Biografi Salahuddin bin Talabuddin - Pahlawan Nasional dari Maluku Utara

Salahuddin bin Talabuddin adalah seorang pejuang asal Halmahera, Maluku Utara. Ia sempat dibuang pemerintah kolonial Belanda ke penjara Sawahlunto, Nusakambangan, dan Boven Digoel. Ia dieksekusi mati pada 1948 di Ternate. Pada 2022, ia diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia bersama dengan Soeharto Sastrosoeyoso, Paku Alam VIII, Rubini Natawisastra dan Ahmad Sanusi pada Senin, 7 November 2022.

Biografi Salahuddin bin Talabuddin - Pahlawan Nasional dari Maluku Utara

Haji Salahuddin bin Talabuddin lahir pada September tahun 1887 (atau ada yang menyebut 1874) di Desa Gemia, Patani, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara.

Beliau tumbuh di tengah keluarga yang kuat dalam menjalankan agama Islam, yang kemudian membentuknya menjadi pribadi yang memiliki semangat juang dan pantang menyerah.

Haji Salahuddin bin Talabuddin berangkat menunaikan ibadah haji di Mekah dan tinggal di sana sekitar tahun 1907 hingga 1911. Kembali ke tanah air, Haji Salahuddin bin Talabuddin mempelajari politik dan mulai bergabung dalam gerakan rakyat yang melawan penjajah Belanda.

H Salahuddin bin Talabuddin bergabung dengan PSII pada 1938. Dia juga menjadi pengurus Gabungan Politik Indonesia (GAPI) bersama M Arsyad Hanafi, MS Djahir, AS Bacmid dan lainnya. Akibat kegiatan politiknya, dia pernah dipenjara oleh pemerintah kolonial Belanda di Nusakambangan. Pada 1942, dia dipindahkan ke Boven Digoel, Papu. Saat Jepang menginvasi Indonesia, H Salahuddin bin Talabuddin dibebaskan dan untuk sementara waktu dia memilih menetap di Sorong.

Sebagai tokoh yang memimpin pergerakan melawan penjajah di wilayah Maluku Utara, Haji Salahuddin bin Talabuddin berkali-kali ditawan pihak Belanda. Bahkan beliau harus merasakan penjara selama lima tahun di Sawahlunto Sumatera (1918-1923), di Pulau Nusakambangan (1941-1942), serta di Boven Digoel (1943).

Hukuman-hukuman tersebut dijatuhkan karena perjuangan beliau dalam menentang penjajah dan keberanian mengibarkan Merah Putih di tanjung Ngolopopo, Patani Halmahera Tengah pada tahun 1941. Hal ini telah dilakukan Haji Salahuddin bin Talabuddin jauh sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamasikan di Jakarta.

Pada 1946, H Salahuddin bin Talabuddin pindah ke kepulauan Gebe dan kembali ke kampung halaman di Patani. Di Pulau Gebe, kawasan Halmahera Timur, kini Halmahera Tengah, H Salahuddin bin Talabuddin mendirikan organisasi keagamaan Islam Sarikat Jamiatul Iman wal Islam. Di kalangan pengikutnya, organisasi ini dikenal Sarikat Islam atau SI. Tujuan organisasi ini adalah mempertahankan agama Islam dan Negara Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Soekarno dan Mohammad Hatta yang baru diproklamasikan.


Hukuman mati

Pada 1947 H Salahuddin bin Talabuddin dan enam pimpinan SI dituduh secara bersama-sama menghasut rakyat melakukan makar. H Salahuddin bin Talabuddin juga dituduh secara tanpa hak ingin merobohkan kekuasaan dan pemerintahan yang sah serta menggantinya dengan Pemerintahan Republik Indonesia. Pada 13 September, H Salahuddin bin Talabuddin dinyatakan bersalah dan dijatuhkan hukuman mati.

Pada 6 Juni 1948 kejaksaan Ternate mengeksekusi putusan Pengadilan Negeri. Dia dibawa ke lapangan tembak militer di Skep Ternate. Tepat pukul 06.00 WIT H Salahuddin bin Talabuddin dieksekusi di depan regu tembak. Ia wafat di usia 74 tahun. Jasadnya kemudian dimakamkan di perkuburan Islam Ternate. Atas perjuangannya, kini H Salahuddin bin Talabuddin ditetapkan pemerintah sebagai Pahlawan Nasional.

Sejak saat itu, untuk menghormati jasa dan perjuangan Haji Salahuddin bin Talabuddin maka namanya diabadikan menjadi nama kelurahan di tempat tersebut.

Sumber:

  • setkab.go.id
  • tribunnews.com
  • ambon.antaranews.com
  • nasional.tempo.co