Kisah Nabi Syu'aib 'alaihis salam
Artikel "Kisah Nabi Syu'aib 'alaihis salam" adalah bagian dari seri "Kisah 25 Nabi dan Rasul Islam"
Nabi Syu'aib 'alaihis salam (sekitar 1600 SM - 1500 SM) adalah seorang nabi yang diutus kepada kaum Madyan dan Aikah. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1550 SM. Namanya disebutkan sebanyak 11 kali di dalam Al-Qur'an dan ia wafat di Madyan. Dia diyakini merupakan cicit laki-laki Ibrahim.
Syu'aib secara harafiah artinya "Yang Menunjukkan Jalan Kebenaran". Karena, Syu'aib telah berusaha untuk menujukkan jalan yang lurus kepada umatnya yaitu penduduk Madyan dan Aykah.
Asal-usul Nabi Syu'aib 'alaihis salam:
Nasab Nabi Syu'aib 'alaihis salam: Syu'aib bin Mikil bin Yasjir bin Madyan bin Ibrahim bin Azarabin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Sam bin Nuh.
Nabi Syu'aib 'alaihis salam adalah salah satu dari 4 nabi bangsa Arab. Tiga nabi lainnya adalah Hud, Shaleh, dan Muhammad. Ia seorang nabi yang dijuluki juru pidato karena kecakapan dan kefasihannya dalam berdakwah.
Kaum Madyan
Nabi Syu'aib 'alaihis salam ditetapkan oleh Allah untuk menjadi seorang nabi yang tinggal di timur Gunung Sinai kepada kaum Madyan dan Aykah. Yaitu kaum yang tinggal di pesisir Laut Merah di tenggara Gunung Sinai. Masyarakat tersebut disebut karena terkenal perbuatan buruknya yang tidak jujur dalam timbangan dan ukuran, juga dikenal sebagai kaum kafir yang tidak mengenal Tuhan. Mereka menyembah berhala bernama al-Aykah, yaitu sebidang tanah gurun yang ditumbuhi pepohonan atau pepohonan yang lebat.
Syu'aib memperingatkan perbuatan mereka yang jauh dari ajaran agama, namun kaumnya tidak menghiraukannya. Syu'aib menceritakan pada kaumnya kisah-kisah utusan-utusan Allah terdahulu yaitu kaum Nuh, Hud, Shaleh, dan Luth yang paling dekat dengan Madyan yang telah dibinasakan Allah karena enggan mengikuti ajaran nabi. Namun, mereka tetap enggan, akhirnya Allah memberi azab kepada kaum Madyan, berupa bencana udara panas yang mengakibatkan kekeringan, gempa bumi, dan bunga api yang membakar.
Dakwah
Ketika berdakwah bagi kaum Madyan, Nabi Syu'aib menerima ejekan masyarakat yang tidak mau menerima ajarannya karena mereka enggan meninggalkan sesembahan yang diwariskan dari nenek moyang kepada mereka. Namun, Syu'aib tetap sabar dan lapang dada menerima cobaan tersebut. Ia tidak pernah membalas ejekan mereka dan tetap berdakwah. Bahkan, dakwahnya semakin menggugah hati dan akal. Dalam berdakwah kadang ia memberitahukan bahwa dia sebenarnya sedarah dengan mereka. Hal ini memiliki tujuan agar kaumnya mau menuju jalan kebenaran. Karena itulah ia diangkat menjadi rasul Allah yang diutus bagi kaumnya sendiri. Nabi Syu'aib yang saat itu memiliki beberapa pengikut, mulai mendapat ejekan kasar dari kaum lain. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai penyihir dan pesulap ulung.
Nabi Syu’aib ‘alaihissalam tinggal di kota Madyan yang letaknya di Yordania sekarang. Ketika itu, masyarakatnya kafir kepada Allah dan melakukan berbagai kemaksiatan, seperti membajak dan merampas harta manusia yang melintasi mereka. Mereka juga menyembah pohon lebat yang disebut Aikah.
Mereka bermuamalah buruk dengan manusia, menipu dalam melakukan jual beli dan mengurangi takaran dan timbangan. Maka Allah mengutus kepada mereka seorang rasul dari kalangan mereka bernama Nabi Syu’aib ‘alaihissalam. Beliau mengajak mereka beribadah kepada Allah dan tidak berbuat syirik, melarang mereka mengurangi takaran dan timbangan serta melarang melakukan pembajakan, dan melarang berbuat buruk lainnya. Nabi Syu’ab ‘alaihissalam berkata kepada mereka,
Dan kepada penduduk Madyan Kami utus saudara sebangsanya: Syu'aib. Dia berkata "Sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan yang berhak disembah bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.” (QS. Al A’raaf: 85)
Dan janganlah kamu duduk di setiap jalan untuk menakut-nakuti orang beriman kepada Syu'aib dan menghalang-halanginya dari jalan Allah. dan menginginkan jalan Allah itu berkisar dari tujuannya. Dan renungkanlah ketika jumlahmu sedikit, lalu dikembang-biakkan-Nya kamu dengan memberi berkat keturunan dan dana., lalu perhatikan pula akibat-akibat yang diderita oleh bangsa-bangsa yang berdekatan dengan kamu, karena mereka berbuat kerusakan. (QS. Al A’raaf: 86)
Penjelasan QS. Al A’raaf: 86, Tatkala dakwah Nabi Syu'aib "alaihis salam sudah agak meluas, maka penduduk negeri yang berdekatan dengan nabi Syu'aib berdatangan untuk beriman dan mendapatkan petunjuk. Tapi mereka dicegat di tengah jalan oleh orang-orang berandalan sebangsa Syu'aib sambil menakut-nakuti untuk dibunuh kalau berani memeneruskan perjalanan. Ancaman itu diiringi pula dengan fitnah dan kebohongan dengan mengatakan bahwa agama yang dibawa Syu'aib adalah sesat. Kalau kalian turut kalianpun akan sesat pula. Karena itu, kembali sajalah.
Arti dari "bangsa-bangsa yang berdekatan dengan kamu" adalah Kaum Nuh, yakni 'Aad dan Tsamud
Demikianlah, Nabi Syu’aib ‘alaihissalam terus berdakwah kepada kaumnya dan menerangkan kebenaran kepada mereka, tetapi yang beriman hanya sedikit saja, sedangkan sebagian besar mereka kafir. Meskipun begitu, beliau tidak berputus asa terhadap penolakan mereka, bahkan tetap sabar mendakwahi mereka dan mengingatkan mereka nikmat-nikmat Allah yang tidak terhingga. Akan tetapi kaumnya tetap tidak menerima nasihat dan dakwahnya, bahkan mereka berkata kepada Nabi Syu’ab sambil mengolok-olok,
“Wahai Syu’aib! Apakah shalatmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami berbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal.” (QS. Hud: 87)
Kemudian Nabi Syu’aib membantah mereka dengan kalimat yang halus sambil mengajak mereka kepada yang haq,
“Wahai kaumku! Bagaimana pendapatmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Hud: 88)
Seperti itulah Nabi Syu’aib ‘alaihissalam, Beliau berdakwah dengan argumentasi yang kuat, sehingga Beliau disebut Khathibul Anbiya’ (Ahli Pidato dari kalangan para nabi).
Selanjutnya, Beliau berkata kepada mereka menakut-nakuti mereka dengan adzab Allah dan mengajak mereka kembali kepada Allah,
“Wahai kaumku, janganlah pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa adzab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Saleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (zaman dan tempatnya) dari kamu.–Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.” (QS. Hud: 89-90)
Maka mereka mengancam akan menghukum Beliau, mereka berkata, “Wahai Syu’aib! Kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidak karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamu pun bukanlah seorang yang kuat di sisi kami.” (QS. Hud: 91)
Syu’aib menjawab, “Wahai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu daripada Allah, sedang Allah kamu jadikan di belakang (tidak dipedulikan)? Sesungguhnya (pengetahuan) Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud: 91)
Selanjutnya, Nabi Syu’aib menakut-nakuti mereka dengan adzab Allah jika mereka tetap di atas kesesatan dan kemaksiatan mereka, tetapi kaumnya malah menjawab ancaman itu dengan mengancam Beliau dan memberikan pilihan,
“Mengikuti agama mereka atau pergi meninggalkan kota mereka bersama orang-orang yang beriman yang mengikutinya.” Namun Nabi Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersamanya tetap teguh di atas keimanan mereka dan menyerahkan urusan mereka kepada Allah. Maka kaumnya menuduh Beliau sebagai pesihir dan pendusta (QS. Asy Syu’araa: 185-186)
Azab dari Allah
Nabi Syu'aib mengerti bahwa kaumnya telah ditutup hatinya. Ia berdoa kepada Allah agar diturunkan azab pada kaum Madyan.
...Hingga akhirnya Nabi Syu’aib ‘alaihissalam berdoa kepada Tuhannya, “Ya Tuhan Kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan haq (adil) dan Engkaulah pemberi keputusan yang sebaik-baiknya.” (QS. Al A’raaf: 89)
Namun kaumnya mengolok-olok adzab yang beliau ancamkan, bahkan meminta disegerakan adzab. Para pemuka mereka juga berkata kepada yang lain,
Berkatalah orang-orang kafir terkemuka dari kaum Syu'aib kepada sesamanya, "Jika kamu mengikuti Syu'aib, niscaya kamu akan merugi". (QS. Al A’raaf: 90)
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh Nabi syu’aib ‘alaihissalam agar keluar dari kota itu bersama orang-orang yang beriman karena adzab akan turun menimpa kaumnya, selanjutnya Allah mengirimkan kepada mereka cuaca yang begitu panas yang membuat tanaman kering, sumur kering, dan susu hewan habis, maka orang-orang pun keluar mencari kesejukan, lalu mereka menemukan awan hitam yang sebelumnya mereka kira sebagai hujan dan rahmat, sehingga mereka berkumpul di bawahnya,
Kemudian mereka diganyang oleh gempa bumi, lalu mayat-mayat mereka bergelimpangan dalam rumahnya masing-masing.(QS. Al A’raaf: 91).
Kemudian ditimpakan kepada mereka bunga api yang membakar dan api yang bergejolak sehingga membakar mereka semua, bumi pun berguncang dan mereka ditimpa suara yang mengguntur yang mencabut nyawa mereka sehingga mereka menjadi jasad-jasad yang mati bergelimpangan.
Dia juga menimpakan suara yang mengguntur sebagai balasan atas olok-olokkan mereka kepada Nabi mereka (QS. Hud: 87).
Dan begitulah mereka telah Mendustakan Syu'aib sesuai dengan kebiasaaannya. lalu mereka diganyang oleh siksaan suatu hari berselubung asap. Itulah siksaan hari yang amat dahsiat. (QS. Asy Syuuraa’: 189).
Allah menyelamatkan Nabi Syu’aib ‘alaihissalam dan orang-orang yang beriman bersamanya, Dia berfirman,
“Dan ketika datang adzab Kami, Kami selamatkan Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersamanya dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya. Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, kebinasaanlah bagi penduduk Mad-yan sebagaimana kaum Tsamud telah binasa.” (QS. Hud: 94-95).
Nabi Syu'aib 'alaihis salam Dalam Al-Qur'an
Nabi Syu'aib 'alaihis salam (sekitar 1600 SM - 1500 SM) adalah seorang nabi yang diutus kepada kaum Madyan dan Aikah. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1550 SM. Namanya disebutkan sebanyak 11 kali di dalam Al-Qur'an dan ia wafat di Madyan. Dia diyakini merupakan cicit laki-laki Ibrahim.
Syu'aib secara harafiah artinya "Yang Menunjukkan Jalan Kebenaran". Karena, Syu'aib telah berusaha untuk menujukkan jalan yang lurus kepada umatnya yaitu penduduk Madyan dan Aykah.
Asal-usul Nabi Syu'aib 'alaihis salam:
Nasab Nabi Syu'aib 'alaihis salam: Syu'aib bin Mikil bin Yasjir bin Madyan bin Ibrahim bin Azarabin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Sam bin Nuh.
Nabi Syu'aib 'alaihis salam adalah salah satu dari 4 nabi bangsa Arab. Tiga nabi lainnya adalah Hud, Shaleh, dan Muhammad. Ia seorang nabi yang dijuluki juru pidato karena kecakapan dan kefasihannya dalam berdakwah.
Kaum Madyan
Nabi Syu'aib 'alaihis salam ditetapkan oleh Allah untuk menjadi seorang nabi yang tinggal di timur Gunung Sinai kepada kaum Madyan dan Aykah. Yaitu kaum yang tinggal di pesisir Laut Merah di tenggara Gunung Sinai. Masyarakat tersebut disebut karena terkenal perbuatan buruknya yang tidak jujur dalam timbangan dan ukuran, juga dikenal sebagai kaum kafir yang tidak mengenal Tuhan. Mereka menyembah berhala bernama al-Aykah, yaitu sebidang tanah gurun yang ditumbuhi pepohonan atau pepohonan yang lebat.
Syu'aib memperingatkan perbuatan mereka yang jauh dari ajaran agama, namun kaumnya tidak menghiraukannya. Syu'aib menceritakan pada kaumnya kisah-kisah utusan-utusan Allah terdahulu yaitu kaum Nuh, Hud, Shaleh, dan Luth yang paling dekat dengan Madyan yang telah dibinasakan Allah karena enggan mengikuti ajaran nabi. Namun, mereka tetap enggan, akhirnya Allah memberi azab kepada kaum Madyan, berupa bencana udara panas yang mengakibatkan kekeringan, gempa bumi, dan bunga api yang membakar.
Dakwah
Ketika berdakwah bagi kaum Madyan, Nabi Syu'aib menerima ejekan masyarakat yang tidak mau menerima ajarannya karena mereka enggan meninggalkan sesembahan yang diwariskan dari nenek moyang kepada mereka. Namun, Syu'aib tetap sabar dan lapang dada menerima cobaan tersebut. Ia tidak pernah membalas ejekan mereka dan tetap berdakwah. Bahkan, dakwahnya semakin menggugah hati dan akal. Dalam berdakwah kadang ia memberitahukan bahwa dia sebenarnya sedarah dengan mereka. Hal ini memiliki tujuan agar kaumnya mau menuju jalan kebenaran. Karena itulah ia diangkat menjadi rasul Allah yang diutus bagi kaumnya sendiri. Nabi Syu'aib yang saat itu memiliki beberapa pengikut, mulai mendapat ejekan kasar dari kaum lain. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai penyihir dan pesulap ulung.
Nabi Syu’aib ‘alaihissalam tinggal di kota Madyan yang letaknya di Yordania sekarang. Ketika itu, masyarakatnya kafir kepada Allah dan melakukan berbagai kemaksiatan, seperti membajak dan merampas harta manusia yang melintasi mereka. Mereka juga menyembah pohon lebat yang disebut Aikah.
Mereka bermuamalah buruk dengan manusia, menipu dalam melakukan jual beli dan mengurangi takaran dan timbangan. Maka Allah mengutus kepada mereka seorang rasul dari kalangan mereka bernama Nabi Syu’aib ‘alaihissalam. Beliau mengajak mereka beribadah kepada Allah dan tidak berbuat syirik, melarang mereka mengurangi takaran dan timbangan serta melarang melakukan pembajakan, dan melarang berbuat buruk lainnya. Nabi Syu’ab ‘alaihissalam berkata kepada mereka,
Dan kepada penduduk Madyan Kami utus saudara sebangsanya: Syu'aib. Dia berkata "Sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan yang berhak disembah bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.” (QS. Al A’raaf: 85)
Dan janganlah kamu duduk di setiap jalan untuk menakut-nakuti orang beriman kepada Syu'aib dan menghalang-halanginya dari jalan Allah. dan menginginkan jalan Allah itu berkisar dari tujuannya. Dan renungkanlah ketika jumlahmu sedikit, lalu dikembang-biakkan-Nya kamu dengan memberi berkat keturunan dan dana., lalu perhatikan pula akibat-akibat yang diderita oleh bangsa-bangsa yang berdekatan dengan kamu, karena mereka berbuat kerusakan. (QS. Al A’raaf: 86)
Penjelasan QS. Al A’raaf: 86, Tatkala dakwah Nabi Syu'aib "alaihis salam sudah agak meluas, maka penduduk negeri yang berdekatan dengan nabi Syu'aib berdatangan untuk beriman dan mendapatkan petunjuk. Tapi mereka dicegat di tengah jalan oleh orang-orang berandalan sebangsa Syu'aib sambil menakut-nakuti untuk dibunuh kalau berani memeneruskan perjalanan. Ancaman itu diiringi pula dengan fitnah dan kebohongan dengan mengatakan bahwa agama yang dibawa Syu'aib adalah sesat. Kalau kalian turut kalianpun akan sesat pula. Karena itu, kembali sajalah.
Arti dari "bangsa-bangsa yang berdekatan dengan kamu" adalah Kaum Nuh, yakni 'Aad dan Tsamud
Demikianlah, Nabi Syu’aib ‘alaihissalam terus berdakwah kepada kaumnya dan menerangkan kebenaran kepada mereka, tetapi yang beriman hanya sedikit saja, sedangkan sebagian besar mereka kafir. Meskipun begitu, beliau tidak berputus asa terhadap penolakan mereka, bahkan tetap sabar mendakwahi mereka dan mengingatkan mereka nikmat-nikmat Allah yang tidak terhingga. Akan tetapi kaumnya tetap tidak menerima nasihat dan dakwahnya, bahkan mereka berkata kepada Nabi Syu’ab sambil mengolok-olok,
“Wahai Syu’aib! Apakah shalatmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami berbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal.” (QS. Hud: 87)
Kemudian Nabi Syu’aib membantah mereka dengan kalimat yang halus sambil mengajak mereka kepada yang haq,
“Wahai kaumku! Bagaimana pendapatmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Hud: 88)
Seperti itulah Nabi Syu’aib ‘alaihissalam, Beliau berdakwah dengan argumentasi yang kuat, sehingga Beliau disebut Khathibul Anbiya’ (Ahli Pidato dari kalangan para nabi).
Selanjutnya, Beliau berkata kepada mereka menakut-nakuti mereka dengan adzab Allah dan mengajak mereka kembali kepada Allah,
“Wahai kaumku, janganlah pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa adzab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Saleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (zaman dan tempatnya) dari kamu.–Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.” (QS. Hud: 89-90)
Maka mereka mengancam akan menghukum Beliau, mereka berkata, “Wahai Syu’aib! Kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidak karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamu pun bukanlah seorang yang kuat di sisi kami.” (QS. Hud: 91)
Syu’aib menjawab, “Wahai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu daripada Allah, sedang Allah kamu jadikan di belakang (tidak dipedulikan)? Sesungguhnya (pengetahuan) Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud: 91)
Selanjutnya, Nabi Syu’aib menakut-nakuti mereka dengan adzab Allah jika mereka tetap di atas kesesatan dan kemaksiatan mereka, tetapi kaumnya malah menjawab ancaman itu dengan mengancam Beliau dan memberikan pilihan,
“Mengikuti agama mereka atau pergi meninggalkan kota mereka bersama orang-orang yang beriman yang mengikutinya.” Namun Nabi Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersamanya tetap teguh di atas keimanan mereka dan menyerahkan urusan mereka kepada Allah. Maka kaumnya menuduh Beliau sebagai pesihir dan pendusta (QS. Asy Syu’araa: 185-186)
Azab dari Allah
Nabi Syu'aib mengerti bahwa kaumnya telah ditutup hatinya. Ia berdoa kepada Allah agar diturunkan azab pada kaum Madyan.
...Hingga akhirnya Nabi Syu’aib ‘alaihissalam berdoa kepada Tuhannya, “Ya Tuhan Kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan haq (adil) dan Engkaulah pemberi keputusan yang sebaik-baiknya.” (QS. Al A’raaf: 89)
Namun kaumnya mengolok-olok adzab yang beliau ancamkan, bahkan meminta disegerakan adzab. Para pemuka mereka juga berkata kepada yang lain,
Berkatalah orang-orang kafir terkemuka dari kaum Syu'aib kepada sesamanya, "Jika kamu mengikuti Syu'aib, niscaya kamu akan merugi". (QS. Al A’raaf: 90)
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh Nabi syu’aib ‘alaihissalam agar keluar dari kota itu bersama orang-orang yang beriman karena adzab akan turun menimpa kaumnya, selanjutnya Allah mengirimkan kepada mereka cuaca yang begitu panas yang membuat tanaman kering, sumur kering, dan susu hewan habis, maka orang-orang pun keluar mencari kesejukan, lalu mereka menemukan awan hitam yang sebelumnya mereka kira sebagai hujan dan rahmat, sehingga mereka berkumpul di bawahnya,
Kemudian mereka diganyang oleh gempa bumi, lalu mayat-mayat mereka bergelimpangan dalam rumahnya masing-masing.(QS. Al A’raaf: 91).
Kemudian ditimpakan kepada mereka bunga api yang membakar dan api yang bergejolak sehingga membakar mereka semua, bumi pun berguncang dan mereka ditimpa suara yang mengguntur yang mencabut nyawa mereka sehingga mereka menjadi jasad-jasad yang mati bergelimpangan.
Dia juga menimpakan suara yang mengguntur sebagai balasan atas olok-olokkan mereka kepada Nabi mereka (QS. Hud: 87).
Dan begitulah mereka telah Mendustakan Syu'aib sesuai dengan kebiasaaannya. lalu mereka diganyang oleh siksaan suatu hari berselubung asap. Itulah siksaan hari yang amat dahsiat. (QS. Asy Syuuraa’: 189).
Allah menyelamatkan Nabi Syu’aib ‘alaihissalam dan orang-orang yang beriman bersamanya, Dia berfirman,
“Dan ketika datang adzab Kami, Kami selamatkan Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersamanya dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya. Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, kebinasaanlah bagi penduduk Mad-yan sebagaimana kaum Tsamud telah binasa.” (QS. Hud: 94-95).
Nabi Syu'aib 'alaihis salam Dalam Al-Qur'an
Nabi Syu'aib disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak 17 kali yang terdapat dalam :
- Surat Al A’Raaf sebanyak 5 kali yaitu ayat 85, 88, 90, 92, dan 93.
- Surat Hud sebanyak 7 kali yaitu ayat 84, 85, 87, 88, 91, 92, dan 94.
- Surat Asy Syu'araa' sebanyak 3 kali yaitu ayat 177, 1898, dan 189.
- Surat Al ‘Ankabuut sebanyak 2 kali yaitu ayat 36 dan 37.
Keburukan kaum Syu'aib:
- Surat Al A’Raaf:85-86,
- Surat Hud:84-85, 87, 91-92,
- Surat Asy Syu'araa':181-183.
- Surat Al Hijr:78 dan Surat Asy Syu'araa':178.
- Surat Al A’Raaf:85-90, 93,
- Surat Hud:84, 86-87, 89-90, 92-93,
- Surat Asy Syu'araa':176-184,
- Surat Al ‘Ankabuut:36.
Cobaan nabi Syu'aib:
- Surat Al A’Raaf :87-90,
- Surat Hud:87-88 dan 91,
- Surat Asy Syu'araa':176, 185-188,
- Surat Shaad:13,
- Surat Qaaf:14.
- Surat Al A’Raaf:91-92,
- Surat At Taubah:70,
- Surat Hud:94-95,
- Surat Al Hijr:79,
- Surat Asy Syu'araa':189,
- Surat Al ‘Ankabuut:37.