Biografi Rasuna Said
Kartini, Ia juga merupakan pejuang yang dengan gigih memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. HR Rasuna Said dikenal sebagai sosok yang berkemauan keras dan memiliki pengetahuan yang luas.
Rasuna Said yang lahir di Maninjau, Agam, Sumatera Barat pada 14 September 1910, sejak kecil telah mengenyam pendidikan Islam di pesantren. Pada saat sekolah inilah, ia pernah menjadi satu-satunya santri perempuan. Sejak saat itu, Rasuna Said sangat memperhatikan kemajuan dan pendidikan bagi kaum perempuan. Ia menilai bahwa perjuangan tersebut tidak hanya bisa dilakukan melalui jalur pendidikan, namun bisa dilakukan juga dengan perjuangan politik. Kemudian, ia memulai perjuangannya untuk membela kaum perempuan dengan bergabung di Sarekat Rakyat sebagai sekretaris cabang. Setelah itu, ia menjadi anggota Persatuan Muslim Indonesia.
Pada tahun 1932 Ia sempat ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Belanda karena kemampuan dan cara pikirnya yang sangat kritis. Rasuna Said juga tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict, yaitu hukum pemerintahan Belanda yang menyatakan bahwa siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda.
Pada masa penjajahan Jepang, Rasuna Said merupakan salah satu pendiri organisasi pemuda Nippon Raya. Dalam karir politiknya, HR Rasuna Said pernah menjabat sebagai DPR RIS dan kemudian menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung sejak tahun 1959 sampai meninggal.
Rasuna Said meninggal di Jakarta, 2 November 1965 pada umur 55 tahun, meninggalkan seorang putri (Auda Zaschkya Duski) dan 6 cucu (Kurnia Tiara Agusta, Anugerah Mutia Rusda, Moh. Ibrahim, Moh. Yusuf, Rommel Abdillah dan Natasha Quratul'Ain).
Pada tanggal 13 Desember 1974 Ia diangkat menjadi pahlawan nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden R.I. No. 084/TK/Tahun 1974 .
Namanya sekarang diabadikan sebagai salah satu nama jalan protokol di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Rasuna Said yang lahir di Maninjau, Agam, Sumatera Barat pada 14 September 1910, sejak kecil telah mengenyam pendidikan Islam di pesantren. Pada saat sekolah inilah, ia pernah menjadi satu-satunya santri perempuan. Sejak saat itu, Rasuna Said sangat memperhatikan kemajuan dan pendidikan bagi kaum perempuan. Ia menilai bahwa perjuangan tersebut tidak hanya bisa dilakukan melalui jalur pendidikan, namun bisa dilakukan juga dengan perjuangan politik. Kemudian, ia memulai perjuangannya untuk membela kaum perempuan dengan bergabung di Sarekat Rakyat sebagai sekretaris cabang. Setelah itu, ia menjadi anggota Persatuan Muslim Indonesia.
Pada tahun 1932 Ia sempat ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Belanda karena kemampuan dan cara pikirnya yang sangat kritis. Rasuna Said juga tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict, yaitu hukum pemerintahan Belanda yang menyatakan bahwa siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda.
Pada masa penjajahan Jepang, Rasuna Said merupakan salah satu pendiri organisasi pemuda Nippon Raya. Dalam karir politiknya, HR Rasuna Said pernah menjabat sebagai DPR RIS dan kemudian menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung sejak tahun 1959 sampai meninggal.
Rasuna Said meninggal di Jakarta, 2 November 1965 pada umur 55 tahun, meninggalkan seorang putri (Auda Zaschkya Duski) dan 6 cucu (Kurnia Tiara Agusta, Anugerah Mutia Rusda, Moh. Ibrahim, Moh. Yusuf, Rommel Abdillah dan Natasha Quratul'Ain).
Pada tanggal 13 Desember 1974 Ia diangkat menjadi pahlawan nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden R.I. No. 084/TK/Tahun 1974 .
Namanya sekarang diabadikan sebagai salah satu nama jalan protokol di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.