Profil Bataha Santiago - Pahlawan Nasional dari Sulawesi Utara
Bataha Santiago merupakan salah satu tokoh masyarakat yang berasal dari Sangihe Talaud, Ia merupakan raja ketiga Kerajaan Manganitu. Ia merupakan satu-satunya raja di Kepulauan Sangihe yang keras kepala dan menolak menandatangani perjanjian dagang dengan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) Belanda. Oleh Pemerintah Indonesia Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 10 Nopember 2023.
Bataha Santiago adalah Raja Manganitu yang memerintah pada tahun 1670 sampai 1675. Bataha Santiago merupakan raja ketiga Manganitu yang wilayahnya kini berada di Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara.
Bataha Santiago adalah sosok yang memiliki jiwa dan sikap gotong-royong yang kuat. Bataha Santiago juga dikenal dengan pendirian teguhnya, di mana seluruh kegiatan rakyat harus dikerjakan bersama-sama. Gagasannya ini dikenal dengan sebutan 'Banala Pesasumbalaeng'.
Bataha Santiago juga bercita-cita untuk mempersatukan kerajaan-kerajaan di wilayah Kepulauan Sangihe-Talaud serta mempertahankan diri dari penjajahan yang dilakukan oleh Belanda. Sikap dan prinsip yang kuat dan teguh membuatnya berani mati dalam membela keutuhan nusa dan bangsa.
Semboyan Bataha Santiago yang terkenal yaitu 'Nusa kumbahang katumpaeng', yang berarti "Tanah air kita tidak boleh dimasuki dan dikuasai musuh".
Bataha Santiago lahir di desa Bowongtiwo-Kauhis, Manganitu pada tahun 1622 dengan nama lengkap Don Jugov (Jogolov) Sint Santiago ("Bataha" berarti sakti). Ia disekolahkan oleh ayahnya di Universitas Santo Thomas Manila, Filipina pada tahun 1666 (saat itu dia sudah berumur 44 tahun) dan menyelesaikan kuliahnya empat tahun kemudian. Sepulangnya dari Filipina, dia lalu dinobatkan sebagai raja di Kerajaan Manganitu dan selama lima tahun ia memegang tampuk kekuasaan.
Pada tahun 1675, datanglah Gubernur Belanda bernama Robertus Padtbrugge yang berkedudukan di Maluku. Ia datang untuk mengadakan perjanjian persahabatan dengan Raja Santiago. Namun, ajakan itu ditolak oleh Bataha Santiago.
Santiago juga menolak untuk menandatangani kontrak panjang (lange Contract) yang disodorkan VOC beberapa kali. Dia menolaknya dan mengumumkan perang terhadap VOC. Isi lange Contract yang ditolak antara lain instruksi untuk melenyapkan tanaman cengkih dan semua benda yang dianggap kafir oleh VOC. Mereka memanfaatkan Sultan Kaitjil Sibori, anak Sultan Mandarsyah, untuk membujuk Santiago supaya menandatangai kontrak. Namun Santiago tetap tidak mau menandatanganinya. Sultan Kaitjil Sibori pulang ke daerahnya tanpa hasil. VOC kecewa dan marah dan Santiago pun telah siap dengan segala akibatnya. Kalimatnya yang terkenal yang disampaikan ketika ia mengumpulkan para pejabat kerajaan dan semua pihak yang terkait maupun yang akan melibatkan diri melawan VOC adalah “I kite mendiahi wuntuang ‘u seke, nusa kumbahang katumpaeng.” Kalimat itu berarti kita harus menyiapkan pasukan perang, negeri kita jangan dimasuki musuh.
Akibatnya, Bataha Santiago bersama para pengikutnya terlibat dalam peperangan yang berlangsung selama empat bulan melawan VOC. Namun, kekuatan persenjataan yang tidak seimbang serta siasat licik Belanda membuat Santiago ditangkap dan dihukum mati pada tahun 1675 di Tanjung Tahuna.
Setelah digantung, Sultan Kaitjil Sibori memerintahkan salah seorang anggota pasukannya untuk memenggal kepala Santiago. Sebelum subuh tiba, adik Santiago yang bernama Sapela, datang mengambil jenazah saudara tuanya. Ia hanya bisa membawa kepala Santiago dan menguburkannya di antara akar pepohonan besar, beberapa meter di atas pantai dan menandai tempat itu dengan tumpukan batu di Nento di desa Karatung-Paghul pada 1675. Kubur kepala Santiago yang dirahasiakan terungkap pada tahun 1950. Sedangkan tubuhnya diduga dikuburkan di tempat ia dihukum mati, di kelurahan Santiago saat ini.
Makam Bataha Santiago terletak di Desa Karatung I, Kecamatan Manganitu, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara. Makam tersebut berbentuk segi empat yang dilapisi tegel putih dengan ukuran 2,5 x 3,25 meter.
Pada bagian atas makam terdapat salip, sedangkan bagian tengah terdapat prasasti yang bertuliskan riwayat hidup beliau dan semboyan beliau yang berbunyi 'Biar saya mati digantung tidak mau tunduk kepada Belanda'.
Makam Bataha Santiago sudah mengalami pemugaran dua kali. Pertama, direnovasi oleh pemda dan diresmikan pada 17 Agustus 1975. Kemudian, pemugaran kedua dilakukan oleh Komandan Korem 131/ Santiago pada tanggal 10 November 1993.
Sebagai wujud penghargaan, diabadikan sebuah patung di Miangas di daerah perbatasan antara Indonesia dan Filipina. Namanya juga diabadikan sebagai nama markas Kodim 1301/Sangihe dan Korem 131/Santiago di Manado, Sulawesi Utara, yang terletak di Jl. Sam Ratulangi No.33, Kelurahan Wenang Utara, Kecamatan Wenang, Kota Manado. Pada tanggal 10 November 2023, Joko Widodo memberikan gelar pahlawan nasional kepada Santiago.
- Wikipedia: "Bataha Santiago", selengkapnya https://id.wikipedia.org/wiki/Bataha_Santiago
- Detik.com: "Tentang Bataha Santiago, Raja dari Sangihe Sulut yang Jadi Pahlawan Nasional", selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-7027440/tentang-bataha-santiago-raja-dari-sangihe-sulut-yang-jadi-pahlawan-nasional