Biografi Pangeran Panjunan (Syekh Abdurahman)
Pangeran Panjunan atau Syekh Abdurakham adalah putra Syekh Nurjati atau Syekh Datuk Kahfi yang menikah dengan Syarifah Halimah, putri dari Ali Nurul Alim putra dari Jamaludin Akbar al Husain, cucunya Pangeran Santri (1505-1579 M) yang bergelar Ki Gedeng Sumedang dan memerintah Kerajaan Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut. Pangeran Santri anak Pangeran Pemelekaran adalah cucu dari Syekh Maulana Abdurahman (Sunan / Pangeran Panjunan) dan cicit dari Syekh Datuk Kahfi.
Pangeran Panjunan menikah dengan Matangsari putra Agung Japura putra Amuk Murugul putra Prabu Susuk Tunggal, putra Prabu Niskala Wastu Kecana, Amuk Murugul memiliki saudara perempuan Nyi Kentring Manik Mayang Sunda yang dinikahi oleh Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi, Matangsari putri dari Keraton Japura yang terletak di Japura Kidul, Cirebon
Pangeran Panjunan mempunyai anak selain Pangeran Pamelekaran yang berputra Pangeran Santri juga dari istri lainnya berputra Ratu Bagus Angke atau Pangeran Tubagus Angke bergelar Pangeran Jayakarta II yang menikah dengan Ratu Ayu Pembayun Fatimah putra Fatahillah bergelar Pangeran Jayakarta.
Keluarga
Pangeran Panjunan adalah putra Syekh Datuk Kahfi yang dengan Syarifah Halimah putra Ali Nurul Alim. Ali Nurul Alim putra dari Jamaludin Akbar al Husain
Istri-istri
Putra-putra
Saudara-saudara
bersaudara putra-putra dari Syekh Datuk Kahfi
Masjid Panjunan
Masjid ini merupakan sebuah masjid berumur sangat tua yang didirikan pada tahun 1480 oleh Syarif Abdurrahman atau Pangeran Panjunan. Masjid Merah Panjunan terletak di sebuah sudut jalan di Kampung Panjunan, kampung dimana terdapat banyak pengrajin tembikar atau jun.
Masjid Panjunan semula bernama mushala Al-Athya namun karena pagarnya yang terbuat dari bata merah menjadikan masjid ini lebih terkenal dengan sebutan Masjid Merah Panjunan.
Awalnya masjid ini merupakan tajug atau Mushola sederhana, karena lingkungan tersebut adalah tempat bertemunya pedagang dari berbagai suku bangsa, Pangeran Panjunan berinisiatif membangun Mushola tersebut menjadi masjid dengan perpaduan budaya dan agama sejak sebelum Islam, yaitu Hindu – Budha.
Masjid Merah Panjunan ini telah dimasukkan sebagai benda cagar budaya.
Arsitektur
Bangunan lama mushala itu berukuran 40 meter persegi saja, kemudian dibangun menjadi berukuran 150 meter persegi karena menjadi masjid.
Meskipun pendiri Masjid Merah Panjunan adalah seorang keturunan Arab, dan Kampung Panjunan adalah merupakan daerah permukiman warga keturunan Arab, namun pengaruh budaya Arab terlihat sangat sedikit pada arsitektur bangunan Masjid Merah Panjunan ini. Barangkali ini adalah sebuah pendekatan kultural yang digunakan dalam penyebaran Agama Islam pada masa itu.
Arsitektur Masjid Panjunan merupakan perpaduan budaya Hindu, Cina, dan Islam. Sekilas masjid ini tidak seperti masjid pada umumnya karena memang bentuk bangunannya menyerupai kuil hindu, adanya mihrab yang membuat bangunan Masjid Merah Panjunan ini menjadi terlihat seperti sebuah masjid, serta adanya beberapa tulisan berhuruf Arab pada dinding. Beberapa keramik buatan Cina yang menempel pada dinding konon merupakan bagian dari hadiah ketika Sunan Gunung Jati menikah dengan Tan Hong Tien Nio.
Ruangan utama Masjid Merah Panjunan langit-langitnya ditopang oleh lebih dari lima pasang tiang kayu. Umpak pada tiang penyangga juga memperlihatkan pengaruh kebudayaan lama. Sementara keramik yang menempel pada dinding memperlihatkan pengaruh budaya Cina dan Eropa.
Pada bagian mihrab dihiasi dengan keramik yang indah. Lengkung pada mihrab pun yang berbentuk paduraksa juga memperlihatkan pengaruh budaya lama. Di Masjid Merah Panjunan ini tidak ada mimbar, karenanya hanya digunakan untuk sholat sehari-hari, tidak untuk ibadah sholat Jumat, atau sholat berjamaah di Hari Raya Islam.
Tampak muka Masjid Merah Panjunan yang terbuat dari susunan batu bata merah yang pintu gapuranya memperlihatkan pengaruh Hindu dari zaman Majapahit yang banyak bertebaran di daerah Cirebon. Gapura yang susunan batanya berwarna merah memberikan nama tengah kepada masjid ini. Adalah Panembahan Ratu yang merupakan cicit Sunan Gunung Jati yang membangun tembok keliling bata merah setinggi 1,5 m dan ketebalan 40 cm pada tahun 1949. (Wikipedia)
Pangeran Panjunan menikah dengan Matangsari putra Agung Japura putra Amuk Murugul putra Prabu Susuk Tunggal, putra Prabu Niskala Wastu Kecana, Amuk Murugul memiliki saudara perempuan Nyi Kentring Manik Mayang Sunda yang dinikahi oleh Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi, Matangsari putri dari Keraton Japura yang terletak di Japura Kidul, Cirebon
Pangeran Panjunan mempunyai anak selain Pangeran Pamelekaran yang berputra Pangeran Santri juga dari istri lainnya berputra Ratu Bagus Angke atau Pangeran Tubagus Angke bergelar Pangeran Jayakarta II yang menikah dengan Ratu Ayu Pembayun Fatimah putra Fatahillah bergelar Pangeran Jayakarta.
Keluarga
Pangeran Panjunan adalah putra Syekh Datuk Kahfi yang dengan Syarifah Halimah putra Ali Nurul Alim. Ali Nurul Alim putra dari Jamaludin Akbar al Husain
Istri-istri
- Matangsari
- Istri dari Putri Banten
Putra-putra
- Pangeran Pamelekaran putra dari Matangsari (berputra Pangeran Santri)
- Pangeran Tubagus Angke bergelar Pangeran Jayakarta II putra dari istri Putri Banten
Saudara-saudara
bersaudara putra-putra dari Syekh Datuk Kahfi
- Syekh Abdurakhman (yang kelak di Cirebon bergelar Pangeran Panjunan),
- Syekh Abdurakhim (kelak bergelar Pangeran Kejaksan),
- Fatimah (yang bergelar Syarifah Bagdad), dan
- Syekh Datul Khafid (kadang-kadang disebut juga sebagai Syekh Datuk Kahfi)
Masjid Panjunan
Masjid Panjunan |
Masjid Panjunan semula bernama mushala Al-Athya namun karena pagarnya yang terbuat dari bata merah menjadikan masjid ini lebih terkenal dengan sebutan Masjid Merah Panjunan.
Awalnya masjid ini merupakan tajug atau Mushola sederhana, karena lingkungan tersebut adalah tempat bertemunya pedagang dari berbagai suku bangsa, Pangeran Panjunan berinisiatif membangun Mushola tersebut menjadi masjid dengan perpaduan budaya dan agama sejak sebelum Islam, yaitu Hindu – Budha.
Masjid Merah Panjunan ini telah dimasukkan sebagai benda cagar budaya.
Arsitektur
Bangunan lama mushala itu berukuran 40 meter persegi saja, kemudian dibangun menjadi berukuran 150 meter persegi karena menjadi masjid.
Meskipun pendiri Masjid Merah Panjunan adalah seorang keturunan Arab, dan Kampung Panjunan adalah merupakan daerah permukiman warga keturunan Arab, namun pengaruh budaya Arab terlihat sangat sedikit pada arsitektur bangunan Masjid Merah Panjunan ini. Barangkali ini adalah sebuah pendekatan kultural yang digunakan dalam penyebaran Agama Islam pada masa itu.
Arsitektur Masjid Panjunan merupakan perpaduan budaya Hindu, Cina, dan Islam. Sekilas masjid ini tidak seperti masjid pada umumnya karena memang bentuk bangunannya menyerupai kuil hindu, adanya mihrab yang membuat bangunan Masjid Merah Panjunan ini menjadi terlihat seperti sebuah masjid, serta adanya beberapa tulisan berhuruf Arab pada dinding. Beberapa keramik buatan Cina yang menempel pada dinding konon merupakan bagian dari hadiah ketika Sunan Gunung Jati menikah dengan Tan Hong Tien Nio.
Ruangan utama Masjid Merah Panjunan langit-langitnya ditopang oleh lebih dari lima pasang tiang kayu. Umpak pada tiang penyangga juga memperlihatkan pengaruh kebudayaan lama. Sementara keramik yang menempel pada dinding memperlihatkan pengaruh budaya Cina dan Eropa.
Pada bagian mihrab dihiasi dengan keramik yang indah. Lengkung pada mihrab pun yang berbentuk paduraksa juga memperlihatkan pengaruh budaya lama. Di Masjid Merah Panjunan ini tidak ada mimbar, karenanya hanya digunakan untuk sholat sehari-hari, tidak untuk ibadah sholat Jumat, atau sholat berjamaah di Hari Raya Islam.
Tampak muka Masjid Merah Panjunan yang terbuat dari susunan batu bata merah yang pintu gapuranya memperlihatkan pengaruh Hindu dari zaman Majapahit yang banyak bertebaran di daerah Cirebon. Gapura yang susunan batanya berwarna merah memberikan nama tengah kepada masjid ini. Adalah Panembahan Ratu yang merupakan cicit Sunan Gunung Jati yang membangun tembok keliling bata merah setinggi 1,5 m dan ketebalan 40 cm pada tahun 1949. (Wikipedia)