Biografi Depati Amir - Pahlawan Nasional dari Bangka Belitung

Depati Amir merupakan salah satu pejuang Bangka yang heroik. Ia dikenal ahli strategi perang melawan Belanda di Bangka Belitung. Dengan semangat kepahlawanananya menggema hampir diseluruh tanah bangka, iapun akhirnya dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2018.

Depati Amir
Depati Amir merupakan putra dari Depati Bahrin. Depati Amir aktif melawan penjajahan Belanda di Bangka. Karena geraknya yang sangat menghawatirkan akhirnya ia diasingkan di desa air mata Kupang, NTT.

Depati Amir tercatat ikut berjuang menentang penjajahan Belanda dalam rentang tahun 1820 – 1828 bersama saudaranya Depati Hamzah. Kedua bersaudara ini bertindak sebagai panglima tempur di bawah komando ayah mereka, Depati Bahrin.

Kisah heroik Depati Amir dimulai ketika ia meninggalkan jabatan depati pemberian Belanda, dan memilih memimpin pertempuran di hutan-hutan di Pulau Bangka.

Ia menentang pemberlakuan peraturan tentang monopoli perdagangan timah. Monopoli ini menyebabkan penyimpangan dan kecurangan dalam tata niaga timah yang membuat rakyat Bangka menderita dan sengsara.

Depati merupakan jabatan yang diberikan kepada Amir. Saat itu, pemerintah Belanda yang takut dengan pengaruh Amir di hari rakyat Bangka, mencoba mengurangi pengaruh Amir dengan memberikan jabatan Depati. Amir diminta menggantikan ayahnya, Depati Bahrain, untuk menguasai daerah Jeruk ditambah Mendara dan Mentadai di Pulau Bangka.

Selain merupakan orang berpengaruh, Amir dikenal dengan 30 pengikutnya yang menumpas para perompak di perairan Pulau Bangka.

Perjuangan kemudian terhenti setelah Depati Amir tertangkap dan diasingkan ke NTT. Nama Depati Amir namanya diabadikan menjadi nama bandara utama di Kepulauan Bangka Belitung, Bandara Depati Amir.


Anugerah Pahlawan Nasional

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada enam tokoh. Salah satunya adalah  Depati Amir.

Keputusan penganugerahan gelar pahlawan nasional itu termaktub dalam Keputusan Presiden Nomor 123/TK/2018. Keputusan itu ditandatangani Jokowi pada 6 November 2018 dengan pedoman Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.