Raja Harold sendiri terbunuh. Dua saudaranya sudah terbunuh lebih dulu dalam pertempuran itu dan tak ada pemimpin Inggris tersisa yang punya bobot dan wibawa membentuk pasukan baru atau melawan tuntutan William atas mahkota kerajaan. William dinobatkan di London pada hari Natal.
Lima tahun kemudian, terjadilah pemberontakan yang terpencar-pencar, namun dapat diberantas oleh William. William menggunakan dalih pemberontakan ini sebagai alasan menyita semua tanah di Inggris dan memaklumkan bahwa semua tanah itu miliknya pribadi. Banyak dari tanah-tanah itu kemudian dibagi-bagikan kepada pengikut-pengikut orang Norwegianya yang menguasai tanah itu dalam kondisi feodal selaku vassalnya. Akibatnya, seluruh aristokrasi Anglo-Saxon ditanggalkan, diganti oleh orang-orang Norwegia. (Betapa pun kedengarannya dramatis, cuma beberapa ribu orang saja yang secara langsung terlibat dengan perpindahan kekuasaan ini. Buat para petani penggarap masalahnya tak lebih dari pertukaran juragan belaka).
William senantiasa merasa dan berlagak dialah Raja Inggris yang absah dan selama masa hidupnya sebagian besar lembaga-lembaga Inggris dipertahankan sebagaimana adanya tanpa perubahan. Karena William berkepentingan memperoleh informasi menyangkut apa yang jadi miliknya, dia memerintahkan dilaksanakannya sensus terperinci menyangkut penduduk dan harta benda. Hasil sensus itu dicatat dalam sebuah buku besar yang disebut "Domesday Book", yang merupakan sumber informasi historis amat berharga. (Naskah aslinya masih terdapat hingga kini, disimpan di Kantor Pencatatan Umum di London).
William Menikah dan memiliki empat putera dan lima puteri. Dia meninggal pada tanggal 9 September 1087 (umur 58-59) di Biara Saint Gervase, kota Rouen, Normandia, Perancis Utara. dan dikubur di Saint-Étienne de Caen, Prancis.