Biografi Ibnu Sabi’in - Sufi & Filsuf Andalusia

Ibnu Sabi’in
Ibnu Sabi’in
‘Abdul Haqq Ibrahim Muhammad bin Nasr atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Sabi’in adalah seorang sufi yang juga filosof dari Andalusia. Ia terkenanal di Eropa karena jawabannya atas pernyataan Frederik H. penguasa Sicilia. Ia dipanggil Ibnu Sabbi’in dan digelari Quthbuddin Terkadang dikenal pula dengan Abu Muhammad.

Ibnu Sabi’in dilahirkan tahun 614 H (1216/1217) di Murcia, Spanyol. Ia memunyai asal usul Arab dan mempelajari bahasa Arab dan sastra pada kelompok gurunya dan mempelajari ilmu-ilmu Agama dari mahdzab Maliki, ilmu-ilmu logika dan filsafat.

Guru-gurunya: Ibn Dihaq yang terkenal dengan Ibnu Al-Mir’ah (meninggal tahun 611 H), Penyarah karya Al-Juwaini, Al-Irsyad. Karena Ibnu Sabi’in lahir tahun 614 H, sementara Ibn Dihaqq meninggal tahun 611 H, jelaslah bahwa Ibnu Sabi’in menjadi Murid Ibn Dihaqq hanya melalui kajiannya terhadap karya-karya tokoh tersebut.

Begitu juga dalam hal hubungannya dengan dua gurunya yang lain, yaitu al-Yuni (meninggal tahun 622 H) dan Al-Hurani (meninggal tahun 538 H) yang keduanya ahli tentang huruf maupun nama. Menurut salah seorang murid Ibnu Sabi’in yang mensyarah kitab Risalah Al-Abd hubungan antara Ibnu Sabi’in dan gurunya tersebut lebih banyak terjalin melalui kitab daripada langsung.
Ibnu Sabi’in meninggalkan karya sebanyak empat puluh satu buah yang menguraikan tasawuf secara teoritis maupun praktis, dengan cara ringkas maupun panjang.

Karya-karya itu menggambarkan bahwa pengetahuan Ibnu Sabi’in cukup luas dan beragam. Dia mengenal berbagai aliran filsafat Yunani dan hermetititsme, Persia, dan India. Disamping itu dia juga banyak menelaah karya filosof Islam dari dunia Islam bagian timur, seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, dan filosof Islam bagian barat seperti Ibnu Bjah, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd. Bahkan dia begitu meguasai kandungan Risalah Ikhwan Asy-Shofa secara terperinci, mengetahui aliran Asy’ariyyah, disamping itu juga beliau menguasai aliran fiqih.

Ibnu Sab’in memiliki tradisi kepustakaan ilmiyah yang sangat luas dan bermacam-macam. Dia adalah teosof yang berhasil mempelajari secara kritis terhadap tradisi filsafat dari semua penjuru peradaban. Dia mempelajari aliran-aliran filsafat Yunani, filsafat Timur kuno seperti Hermesian, filsafat Persia dan India, aliran-aliran filsafat Islam bagian Timur seperti al-Farabi dan Ibn Sina, aliran-aliran filsafat Islam bagian Barat seperti Ibnu Bajah, Ibnu Thufeil dan Ibnu Rusyd, mempelajari secara mendalam Rasa’il Ihwan al-Shafa, mengetahui secara detail aliran teologi khususnya al-Asy’ariyah, dan tidak ketinggalan dimensi tasawuf juga dia kuasai dengan baik.


Ajaran Tasawuf Ibnu Sabi’in

Kesatuan mutlak / Wihdatul al-Mutlaqah

Ibnu Sabi’in adalah seorang penggagas sebuah paham dalam kalangan tasawuf filosofis yang dikenal denan paham kesatuan mutlak. Gagasan esensisal pahamnya sederhana saja, yaitu wujud ialah satu ialah wujud Allah semata, wujud lainnya itu wujud yang satu itu sendiri. Dengan demikan wujud kenyataanya hanya satu persoalan yang tetap. Paham ini lebih dikenal dengan sebutan paham kesatuan mutlak.


Tidak ada Pluralisme dalam wujud

Manusia berada di dalam alam. Dan semua alam (pluralisme) adalah penyerupaanya. Sementara entitas yang menyerupai dengan sesamanya adalah satu. Maka alam dan manusia adalah satu. Kemudian di dalam pembahasan relasi antara Allah, alam semesta, dan manusia, yang dipersepsikan sebagai entitas-entitas yang mandiri dan berbeda oleh para filsuf, sementara oleh Ibnu Sab’in dipersepsikan sebagai entitas yang satu atau manunggal. Karena wujud adalah Esa. Dan semua dualisme dan pluralisme di dalam wujud adalah tidak tepat dan illusi, maka tidak ada yang kekal segala sesuatu kecuali wujud mutlak yang meliputi semua entitas, di mana entitas esensi bagi semua maujud dan entitas-entitas lain adalah Allah. Dan al-Haq adalah sebab bagi segala yang maujud.


Ittihad

Orang yang membenci Ibnu Sab’iin berpendapat bahwa Konsepsi ittihad yang di yakini ibnu sab’iin telah mengantar pada kematianya yang misterius, dikatakan meninggalnya beliau dengan bunuh diri, karena karena didorong oleh cinta yang tidak bisa dibendung untuk segera bersatu dengan Tuhan (ittihad). Pendapat ini tidak sesuai dengan pengetahuan kita tentang ittihad, di mana para asketis yang beraliran itthad tetap memperkukuh kehidupannya, dengan tanpa “perlu” untuk bunuh diri. Ibnu Sab’in wafat dengan bunuh diri. Selain itu, terkait kematianya banyak sekali pendapat, ada yang mengtakan bahwa meninggalnya akibat diracun dan sebagainya, namun yang pasti bahwa kematianya tidak wajar.

Menurut Ibnu Sab’in kesatuan eksistensi adalah kriteria bagi eksistensi pemahaman, pemeriksaan terhadap berbagai fenomena yang ada akan bertentangan dengan kesatuan tersebut, sehingga akan berarti postulasi dari ide Tuhan yang unggul dan terpisah dari ciptaannya .


Wafat

Ibnu Sabi’in meninggal pada 21 Maret 1271 (9 Syawal 669 AH) di Mekah. (sumber: www.perkuliahan.com)