Profil Kiai Haji Abdul Chalim - Pahlawan Nasinal dari Jawa Barat
Abdul Chalim adalah tokoh NU ini asal Jawa Barat, putra Pangeran Cirebon sekaligus keturunan Sunan Gunung Jati. Semasa hidup, ia bergerak di bidang agama, khususnya organisasi masyarakat NU (Nahdlatul Ulama) sebagai pengurus PBNU pertama. Kiai Haji Abdul Chalim juga aktif membina Hizbullah dan beberapa kali terlibat pertempuran di Cirebon, Majalengka, hingga Surabaya.
Kiai Abdul Chalim terlibat aktif di awal-awal pendirian NU di Surabaya bersama KH Abdul Wahab Chasbullah. Abdul Chalim merupakan seorang komandan dalam peristiwa 10 November 1945. Selain itu, KH Abdul Chalim juga merupakan tokoh moderasi dan mantan anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara).
KH. Abdul Chalim, Ulama Jabar yang Raih Gelar Pahlawan Nasional (Foto: Dok. Jabar Prov). |
Biografi
KH Abdul Chalim lahir di Kecamatan Leuwimunding, Majalengka, Jawa Barat, Tanggal 2 Juni tahun 1898. Ia adalah putra dari pasangan Mbah Kedung Wangsagama dan Nyai Suntamah/Satimah. kakeknya merupakan kepala desa Kertagama, putra Buyut Liuh, putra seorang Pangeran Cirebon. Silsilah Kiai Haji Abdul Chalim juga bersambung hingga Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Djati.
Semasa remaja, Abdul Chalim sudah kenyang belajar agama. Pasca sekolah di HIS (Hollandsch Inlandsche School), ia meneruskan ke sejumlah pesantren, seperti Pondok Pesantren Barada Mirat Leuwimunding, Pondok Pesantren al-Fattah Trajaya, Pondok Pesantren Nurul Huda al Ma’arif Pajajar, Pesantren Kedungwuni Kadipaten Majalengka, hingga Pesantren Masantren Cirebon.
Pada 1914, ketika usianya baru menginjak enam belas tahun, KH Abdul Chalim menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu ke tanah Hijaz selama dua tahun. Di sana ia sempat menimba ilmu dari ulama-ulama masyhur, seperti Abu Abdul Mu'thi, Syaikh Ahmad Dayyat, dan Muhammad Nawawi bin Umar Al-Bantani yang lebih sohor dengan sebutan Imam Nawawi Banten.
Saat belajar di Hijaz, KH Abdul Chalim bertemu dengan berbagai ulama Nusantara dari berbagai daerah. Beberapa ulama ini kemudian menjadi teman sekaligus gurunya, salah satunya adalah KH Abdul Wahab Hasbullah atau yang lebih dikenal dengan Kiai Wahab Jombang. Saat itu, KH Abdul Chalim juga telah menjadi anggota sekaligus pengurus Sarekat Islam (SI) Hijaz dan merupakan anggota termuda di sana karena baru berumur enam belas tahun.
Seperti diketahui, SI adalah organisasi para ulama Nusantara yang berorientasi menentang kebijakan-kebijakan pemerintah penjajahan Kolonial Hindia-Belanda di Nusantara. Melalui SI pula, kebijakan-kebijakan pemerintah jajahan yang tidak sesuai dengan syariat Islam dan sangat merugikan rakyat ditentang secara konstitusional. Hingga pada gilirannya, para ulama pengurus SI kemudian menggabungkan diri ke Nahdlatul Ulama alias NU.
Dalam sejarah NU saat berdirinya Komite Hijaz, Kiai Chalim menjadi komunikator kunci antara para alim ulama seluruh Jawa. Kiai Chalim juga membuat surat undangan serta mengantarkannya ke seluruh Kiai di Jawa untuk menghadiri rapat Komite Hijaz.
Dalam kepengurusan pertama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Kiai Chalim menjabat sebagai wakil katib. Berbagai momen penting NU selalu dihadiri oleh Kiai Chalim, termasuk turut gerilya dalam perang 10 November 1945 di Surabaya yang diawali oleh Resolusi Jihad KH Hasyim Asy'Ari.
Kemudian, pada tahun 1958 Kiai Chalim menjadi pelopor pembentukan Pergunu, badan otonom NU yang menghimpun dan menaungi para guru, dosen, don ustadz.
Dikutip dari liputan6.com, anak KH Abdul Chalim, KH Asep Saifuddin Chalim di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (10/11/2023) mengatakan bahwa, KH Abdul Chalim merupakan seorang komandan dalam peristiwa 10 November. Tak hanya itu, KH Abdul Chalim adalah tokoh moderasi di Indonesia.
"Pada tahun 1925, beliau menyampaikan kata pengantar pada buku yang ditulis Kiai Haji Umar Said Tjokroaminoto," ujarnya.
Dalam jurnal "Laskar Santri Pejuang Negeri: Rekam Jejak Laskar Hizbullah dalam Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya" oleh Jumeroh Mulyaningsih dan Dedeh Nur Hamidah, IAIN Syekh Nurjati Cirebon, terbit tahun 2018, Laskar Hizbullah beranggotakan pemuda-pemuda Islam se-Jawa dan Madura. Mereka dibentuk untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dan mempertahankannya. Hizbullah menyatakan diri masuk ke dalam institusi TNI pada Konferensi Pimpinan Hizbullah se-Jawa dan Madura tanggal 15 Mei 1947.
Sebagai seorang pemimpin rakyat, KH. Abdul Chalim juga terlibat dalam perjuangan Hizbullah di Cirebon, Majalengka, serta pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Semasa hidup, ia pernah mendapatkan sebutan Muharrikul Afkar (penggerak dan pembangkit semangat perjuangan) dan Mushlikhu Dzatil Bain (pendamai dari kedua pihak yang berselisih).
Selain berjibaku ikut melakukan pergerakan nasional kemerdekaan, KH Abdul Chalim Leuwimunding merupakan tokoh penting di balik layar dokumen-dokumen pencatatan di tubuh NU. Pasalnya, sosok yang memilih untuk tidak populer ini membantu KH Wahab Casbullah (Katib) sebagai Naibul Katib dalam kepengurusan pertama PBNU. Termasuk saat menggagas Nahdlatul Wathan bersama KH Wahab Chasbullah yang menjadi tonggak patriotisme cinta tanah air khususnya bagi anak-anak muda.
Selama masih hidup, Abdul Chalim merupakan seorang 'petualang'. Di setiap tempat yang disinggahinya, Abdul Chalim kerap meninggalkan jejak. Salah satu jejaknya yang paling banyak adalah lembaga pendidikan.
Di tanah kelahirannya (Majalengka), Abdul Chalim mendirikan Pondok Pesantren Amanatul Ummah 02. Saat ini pondok tersebut diasuh oleh Prof KH Asep Saifuddin Chalim.
Beliau menikah dengan istri pertamanya , Nyai Hj Nur, KH. Abdul Chalim dan mempunyai seorang anak bernama Siti Rahmah. Ia kemudian menikahi Nyai Mahmudah asal Cilimus, Kuningan. Mereka mempunyai sejumlah putra dan putri, yakni Nyai Hj Chomsatun, Nyai Hj Mafruchat, Agus Hafidz Qawiyyun, Nyai Rofiqoh, HAhmad Mustain, Nyai Nashihah, dan Mustahdi Chalim. KH Abdul Chalim lalu menikah lagi dengan Nyai Siti Qana’ah asal Plered, Cirebon. Mereka dikaruniai 7 anak, yaitu Nyai Humaidah, Nyai Muntafiah, Nyai Hudriah, H Mustafid Chalim, Nyai Farikhah, Nyai Halimah, dan KH Asep Saifuddin. Nama terakhir saat ini menjabat Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu). KH Abdul Chalim lantas menikahi istri terakhirnya, Nyai Hj Siddiqoh, dan mempunyai seorang putri, Siti Halimah.
KH Abdul Chalim meninggal dunia pada 11 April 1972 kemudian dimakamkan di kompleks Pesantren Sabilul Chalim Leuwimunding, Majalengka, Jawa Barat. Beliau resmi didaulat mendapat gelar pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2023. Anugrah tersebut diberikan pada saat peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2023. Abdul Chalim mendapat gelar tersebut bersama lima nama lainnya dari seluruh Indonesia.
- detikjabar: "Sosok KH Abdul Chalim Dimata Keluarga: Pejuang dan Sederhana", selengkapnya https://www.detik.com/jabar/berita/d-7028393/sosok-kh-abdul-chalim-dimata-keluarga-pejuang-dan-sederhana
- liputan6.com: "Abdul Chalim Jadi Pahlawan Nasional, Keluarga: Dia Komandan Peristiwa 10 November, Tokoh Pendidikan" selengkpnya https://www.liputan6.com/news/read/5449924/abdul-chalim-jadi-pahlawan-nasional-keluarga-dia-komandan-peristiwa-10-november-tokoh-pendidikan
- Nu Online, "6 Tokoh yang Akan Bergelar Pahlawan Nasional, Ada KH Abdul Chalim Leuwimunding" selengkapnya https://www.nu.or.id/nasional/6-tokoh-yang-akan-bergelar-pahlawan-nasional-ada-kh-abdul-chalim-leuwimunding-OKsJC"
- tirto.id: "Biografi Kiai Haji Abdul Chalim Pahlawan Nasional Jawa Barat" selengkapnya https://tirto.id/gR5t