Profil Mohammad Tabrani - Sang Penggagas Dahasa Persatuan Indonesia
Mohammad Tabrani Soerjowitjirto atau disingkat M. Tabrani S adalah jurnalis dan politikus Indonesia. M. Tabrani boleh digolongkan sebagai wartawan dari angkatan tua sekaligus pelopor pemakaian bahasa Indonesia. Sepanjang pergerakan nasional Indonesia, nama M. Tabrani selalu tercatat. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh Jong Java dan pemimpin redaksi Harian Pemandangan pada periode Juli 1936 hingga Oktober 1940. Beliau meninggal dunia pada tanggal 12 Januari 1984.
M. Tabrani atau Mohammad Tabrani Soerjowitjitro lahir di Pamekasan, Madura pada 10 Oktober 1904. M.Tabrani merupakan anak ketiga dari sembilan bersaudara dari pasangan R.Panji Soeradi Soerowitjitro dan R.Ayu Siti Aminah. Ia menamatkan pendidikan di MULO dan OSVIA di Bandung.
Minat jurnalistik Tabrani muncul ketika ia menamatkan OSVIA. Pada tahun 1925, Tabrani sudah memimpin harian Hindia Baroe. Sewaktu belajar di Eropa, di Universitas Köln (Universität zu Köln), dia membantu beberapa surat kabar di Indonesia pada periode 1926 hingga 1930.
Sekembalinya ke tanah air, karier jurnalistik Tabrani mulai menanjak. Momen paling dikenal adalah usulan dirinya terkait penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang mematahkan argumen M. Yamin yang ingin menggunakan bahasa Melayu.
Tabrani dikenal sebagai seorang wartawan. Hindia Baroe, Pemandangan, Suluh Indonesia, Koran Tjahaya, dan Indonesia Merdeka adalah sederet nama media massa yang pernah beliau naungi.
Pemikiran Tabrani tentang bahasa Indonesia secara jelas terpampang pada tulisannya dalam koran Hindia Baroe yang dipimpinnya. Tulisan berjudul "Bahasa Indonesia" yang ada pada kolom Kepentingan tersebut secara jelas mengemukakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan untuk mencapai kemerdekaan.
Sebuah pemikiran yang berani yang diungkapkan seseorang yang hidup di wilayah yang sedang dijajah oleh bangsa asing, bangsa Belanda. Pemikiran-pemikiran Tabrani bisa dikatakan orisinal dan besar pada masa itu.
Pertama, Tabrani sudah menggunakan nama bahasa Indonesia jauh sebelum adanya Ikrar Sumpah Pemuda (1928) dan bahkan sebelum adanya Kongres Pemuda Pertama (April-Mei 1926).
Kedua, Tabrani telah menyadari adanya masalah yang menyebabkan persatuan anak-Indonesia tidak cepat tercapai, yaitu tidak adanya bahasa yang gampang diketahui oleh seluruh bangsa Indonesia.
Ketiga, Tabrani telah meyakini bahwa kemerdekaan akan tercapai jika ada persatuan; persatuan dapat tercapai salah satunya jika ada ikatan bahasa Indonesia.
"Bangsa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bangsa Indonesia itu! Bahasa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bahasa Indonesia itu!" Demikianlah semangat Tabrani sebagaimana ia tuliskan sendiri dalam koran Hindia Baru (edisi 11 Februari 1926) pada kolom Kepentingan yang dengan penuh keberanian diberikan judul "Bahasa Indonesia
M Tabrani menulis autobiografinya dengan judul Anak Nakal Banyak Akal (1979). Dalam tulisan itu, Yamin disebutkan sedang 'naik pitam' karena Tabrani menyetujui seluruh pidato Yamin, tetapi menolak konsep usul resolusinya pada Kongres Pemuda Pertama 1926 (butir ketiga: menjunjung bahasa persatuan, bahasa Melayu).
Pada kesempatan itu, M Tabrani yang bertindak sebagai Ketua Kongres dan berpandangan sebagai berikut, 'Alasanmu, Yamin, betul dan kuat. Maklum lebih paham tentang bahasa daripada saya. Namun, saya tetap pada pendirian. Nama bahasa persatuan hendaknya bukan bahasa Melayu, tetapi bahasa Indonesia. Kalau belum ada harus dilahirkan melalui Kongres Pemuda Indonesia Pertama ini.'
Atas perbedaan pendapat antara Yamin dan Tabrani tersebut, keputusan terakhir itu ditunda sampai dengan Kongres Pemuda Indonesia Kedua pada tahun 1928. Pesan Kongres Pemuda Pertama dititipkan kepada M. Yamin dengan catatan penting bahwa nama bahasa Melayu diganti menjadi bahasa Indonesia.
Kongres Pemuda Kedua tidak membicarakan usul Yamin tersebut dalam rapat panitia, tetapi langsung membawanya dalam sidang umum dan Kongres menerima usulan Yamin dengan suara bulat. 'Kebulatan Tekad Pemuda' (dalam istilah Sanusi Pane) atau Ikrar Pemuda (dalam konsep Yamin) dikenal hingga sekarang sebagai Sumpah Pemuda.
M Tabrani terus memperjuangkan penggunaan bahasa Indonesia. Perjuangan penggunaan bahasa Indonesia diketahui sangat gigih geliatnya dimulai dari Volksraad: Dewan Rakyat, yang turut mendukung Kongres Bahasa Indonesia (KBI) Pertama di Solo pada tahun 1938.
Saat itu, M Tabrani pun membuat prasaran 'Penyebaran Bahasa Indonesia'. Sementara itu, untuk melembagakan nama bahasa ini, prasaran 'Institut Bahasa Indonesia' juga diusung oleh Sanusi Pane, orang yang menopang pendirian Tabrani dalam perdebatan dengan Yamin pada tanggal 2 Mei 1926 ketika gagasan bahasa (persatuan) Indonesia dibuat dalam Kongres Pemuda Pertama.
Ketika Indonesia Merdeka, ia sempat mengelola koran Suluh Indonesia milik Partai Nasional Indonesia. Dalam perjalanan hidupnya, Tabrani ikut mendirikan Institut Jurnalistik dan Pengetahuan Umum bersama Mr. Wilopo di Jakarta. Murid-muridnya antara lain Anwar Tjokroaminoto dan Sjamsuddin Sutan Makmur.
M. Tabrani wafat di Jakarta,12 Januari 1984 pada usia 80 tahun dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Tanda jasa Perintis Kemerdekaan telah dianugerahkan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia. Lalu pada Hari Pahlawan 10 November 2023, M. Tabrani mendapat gelar Pahlawan Nasional.
- detiknews, "Sosok M Tabrani, Penggagas Bahasa Indonesia Dapat Gelar Pahlawan Nasional" selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-7027890/sosok-m-tabrani-penggagas-bahasa-indonesia-dapat-gelar-pahlawan-nasional.
- Situs Badan Bahasa Kemdikbud, selengkapnya https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/